Lihat ke Halaman Asli

Wisnu Nugroho

TERVERIFIKASI

Lima Pukulan untuk Pancasila

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

banyak cara dilakukan setiap pribadi untuk mengekpresikan cinta atau apa pun namanya. mereka yang masih muda dan tentu saja tengah dimabuk asmara, pasti punya banyak stok tentang bagaimana berekspresi untuk cinta. waktu masih muda dulu dan saat dimabuk asmara, saya pun punya beberapa ekpresi untuk cinta. salah satunya adalah membebeskan kehendak obyek cinta saya sampai cinta itu akhirnya hilang karena merasa tidak disapa. tapi tidak mengapa juga. itu sebuah konsekuensi cinta yang sudah saya duga sebelumnya. cinta saya tidak berakhir meskipun obyek cinta saya itu pergi entah ke mana. terkait dengan cinta, ekpresi cinta pak beye juga beraneka tergantung obyeknya. untuk cintanya kepada pancasila misalnya, pak beye mengekspresikannya dengan unik juga. keunikan ekspresi itu diwujudkan lewat gong yang menjadi benda wajib hampir untuk setiap acara kenegaraan. lewat gong itu, pancasila yang dicintai pak beye dipukul lima kali banyaknya. gong, gong, gong, gong, gooooong... saya melihatnya unik. biasanya, presiden sebelum pak beye atau pejabat lain tidak pernah berani lebih dari tiga kali memukul gong yang seksi bentuknya. saya tersenyum saat mendengar penjelasan pak beye tentang lima kali pukulan untuk setiap gong yang disiapkan untuknya. lebih tersenyum lagi ketika peringatan hari lahir pancasila yang digagas majelis permusyawaratan rakyat, pak beye dan bu mega hadir dan duduk satu baris di barisan pertama. soal uluran tangan penuh pak beye disambut seperempat saja oleh bu mega, menurut saya itu hanya perkara waktu saja. sementara ini, kita terima saja kondisinya. yang membuat saya lebih tersenyum adalah kebersamaan semua pemimpin bangsa. ini adalah kesempatan pertama setelah keduanya berseteru karena dipicu niat tersembunyi pak beye menantang bu mega dalam pilpres 2004. dengan kebersamaan keduanya, mimpi saya untuk indonesia lebih sejahtera bisa lebih cerah peluangnya. terkait kecintaan pada pancasila, saya yang tidak punya kesempatan memukul gong seperti pak beye. kemampuan saya hanya sebatas memakai oblong ke mana saja. tentu saja kecuali ke istana. dengan oblong-oblong itu, pancasila saya lekatkan dengan teknik sablon menyala-nyala di dada. sangat dangkal sebenarnya. namun, itulah ekspresi saya di tengah banyaknya anak bangsa yang melupakan atau bahkan mengesampingkan pancasila. ekspresi lain tentu saja masih banyak dan umumnya tidak tampak secara nyata atau tidak pantas ditampak-tampakkan secara nyata. penghayatan dalam hidup sehari-hari lebih penting dari pada berbangga-bangga melekatkan pancasila di dada. bagaimana ekpresi cinta anda? salam cinta. [caption id="attachment_157577" align="alignnone" width="500" caption="bersepeda selain hemat dan menyehatkan juga membuat kita lebih bisa berempati kepada yang kerap terpinggirkan di jalan-jalan yang sejatinya ingin dilindungi garuda. maaf untuk edisi naris kali ini. (2009.novan)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline