Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), kini bukan saja memiliki kinerja sebagai pengawas, terjadinya pelanggaran terhadap pelaksanaan Pemilihan Umum (pemilu) disemua tingkatan. Baik itu Pemilu Legeslatif, maupun Pemilu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Walikota, Bupati, maupun Gubernur, dan Pemilu Pemilihan Presiden (Pilpres), tapi melainkan juga Bawaslu menjadi eksekutor terhadap pelanggaran pelanggaran yang terjadi.
Untuk pertama kalinya Bawaslu, mulai menangani laporan pelanggaran administrasi Pemilu yang diadukan oleh beberapa partai politik sebagai calon peserta pemilu. Partai politik ini mengadukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), karena menghentikan proses verifikasi administrasi, maupun verifikasi factual atas syarat syarat menjadi peserta pemilu legeslatif tahun 2019. Terhadap partai politik yang tidak memenuhi persyaratan.
Penghentian proses verifikasi administrasi itu dilakukan oleh KPU, karena beberapa partai politik itu tidak melengkapi semua syarat syarat yang diminta oleh Undang Undang (UU), mereka dinyatakan oleh KPU gagal sebagai partai politik peserta pemilu tahun 2019.
Dalam menangani pengaduan yang dilakukan oleh para partai politik yang dinyatakan oleh KPU sebagai partai politik, yang tidak memenuhi syarat sesuai yang diminta oleh UU, Bawaslu tidak saja melakukan penelitian, terhadap subtansi dari materi pengaduan yang disampaikan oleh partai politik, seperti yang terjadi sebelumnya. Tapi melainkan Bawaslu juga bertindak sebagai peradilan (eksekutor) dalam menangani pengaduan para partai politik.
Sebagai eksekutor, dalam menangani pelanggaran pelanggaran pemilu, Bawaslu membawa permasalahan itu kepada ruang sidang. Pelapor, yang melaporkan terjadinya pelanggaran pemilu, dan yang terlapor melakukan pelanggaran dihadirkan dipersidangan.
Ketua Bawaslu dan anggotanya, walau tidak memakai toga, tapi memiliki palu untuk mengetuk dimulainya persidangan, atau pun untuk mengakhiri persidangan, dan mengetuk untuk hal hal yang diagap penting. Pendek kata, apa yang dilakukan oleh Bawaslu dalam menangani suatu perkara pelanggaran pemilu, adalah hal yang baru, dimana sebelumnya, belum pernah terjadi pada pemilu pemilu sebelumnya.
Penangan terhadap terjadinya pelanggaran pemilu, bukan lagi berbentuk rapat kajian sebagaimana yang dilakukan oleh Bawaslu selama ini. Tapi kini Bawaslu membawa setiap persoalan terhadap pelanggaran pemilu kedalam bentuk persidangan.
Walaupun peraturan Bawaslu tentang tata cara penyelesaian pelanggaran pemilu belum disahkan oleh DPR. Akan tetapi Bawaslu telah menyiapkan dan mengajukan drafnya kepada lembaga legeslatif untuk disyahkan. Mengacu kepada draf tata cara inilah yang dipakai oleh Bawaslu dalam menyelesaikan setiap terjadinya pelanggaran pemilu. Dimana prakteknya mirip dengan persidangan dipradilan umum, maupun di Mahkamah Konstitusi (MK).
Wewenang Bawaslu:
Perubahan penanganan pelanggaran administrasi, dari semula berupa rapat kajian menjadi persidangan terbuka, merupakan implikasi atas perubahan wewenang Bawaslu dalam menyelesaikan pelanggaran administrasi pemilu.
Jika selama ini, Bawaslu hanya berfungsi sebagai Badan untuk melakukan pengkajian atas laporan telah terjadinya pelanggaran pemilu, kemudian hasilnya direkomendasikan kepada KPU, dan KPU lah yang akan menuntaskan terhadap pelanggaran pemilu tersebut. Tapi oleh karena KPU sering mengabaikan rekomendasi yang disampaikan oleh Bawaslu, maka didalam revisi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu memperkuat wewenang Bawaslu.
Bawaslu tidak lagi sebagai lembaga yang hanya sekedar pemberi rekomendasi terhadap terjadinya pelanggaran pemilu, tapi melainkan Bawaslu diposisikan sebagai lembaga eksekutor dan pemutus perkara. Pada setiap terjadinya pelanggaran pemilu.