Lihat ke Halaman Asli

Wistari Gusti Ayu

Saya seorang guru

Jika Legal, Apakah Poligami Akan Menjadi Budaya?

Diperbarui: 12 Juli 2019   04:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poligami. Sumber. Flickr.com

"Poligami" adalah kata yang tidak asing di telinga. Poligami sangat ditakutkan  oleh sebagain besar wanita, tidak hanya di Indonesia  bahkan mungkin di seluruh belahan dunia. Walaupun mungkin pandangan dari sebagian laki-laki berbeda. Ingatkah dengan lirik lagu TRIAD dalam album T.R.I.A.D yang digawangi Ahmad Dhani  yang berjudul "Madu Tiga" :

Aih senangnya dalam hati
Kalau beristri dua
Oh seperti dunia
Ana yang punya

Kepada istri tua
Kanda sayang padamu
Oh kepada istri muda
I say i love you

Istri tua merajuk
Balik ke rumah istri muda
Kalau dua-dua merajuk
Ana kawin tiga

Mesti pandai pembohong
Mesti pandai temberang
Oh tetapi jangan sampai
Hai pecah tembelang

Dari lagu tersebut tersirat makna laki-laki yang sangat senang jika memiliki istri dua, bahkan jika dua-duanya merajuk, si lelaki mau kawin lagi. Sungguh tega ya? Bagi saya kasihan yang wanita. 

Bahkan hal tersebut tidak hanya terjadi dalam lagunya dalam kisah nyatapun Ahmad Dhani, digosipkan telah menikah siri dengan Mulan Jameela yang kala itu menjadi teman duet istrinya, Maia Estianty. Namun kala itu Maia tidak mau dimadu, dan akhirnya mereka bercerai.

Kisah tersebut hanya satu dari jutaan kisah tragis tentang perkawinan poligami, dimana seorang lekaki ingin memiliki istri lebih dari satu kemudian berujung dengan perceraian. Jika alasan poligami tersebut adalah untuk menyelamatkan seorang janda, tidak seharusnya membuat istri sahnya kemudian menjadi janda. Lalu siapa lagi yang menyelamatkan janda yang satu ini, hee...

Memang praktek poligami terjadi sejak jaman kerajaan dahulu, ketika belajar sejarah di bangku sekolah dulu, hampir seluruh Raja di Indonesia memiliki istri lebih dari satu. Kita juga sering menonton Serial India Mahabrata, Ramayana di televisi dimana tokoh-tokohnya memiliki istri lebih dari satu,begitu pula Drakor yang bertema kerajaan.

Seorang raja memiliki satu permaisuri dan istri lainnya disebut dengan selir. Dikutip dari netralnews.com  di jawa bagi orang tua yang putrinya dipilih menjadi selir adalah sebuah prestasi yang membanggakan. Tak jarang, abdi dalem justru sengaja mengirim anak gadisnya ke istana dengan maksud untuk menarik perhatian raja.

Dengan merujuk pernyataan di atas dapat kita artikan praktek poligami di lingkungan kerajaan tersebut tidak ada yang melarang, bahkan rakyatnya sendiripun mendukung ditandai dengan sengaja mengirim anak gadisnya ke kerajaan, hal tersebut dilakukan karena dapat menaikkan derajat keluarga, serta gadis tersebut kehidupannya akan terjamin.

Bahkan sepertinya praktek tersebut sudah menjadi "budaya" di lingkungan kerajaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia "budaya" tersebut dapat diartikan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Nah, jika pengertiannya seperti itu, ketika di kerajaan melakukan kebiasaan untuk berpoligami, maka selanjutnya keturunan sang Raja pun akan mengikuti praktek tersebut.

Bukankah kerajaan pada zaman dulu juga telah mengenal agama, bahkan jika saat itu kerajaan masih bercorak Hindu. Di setiap agama dijelaskan, aturan berpoligami termasuk dalam ajaran Hindu. Saat itu apakah sang raja mendapat persetujuan permaisurinya untuk mengambil istri lagi, saya kira permaisuri mungkin tidak tau berapa banyak selir raja. Apakah saat itu sang permaisuri sudah tak sanggup melayani raja, sehingga raja mencari selir? Entahlah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline