Banyak orang yang menafsirkan, jika hujan datang untuk jangan pergi keluar rumah. Walaupun ada janji penting yang harus ditepati. Jika seorang teman, atau orang lain yang telah membuat janji dengan kita mempertanyakan “ Jadi datang “, atau dia berkata “bagaimana janji kita untuk ketemu hari ini?” atau lain sebagainya, pada hal saat itu sedang turun hujan. Pasti kita menjawab “ Masih hujan tunggu reda” inilah jawaban yang sering dilontarkan oleh orang orang ketika hari hujan.
Mengutif syair lagu Dedi D Iskandar “ Hujan Dimalam Minggu” juga sama dengan yang diatas “ Hujan Dimalam Minggu Kau tidak jadi datang “ dan seterusnya “ Hanya gara gara hujan dimalam minggu kau batalkan janji “ seperti inilah lagu Hujan Dimalam Minggunya Dedi D Iskandar. Pada hal seseorang telah membuat janji dengan seorang wanita untuk ketemu di malam Minggu, tapi karena malam itu hujan lantas dia membatalkan janjinya.
Tentu betapa kecewanya sang wanita tersebut. Ia telah bersolek untuk menyambut kedatangan sang kekasihnya itu. Pada hal sebelumnya sang peria telah bersumpah “ Gunung yang tinggi kan kudaki, lautan kan kuseberangi”, tapi nyatanya hanya gara gara hujan dimalam itu sang pria membatalkan janjinya untuk ketemu.
Banyak cerita cerita tentang hujan yang ditafsirkan dengan hal yang salah. Namun banyak juga cerita cerita tentang hujan yang meninggalkan sejuta cerita dan kenengan. Namun yang pasti hujan bukan menyuruh jangan pergi, untuk menemui seseorang atau hujan jangan sampai membatalkan janji.
Ketika penulis masih duduk dibangku SLTA, penulis juga tidak pernah mengerti tentang makna hujan. Penulis sering menggunakan hujan sebagai alasan, baik untuk masuk sekolah, atau untuk bertemu dengan kawan. Mungkin bukan penulis saja yang sering menjadikan hujan sebagai kambing hitam, tapi hampir banyak orang sering menjadikan hujan sebagai kambing hitam untuk mengingkari janji.
Suatu hari, penulis tidak masuk sekolah. Ketika orang tua penulis bertanya kenapa tidak sekolah, penulis menjawabnya masih hujan, jika hujan sudah reda baru berangkat sekolah. Memang kebetulan pagi itu hujan turun dengan derasnya. Kebiasaan orang tua tua dikanpung memang mudah untuk di kibuli, karena selama ini mereka juga yang sering memberikan pelajaran yang baik dan yang buruk. Jika hujan, mereka melarang anak anaknya untuk tidak keluar rumah, dengan alasan nanti mereka jatuh sakit jika terkena air hujan. Apa lagi jika hari hujan itu disertai dengan dentuman suara Guntur. Mereka melarang anak anaknya keluar bermain hujan atau untuk keperluan apapun, karena mereka takut nanti disambar petir.
Pelarangan untuk keluar rumah jika hari hujan, berlaku dari kurun waktu kekurun waktu, dan dilakoni secara turun temurun bagi orang orang tua dikampung sampai kepada anak cucunya. Memang apa yang diterapkan oleh orang orang tua dikampung itu, ada juga benarnya, tapi tidak sedikit pula ada yang salah dalam penerapan dan penapsiran tentang hujan itu. Pendek kata anak anak dikampungpun menjadi terbiasa dengan petuah petuah orang tua itu, akhirnya petuah petuah orang tua untuk melarang anaknya keluar rumah apa bila hari hujan, semacam menjadi senjata makan tuan.
Setiap hari hujan anak anak dikampungpun tidak mau keluar rumah, walaupun orang tuanya menyuruhnya. Misalnya orang tuanya menyuruh untuk membelikan sesuatu diwarung, sianak akan menjawab, hari masih hujan. Nantilah kalau hujan sudah reda. Mau tidak mau siorang tuapun hanya diam, karena awalnya merekalah yang melarang anaknya untuk tidak keluar rumah apa bila hari hujan.
Akhirnya setiap hujan pagi hari penulispun tidak masuk sekolah. Besoknya ketika masuk sekolah, dan diabsen. Wali kelas menanyakan kemana semalam kenapa tidak masuk sekolah, penulis menjawab dengan alasan hujan. Sang wali kelaspun diam dan mungkin dia juga maklum. Karena sang wali kelas ini teringat akan larangan orang orang tuanya dahulu, melarangnya untuk keluar rumah apa bila hari hujan.
Namun alasan penulis dengan mengkambing hitamkan hujan, tidak selamanya makbul dan jitu. Kalau selama ini penulis tidak masuk sekolah dengan alasan hujan bisa diterima oleh wali kelas dan guru dimana penulis bersekolah. Penulis kembali tidak masuk sekolah, karena pagi itu kebetulan hujan. Orang tua penulis maklum kalau hari itu penulis tidak berangkat kesekolah, tapi akan tetapi wali kelas penulis yang baru masuk mengajar di sekolah penulis, mungkin tidak maklum atau tidak biasa jika seorang muridnya tidak sekolah dengan alasan hujan.
Besoknya penulis masuk sekolah, begitu selesai absen, sang wali kelas yang baru memanggil penulis kemejanya. Penulis berdiri persis dihadapannya. Sang wali kelas yang merupakan guru baru dikelas penulis memperhatikan penulis sambl tangannya membolak balik buku absen. Penulis tetap berdiri di depan meja dimana sang wali kelas duduk.