Lihat ke Halaman Asli

Biso Rumongso

Orang Biyasa

Miranda (1): Dia Tetangga Baruku

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_109448" align="alignnone" width="400" caption="Miranda Dee Citibank (tapi bukan Miranda yang ini/google.com)"][/caption] Suasana berubah setelah kehadiran Miranda. Tetangga baruku itu seorang janda muda dan cantik pula. Anaknya baru satu, dan masih Taman Kanak-kanak (TK).

Sejak kedatangannya, Miranda menjadi bahan gosip ibu-ibu. Meski perilakunya ramah dan kerap mengantar makanan kepada tetangga terdekat, statusnya sebagai janda muda tetap dipandang negatif. Status lain sebagai jago masak dan siap membantu ibu-ibu perumahan tak memberinya nilai tambah.

Beda halnya dengan kaum bapak. Kahadiran Miranda seolah menjadi angin segar bagi keseharian mereka. Para bapak kian bergairah dalam menjalani kehidupan sosial. Kegiatan ronda pun menjadi lebih hidup. Yang biasanya membolos, tiba-tiba muncul, bahkan sampai dini hari.

“Eh siapa tahu malam-malam Miranda bangun dan minta tolong kita untuk membetulkan saluran listrik yang tiba-tiba mati,” pikir bapak-bapak itu

Bayangan itu memang pernah menjadi kenyataan. Agus Maruto, adalah tetangga kami yang bernasib baik karena mengaku sempat masuk ke kamar Miranda untuk memperbaiki lampu listriknya yang mati.

“Ah, betapa romantisnya kamar si jande itu,” katanya.

“Juga bau tubuhnya dalam balutan baju tidur. Kalau saja aye belum punya bini,”imbuh Agus Maruto dengan pikiran menerawang.

Cerita Agus Maruto itu menyebar dari mulut ke mulut. Para bapak lain tentu saja ingin memperoleh pengalaman serupa, bahkan lebih dibanding Agus Maruto. Dalam pandangan mereka kehadiran lelaki tetap dibutuhkan oleh seorang perempuan yang kebetulan single parent seperti Miranda.

Diam-diam para bapak bersaing untuk memperoleh simpati bahkan mendapatkan Miranda.

***

Ada yang unik di komplek perumahan Bukit Jahe, dimana Miranda sekarang mengontrak rumah.

Para tamu yang datang ke perumahan itu sering dibuat bingung. Bukan karena alamatnya yang nggak jelas, namun karena di perumahan tersebut banyak penghuni bernama Agus.

Nama Agus, yang biasanya disematkan orangtua mereka karena lahir di bulan Agustus, memang merupakan salah satu nama pasaran di negeri ini. Selain karena menyangkut bulan, ternyata adapula nama Agus bukan karena faktor bulan Agustus, melainkan karena bapaknya kagum pada seseorang bernama Agus.

Selain Agus Maruto, ada Agus Batubara, Agus Sehendar, Agus Malaikano, dan Agus doang alias tak punya nama panjang.

Saya sendiri bernama Sony Agus Mahendraputra dan kerap dipanggil Sony. Saya juga sering menyingkat nama menjadi Sony A Mahendraputra sehingga banyak yang tak tahu bahwa saya termasuk kelompok nama yang ombyokan tadi.

Terus terang saya termasuk bapak yang pernah membayangkan bisa dekat dengan Miranda. Saya juga ingin bisa mengalami seperti apa yang dialami Agus Maruto.

Miranda yang satu ini mungkin cantiknya bisa dibandingkan dengan sosok pegawai Citibank yang menghebohkan, Miranda Dee. Cuma cantiknya lebih alami, bukan cantik hasil operasi.

Singkat cerita, saya pun bisa dekat dengan Miranda.Seperti juga Agus Maruto, awalnya Miranda minta tolong dibetulin kran airnya yang rusak. Karena kejadiannya pagi hari dan saya menjadi satu-satunya bapak yang masih di rumah, maka jadilah saya lelaki beruntung.

Setelah itu banyak peristiwa yang membuat kami dekat.Faktor saya lebih banyak di rumah pada pagi hingga siang hari menjadi salah satu penyebabnya. Pada saat itu, istri saya sudah berangkat kerja dan anak-anak sudah sekolah.

Tapi saya juga tahu darinya, beberapa tetangga kami agresif mendekatinya.

***

Pada satu hari, Miranda memutuskan pindah rumah. Ia mungkin tak tahan dengan berbagai gosip yang menekannya.

Ironisnya tak ada satupun dari kami yang mengetahui kepindahannya. Ia pindahan pagi hari dan kebetulan saya sedang tugas keluar kota. Selama berhubungan jarak jauh Miranda sama sekali tak mengisyaratkan akan pindahan.

Kepindahan janda satu anak itu tentu saya disyukuri kaum ibu, dan tidak oleh para bapak. Mereka sangat kehilangan dan saling menyalahkan karena tak ada satupun yang mengetahui pindah kemana. Mereka hanya bisa menebak-nebak penyebabnya.

***

Beberapa bulan kemudian, tiba-tiba sejumlah polisi datang dan mencari nama-nama Agus di perumahan kami. Terbukti polisi juga kebingungan karena banyanya penghuni bernama Agus. Kata seorang polisi, Agus dicari terkait dengan terbunuhnya seorang wanita cantik bernama Miranda.

Ia terbunuh bersama anak di sebuah rumah kontrakan. Nah, pada dinding tembok tertulis nama A.G.U.S besar-besar.

Mungkinkan itu Agus diantara kami? Atau Cuma kebetulan barangkali.

"Lagipula nama saya bukan Agus tapi Sony, Pak!"

Polisi tampak tak peduli. Mereka tetap menggelandang kami, yang bernama Agus. Mereka bilang bekerja bukan atas dasar kebetulan! (bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline