Lihat ke Halaman Asli

London Eye, Jendela Eksotika Kota London

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada lawatan ke negeri Harry Potter pertengahan Juni lalu, satu tempat yang masuk daftar utama saya adalah London Eye. Kenapa demikian, karena dari googling yang saya lakukan, sepertinya hanya itu yang 'baru' dan menarik yang belum ada pada kunjungan saya yang pertama (saya selalu mencari informasi lengkap di internet sebelum berangkat ke sesuatu tempat wisata). Sebenarnya saya sudah pernah ke London 20 tahun yang lalu. Bedanya jika dulu saya pergi sendiri sebagai wakil masyarakat Indonesia untuk menghadiri workshop MEE dalam rangka penyatuan Eropa Desember 1991, maka kali ini saya 'jalan-jalan' menemani suami yang bertugas. Dan jika dulu saya mengunjungi 3 negara yaitu Jerman ( 1 minggu), Belanda (1 minggu) dan Inggris ( 2 minggu)  selama 1 bulan, maka kali ini 'hanya' selama 8 hari ke kota Birmingham dan London.

Sebelum berangkat saya mendapat info dari teman-teman bahwa kota London sekarang kondisinya agak kotor dan kurang nyaman bila dibandingkan negara tetangga kita Singapore. Kita diharuskan lebih berhati-hati karena 30% penduduknya kini berasal dari India, Turki , Afrika serta dari negara-negara Eropa Timur, yang tentunya punya perilaku yang berbeda satu dengan lainnya. Namun dengan segala kekurangannya yang (mungkin) ada, sampai saat ini kota London tetaplah menjadi kota tujuan wisata impian bagi penduduk dunia sebagaimana kota Paris (Perancis), Roma (italy) dan New York (Amerika Serikat).

Ternyata semua info itu terbukti. London tidak lagi seperti yang saya kunjungi 20 tahun yang lalu.Saya melihat terlalu banyak orang yang bukan ’bule’ berlalu lalang di pusat kota. Demikian pula dengan rombongan turis yang ada. Berbondong-bondong orang berkulit sawo matang, gelap dan hitam memadati tempat wisata di seputaran London. Apalagi saat itu liburan musim panas, penuh manusia dan dimana-mana kita harus antri untuk bisa menikmati tempat wisata yang dikunjungi. London terlihat agak kumuh, meski tetap saja lebih bersih daripada kota Jakarta pastinya.

Balik lagi ke London Eye, setelah suami 'bebas tugas', dia menemani saya berkeliling kota London. Selesai sarapan jam 9, kami ke stasiun kereta bawah tanah (subway/tube) menuju ke pusat kota. Keluar dari stasiun Westminster, kami berhadapan langsung dengan Gedung Parlemen Inggris lengkap dengan Big Ben yang terkenal itu. Disebelah kiri terhampar sungai Thames dimana ada London River Cruises yang tersedia bagi wisatawan yang ingin menikmatisuasana sungai dengan naik cruise. Dengan beberapa langkah berjalan kaki, sampailah kami Wesminster Bridge yang disana tampak jelas London Eye (foto 1). Meski cuaca terlihat sangat cerah, saya tetap mengenakan baju hangat. Ya, walaupun matahari terlihat terang di atas kita, tetap saja udara terasa dingin bagi saya dan suami. Apalagi berhadapan dengan angin yang tak putus bertiup yang dinginnya menusuk tulang. Daripada flu/sakit, lebih baik sedia payung sebelum hujan...alias selalu pakai baju hangat.

Puas berfoto di areal itu, saya melihat orang sudah antri di London Eye. Segera kami kesana supaya tidak menunggu lama untuk naik. Akibat terlalu asyik berfoto ria, antrian yang ada sudah panjang juga. Namun kita tidak hanya sekedar naik London Eye saja, tiket yang dibanderol seharga 17 pounds per kepala (sekitar 220 ribu rupiah) itu  juga dipersilakan untuk menonton tayangan 3D serba-serbi pembangunan London Eye. Film yang cukup menarik dengan suasana teater yang atraktif dimana ada percikan air dan confetti yang bertaburan.

Selesai pertunjukan saya dan suami bergegas ke antrian London Eye. Semua orang berlaku cukup tertib meski antrian yang ada cukup panjang. Para petugaspun terlihat sigap menunaikan tugasnya menjaga ketertiban dan kelancaran wisatawan yang akan naik. Ini yang membedakan kondisi di negara maju dengan di negara kita. Budaya antri dan saling menghormati orang lain demi kelancaran bersama nampaknya belum mengakar di negara kita.

Ups, sebelum melenceng lebih jauh kita balik lagi dengan kisah London Eye. Akhirnya saya dan suami mendapatkan giliran. Untung lagi bagi kami berdua, meski sempat gerimis waktu antri, cuaca kembali berubah sangat cerah. Selain itu kami dapat giliran pertama masuk tube/kapsul yang seperti kepompong kaca raksasa tersebut. Sehingga saya dan suami bisa leluasa cari posisi yang paling bagus untuk berfoto ria. Anda bisa saksikan pada foto-foto saya di atas, bagaimana bentuk sebenarnya dari London Eye tersebut.

Konsep London Eye sangatlan sederhana. Sama saja seperti komidi putar yang pernah kita naik iwaktu kecil dulu. London Eye terus berputar perlahan tapi pasti dan tidak pernah berhenti meski penumpang naik turun. Jadi kalau di komidi putar jika mau naik ada jeda waktu berhenti untuk memberi kesempatan penumpang naik turun, maka disini dipakai perhitungan khusus dimana dalam waktu putaran tersebut mereka bisa menurunkan sejumlah penumpang dalam satu tube untuk turun dan naik. Jadi sebetulnya kita hanya berkesempatan untuk menikmati London Eye tersebut selama satu putaran saja. Tempat naik dan turun ada di tempat yang berbeda. Disini dibutuhkan kesigapan dari petugas untuk bisa mengarahkan penumpang untuk naik dan turun dengan aman. Dan ada pembatasan yang tegas untuk jumlah penumpang dalam 1 tube. Namun penumpang juga harus diberikan petunjuk jelas untuk bisa sigap turun dan naik.

Foto-foto diletakkan sesuai urutan, arah dan ketinggian dimana kami berkesempatan mendapat 'angel' yang bagus untuk memotret sekeliling. Ternyata eksotika kota London terlihat sekali disini. Jika dibawah saya merasa biasa-biasa saja dengan melihat sekeliling berbagai gedung tua dan bersejarah yang ada, perasaan yang berbeda saya alami di London Eye. Apalagi waktu kita berada pada bagian yang teratas...wow...seru sekali.Kekurangan yang ada tampak tertutupi tergantikan dengan pemandangan yang mempesonakan mata.

Ya, London Eye adalah jendela eksotika kota London...:)

Semua foto karya Wita & Rifol (koleksi pribadi)

Pulomas, 15 September 2011




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline