Fhoto/Puzzie.com
Menjelang pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Wakil Presiden (Pilwapres) tahun 2019, berbagai macam isue bermunculan. Dan tragisnya isue isue ini laris manis diperjual belikan oleh kelompok kelompok dari masing masing kubu yang memiliki pasangan calon Presiden (Capres) dan calon Wakil Presiden (Cawapres), kepada publik.
Isue tentang kemiskinan yang dilontarkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketua umum partai Demokrat dan Prabowo Subianto, ketua umum partai Gerindra, sempat menimbulkan kekisruhan ditanah air.
Menurut SBY yang juga Presiden ke enam Republik Indonesia (RI) menyebutkan jika jumlah orang miskin di Indonesia masih berada dikisaran seratus juta orang. Dari angka yang disebutkan oleh SBY itu, artinya separuh dari jumlah penduduk negeri ini hidup dalam keadaan miskin.
Kemudian menyusul pendapat yang disampaikan oleh Prabowo Subianto, ketua umum partai Gerindra menyebutkan jika kemiskinan di Indonesia naik 50% dari sebelumnya. Penyebab terjadinya kenaikan jumlah kemiskinan di Indonesia, berdasarkan dari nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang tertekan sehingga membuat harga barang melambung tinggi.
Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jika angka kemiskinan di Indonesia terus mengalami penurunan, sejak priode 2002. Dan priode Maret 2018 merupakan angka kemiskinan terendah sepanjang sejarah.
Jika mengacu kepada data BPS per Maret 2013, jumlah penduduk miskin Indonesia 28,07 juta orang, dengan jumlah persentase 11,22%. Sedangkan pada Maret 2018 jumlah penduduk miskin Indonesia 25,9 juta orang, persentasenya 9,82 %. Dalam lima tahun ini telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 2,17 juta orang, atau turun 1,4%. (Detikfinance 31/7/2018).
Data dan Kenyataan :
Berbicara tentang kemiskinan di sebuah negara merupakan salah satu masalah yang sangat krusial. Sebab dari angka kemiskinan akan mencerminkan keberhasilan sebuah negara untuk membuat rakyatnya sejahtera.
Terlepas dari kebenaran data tentang jumlah masyarakat miskin Indonesia yang disampaikan oleh SBY dan Prabowo Subianto dengan data yang disampaikan oleh BPS, namun pada kenyataannya dilapangan rakyat mengeluhkan prekonomian yang mereka alami, dari hari kehari yang semakin sulit.
Disebabkan lapangan kerja yang semakin menyempit, ditambah dengan tingginya harga harga barang dipasaran. Sementara pendapatan rakyat perkapita sangat rendah. Akibatnya daya beli masyarakatnyapun menjadi menurun.