Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, membuat konsumen bahasa lebih cenderung untuk menggunakan bahasa instan, begitu paham di masyarakat. Sesuai fungsinya, maka bahasa digunakan untuk menjadi alat komunikasi dan literasi bagi siapapun. Buku cetak yang beberapa dekade digunakan untuk memahami bahasa, mulai bergeser kedudukannya karena menjadi tidak praktis untuk dibawa kemana-mana.
Disadari atau tidak, dengan semakin menjamurnya alat komunikasi (seperti gadget atau media teknologi lainnya), orang lebih mudah menjangkau untuk memecahkan persoalan apapun, termasuk referensi kata-kata istilah melalui informasi teknologi digital.
Terlebih di tengah pandemi ini gadget bahkan menjadi barang wajib yang harus dimiliki oleh peserta didik. Karena sistem pembelajaran di era pandemi ini hampir seluruh di laksanakan melalui media teknologi atau biasa kita sebut dengan Belajar Daring.
Jika beberapa tahun silam, bagi peserta didik, peran buku menjadi skala prioritas. Maka beberapa tahun terakhir, jika dalam kebutuhan rumah tangga, bila orang disuruh memilih penting mana membeli buku atau gadget, maka tidak heran kalau lebih memilih gadget yang dianggap kegunaannya lebih mencukupi. Meski kita semua tahu, perbandingan nilai harga barang tersebut, sangat jauh berbanding terbalik.
Bagaimana alat teknologi informasi dan komunikasi diciptakan yang dapat berfungsi multiguna, sehingga kecepatan dan metoda untuk menjawab pertanyaan dapat dilakukan secara cepat. Buku digital pun semakin berkembang pesat, dan dianggap jauh lebih modern dari buku cetak.
Dari catatan waktu, buku cetak dengan ketebalan tertentu, jika dibaca akan membutuhkan waktu yang cukup lama, sangat jauh berbeda dengan membaca buku digital yang dapat dilakukan dengan waktu singkat.
Sebetulnya problem mendasar, bagaimana kita bisa menempatkan fungsi bahasa secara benar dan dilakukan melalui sebuah proses belajar mengajar atau dalam konteks edukasi pendidikan.
Kita tentu dalam kondisi era globalisasi seperti sekarang ini tentu membutuhkan informasi berita yang akurat dan cepat. Tetapi bukan berarti persoalan bahasa cukup diserahkan kepada "Buku Google" yang dianggap melebihi kemampuan ilmuwan/akademis secara dialektis. Tetapi bukan berarti menentang adanya buku digital. Ini tentu tidak terlepas dari kebijakan politisasi teknologi.
Maka dengan makin cepatnya kemajuan dan perkembangan teknologi, tentu harus ada kajian sistem yang terkumpul untuk menjaga eksistensi bahasa kita secara utuh. Termasuk bagaimana menjaga kelangsungan bahasa daerah kita (lokal) yang menjadi akar dalam perkembangan bahasa nasional.
"Semua harus ditulis, apa pun. Jangan takut tidak dibaca atau tidak diterima penerbit. Yang penting, tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna"
Pramoedya Ananta Toer
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H