Lihat ke Halaman Asli

(CFBD) Keberatan Nama

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi yang cerah, dirumah orang tuaku kami sibuk membereskan rumah. Kaca-kaca dilap bersih, meja. Sofa semua tampak mengkilat. Laci-laci yang penuh dengan kertas-ketas tak terpakai mulai kukeluarkan satu persatu.Membuang Foto-foto lama yang sudahrusak, mensortir dan merapikan.

Menyingkirkan barang-barang seperti ini rasanya tidak ada habisnya,padahal tiap tahun selalu kulakukan. Satu persatu kertas-kertas kulihat dan amati barangkali masih ada yang memang masih terpakai. Tiba pada sebuah kertas usang, mataku tertegun membaca baris-baris tulisan yang ada diatasnya. Surat kelahirankuyang ditulis oleh seorang bidan bernama Marsina tertanggal 28 Pebruari 1973.

Jaditerjawab sudah bahwa kelahiranku yang benar memang tanggal 28 pebruari, sedangkan di akta kelahiran dan semuaijazah tertulis 20 pebruari 1973. Buat orang lain, selembar kertas lusuh ini mungkin tidak ada artinya tapi buatku rasanya ada keterkaitan emosi yang dalam dengannya. Memorabilia memang bisa menimbulkan rasa sentimental. Dalam benda-benda seperti ini isyarat waktu dipancarkan demikian kuat kepada kita.

Terbayang lintasan-lintasan peristiwa puluhan tahun lalu yang rasanya belum lama kujalani. Betapa waktu memang tak pernah menunggu.Jutaan peristiwa yang terjadidari tiap detik kehidupan yang kita jalani. Gembira, sedih, marah, kesal, lucu, bahagia semua datang silih berganti.

Kubaca sekali lagi bait demi bait kata yang tertulis dengan rapi di kertas yang sudah usang tersebut. Mencoba meresapi suasana pada saat itu, bagaimana perasaan ayah ibuku menyambut kelahiran anak ketiga nya.Perasaan bahagia meskipun sedikit kecewa karena kembali lagi lahir anak laki-laki. Padahal Ibu sangat mendambakan anak perempan bisa lahir, walhasil baru pada anak kelima lahir anak perempuan.

Dilembar pencatatan kelahiran tersebut tercatat namaku Wisnu Brata. Aku tersenyum jika mengingat betapa nama ini pernahdikambinghitamkan sebagai penyebab aku sering sakit-sakitan pada saat itu.Kata “Brata” di belakang namaku konon menurut seorang paranormal sangat berat.“Kata Brata harus di buang jika anak ini mau sehat”, Begitu cerita ibuku beberapa tahun lalu. Dengan sebuah upacara sedehana, namaku pun diganti menjadi Wisnu Mustafa yang aku gunakan hingga kini. Padahal jika saja saat itu aku diharuskan memilihrasanya lebih keren jika memakai kata “Brata” saja dibelakang namaku.

Apalah arti sebuah nama, demikian orang-orang sering bilang. Namun dikampungku, nama seringkali berhubungan dengan banyak hal. Rezeki, kesehatan, sifat, perilaku dan kepribadian adalah hal-hal yang bisa dipengaruhi oleh sederet kata yangdisebut nama.

Anak yang sering sakit-sakitan menunjukan jika dia memang tidak cocok menyandang nama tersebut. Nama bisa saja terlalu panjang, atauterlalu berat. Tak heran jika pergantian nama sering sekali dilakukan terutama pada anak-anak yang sering sakit-sakitanketika kecil.

Di jaman yang serba canggih sekarang inipun kadang-kadang pergantian nama masih dilakukan, meskipun lebih kearah komersial. Terutama mereka yang bergelut dengan dunia hiburan. Nama pemberian orang tua terkadang dirasakan kurang “menjual”. Dipakailah nama-nama yang lebihberkesan di jagad hiburan.

Anak-anak yang hidup di era modern pasti akan tertawa jika sebuah nama kerap dihubungkan dengan kesehatan ataupun peruntungan seseorang. Berpengaruh atau tidak sebuah nama terhadap peruntungan dan rezeki seseorang tentu tidak ada satu manusiapun yang bisa memastikannya. Kelahiran, kematian, jodoh, dan rezeki sejatinya adalah rahasia dari sang maha pencipta.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline