Kota Tanjungbalai Sumatera Utara baru saja memperingati Hari Jadinya yang ke 396 tahun. Tepatnya 27 Desember 2018 yang baru lalu. Di tengah memperingati hari jadinya itu, ada secuil persoalan yang mengganjal dibenak masyarakat kota Tanjungbalai.
Persoalan itu adalah publikasi hasil survai yang dilakukan oleh Setara Institute dimedia elektronik, online dan media cetak nasional, dimana disebutkan dalam hasil survai yang dilakukan oleh Stara Institute tentang kota kota besar/kecil yang tergolong sebagai kota toleransi dan kota intoleransi.
Dalam survai Setara Inetitute itu disebutkan bahwa kota Tanjungbalai termasuk kota yang tergolong pada intoleransi, menempati urutan terahir dari kota kota yang disebutkan oleh Setara Institute di dalam survainya.
Dimasukkannya kota Tanjungbalai sebagai salah satu kota intoleransi di Indonesia, jelas mengundang keritikan. Wali kota Tanjungbalai H.Syahrial,SH.M.Hum, selaku mewakili masyarakat Tanjungbalai mempertanyakan metode yang dipergunakan oleh Setara Institute dalam hasil survainya, menempatkan kota Tanjungbalai sebagai salah satu kota Intoleransi di Indonesia.
Terkait Survei Setara Institute yang menempatkan Kota Tanjungbalai di Posisi Paling Bawah sebagai Kota Intoleran di Indonesia, Saya Wali Kota Tanjungbalai H.M Syahrial dan segenap Jajaran Pemerintah Kota Tanjungbalai bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Masyarakat Tanjungbalai menolak dengan tegas hasil survei yang dikeluarkan dan dipublikasikan Ke Publik melalui Media Elektronik dan Cetak Nasional.
"Jika Tanjungbalai disebut Kota Paling Intoleran, tentu suku atau umat agama lain tidak betah dan bisa hidup dengan nyaman di Kota Tanjungbalai ini," begitu ungkap Wali Kota Termuda se Indonesia itu, saat menanggapi terkait hasil survei Setara Institute yang menempatkan Kota Tanjungbalai di posisi Paling Bawah kota intoleran di Indonesia.
Apa yang dikatakan oleh sang Walikota, jika melihat kerukunan antara , suku, agama, Ras dan ummat beragama, dikota Tanjungbalai, rasanya kita tidak percaya dengan hasil survai yang dilakukan oleh Setara Institute.
Kerukunan yang terjalin dengan eratnya, membuat masyarakat kota Tanjungbalai yang dihuni oleh masyarakat yang hitrogen, berbeda suku, ras, etnis dan agama itu dapat menjalani kehidupan secara berdampingan. Dan menjalankan ajaran agamanya masing masing sesuai dengan peraturan yang diterapkan oleh Pemerintah, sedikitpun tanpa ada halangan.
Mesjid, Gereja, Vihara dan Kelenteng, berdiri sejajar ditengah tengah masyarakat kota Tanjungbalai tanpa ada protes, asalkan sesuai dengan aturan yang telah diterapkan oleh pemerintah.
Tanjungbalai cukup dikenal sebagai daerah yang memiliki masyarakat yang ramah, tutur kata, dan sopan santu. Dan hal itu telah dibuktikan oleh seorang penyanyi dan pencipta lagu legendarys dari Negara jiran Malaysia Ahmad Jais ketika berkeunjung ke kota Tanjungbalai pada tahun 70-an.
Dan itu dituangkannya dalam salah satu bait lagu yang berjudul "Tanjungbalai" hasil gubahannya. "Penduduknya ramah, sopan santu, tegur dan sapanya, seolah olah kita telah berkenalan lama."