Lihat ke Halaman Asli

Wisnu AJ

TERVERIFIKASI

Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Patgulipat antara Setnov dan KPK

Diperbarui: 15 Desember 2017   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fhoto/Republika.co.id

Kata Pat Gulipat, dilingkungan masyarakat Melayu pesisir,  merupakan suatu anekdot, yang diartikan dengan istilah " Siapa cepat dia mendapat ". Konstek ini sepadan dengan adengan pada drama bisu yang diperankan oleh Setya Novanto (Setnop) Ketua non aktip DPR RI dan juga Ketua Umum DPP Partai Golkar. Dalam kasus dugaan Korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang melibatkan Ketua DPR RI non aktif Setnov.

Setnov dalam kasus dugaan korupsi dana proyek pengadaan e-KTP, ditengarai merugikan Negara sebesar Rp 2,3 Triliun,- nampaknya kalah cepat dengan langkah yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam beberapa kasus yang sempat membelit Setnov, mulai dari Limbah beracun, sampai kepada Beras Bulog, kemudian menyusul Papa Minta Saham, dan kasus kasus lainnya yang memiliki unsure pidana, Setnov laksana seekor belut, licin dan licik dapat melepaskan diri dari jeratan hukum pidana yang membelitnya

Akan tetapi kali ini, Setnov seperti terkena batunya. Ketika KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka, dalam kasus dugaan korupsi dana proyek pengadaan e-KTP,  Setnovpun memainkan langkah Pat Gulipatnya. Dengan harapan agar dirinya terlepas dari jeratan hukum KPK.

Langkah pertama yang dilakukan Setnov untuk melawan KPK, mantan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI itu mengajukan permohonan praperadilan, kepengadilan negeri Jakarta Selatan. Pengajuan praperadilan itu, merupakan bentuk perlawanan Setnov terhadap KPK yang telah menetapkan dirinya sebagai tersangka, dalam kasus dugaan korupsi dana proyek pengadaan e-KTP.

Ternyata langkah Pat Gulipat Setnov itu membuahkan hasil. Hakim tunggal Cefy Iskandar yang menyidangkan kasus nya, memenangkan praperadilan yang diajukan oleh Setnov. Dari hasil keputusan sidang praperadilan itu, Setnov dapat merasa lega, karena hasil putusan pengadilan membatalkan penetapan diri Setnov sebagai tersangka yang diberikan oleh KPK.

KPK kalah cepat dengan Setnov. Hasil keputusan praperadilan itu, kemudian melahirkan pradiksi pradiksi liar ditengah tengah masyarakat . Antara pro dan kontra. Dugaan bahwa Setnov main mata dengan hakim yang menyidangkan praperadilan itupun muncul kepermukaan, walaupun sampai saat ini tidak dapat untuk dibuktikan.

Namun tidak kalah menariknya, masyarakatpun berpendapat tentang kinerja KPK yang belakangan sering kalah dalam praperadilan. Tidaklah salah jika masyrakat meragukan kinerja KPK dalam menentapkan seseorang menjadi tersangka dengan alat bukti yang lemah. Sorotan tajampun menuju kearah KPK.

Sebagai lembaga rasuah yang ditugasi oleh Undang Undang untuk melakukan pemberantasan korupsi, lalu tidak begitu saja patah arang. KPK ingin membuktikan jika penetapan tersangka terhadap para koruptor, berdasarkan alat bukti yang sahih. Bukan alat bukti yang doib, yang tidak dapat untuk dipertanggungjawabkan secara hukum.

Belajar dari kekalahannya pada praperadilan yang dimohonkan oleh Setnov, KPK mengkaji ulang kembali tentang alat bukti yang mereka milikki. Pemanggilan terhadap Setnop untuk diperiksa, dilakukan berulang kali.  Namun Setnov tetap mankir dari panggilan KPK. Setnov seolah olah ingin memperlihatkan kehebatannya kepada KPK.

Merasa dilecehkan oleh Setnov, KPK kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka untuk yang kedua kalinya. Sebagai tersangka kedua kalinya, Setnov tetap juga mangkir dari panggilan KPK dengan berbagai dalih dan alasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline