[caption caption="Begrount/Fhoto pixabay"][/caption]Ada tiga hal yang dominan sebuah surat kabar untuk dapat bertahan hidup. Pertama surat kabar tersebut dibeli dan dibaca oleh orang banyak, kedua memiliki pemasang iklan yang berjubel dan yang ketiga, walaupun hal ini agak ekstrem, tapi ini sebuah kenyataan, surat kabar atau Koran yang menjadi tameng bagi bisnis ilegal, tentu akan dapat bertahan hidup.
Tanpa tiga hal tersebut, sehebat apa pun sebuah surat kabar dalam menyajikan pemberitaan, ulasan dan sebagainya jika tidak dibeli dan dibaca, juga akan mengalami kebangkrutan. Sebanyak apa pun iklan yang disajikan sebuah surat kabar, jika tidak dibaca dan dibeli, tentu tidak mempunyai pengaruh terhadap perkembangan produksi bagi pemasang iklan, juga koran tersebut akan mengalami defisit biaya cetak dan gaji para karyawannya. Namun, sebaliknya, seburuk apa pun penampilan sebuah koran, baik dalam pemberitaan maupun ulasannya, akan tetapi jika menjadi pelindung bagi pengusaha yang menjalankan bisnis ilegalnya, koran tersebut tentu dapat bertahan hidup, sejauh bisnis ilegal itu masih tetap berjalan.
Senjakalanya atau yang lebih tepatnya matinya sebuah surat kabar pasti akan terjadi. Penyebabnya tak lain karena perkembangan zaman yang semakin pesat. Hidup-matinya sebuah surat kabar sama seperti hidup-matinya seorang manusia. Kecil, besar, tua, dan mati. Kematian adalah sebuah rotasi yang tidak dapat dihindarkan.
Sejak adanya penerbitan surat kabar di Indonesia, sampai pada saat ini di awal tahun 2016, entah sudah berapa banyak surat kabar yang muncul dan kemudian mati. Contoh yang paling anyar adalah matinya surat kabar Sinar Harapan, salah satunya Koran tertua di Indonesia, pada awal Januari 2016, menyatakan menutup dirinya sampai batas yang tidak bisa untuk ditentukan. Tutupnya Sinar Harapan menurut pemimpinnya disebabkan ketidakmampuan keuangan Sinar Harapan untuk membiayai operasionalnya.
Belajar dari tutupnya atau matinya sebuah surat kabar besar di Indonesia ini, tentu menimbulkan pertanyaan bagi kita, adakah koran besar skala Sinar Harapan akan menyusul untuk menutup dirinya alias tidak terbit lagi? Tentu kita akan menjawab ada?
Karena melihat dari perkembangan media online yang merekrut para warga untuk dijadikan jurnalis. Media online merupakan media cepat saji, karena jurnalis warganya ada di mana saja, dan selama 24 jam siap menyajikan informasi yang mereka dapat.
Menjamurnya media online, dan menjamurnya warung internet (warnet) yang membuka diri selama 24 jam, membuat para generasi muda yang jumlahnya lebih banyak dari generasi tua mulai enggan untuk membaca surat kabar yang beritanya ditulis di atas kertas.
Para generasi muda ini lebih cenderung membuka internet untuk mencari informasi di belahan dunia, dan apa saja yang mereka perlukan sebuah informasi cukup untuk membuka internet dengan biaya Rp 3000/jamnya.
Tentu berbeda dengan membaca dan membeli surat kabar, yang harganya setara dengan biaya ineternet/jamnya. Surat kabar belum tentu dapat menyajikan sebuah informasi yang faktual dari belahan dunia, tapi internet hanya dengan Rp 3.000/jamnya sudah pasti dapat mengakses informasi secara lengkap di belahan dunia. Akibat inilah salah satunya surat kabar akan ditinggalkan oleh para generasi muda yang semakin mahir mempermainkan internet dengan segala perangkat lunaknya.
Maka wajar saja seorang wartawan yang bekerja di surat kabar mengalami rasa gusar, karena lambat laun bahwa surat kabar tempat dia bekerja akan mengalami senja kala. Ada dua hal kegusaran seorang wartawan jika surat kabar tempat dia bekerja ditutup atau mati. Pertama jelas bahwa dia akan kehilangan pekerjaannya, dan yang kedua dia akan kehilangan untuk tempat penyaluran impormasi yang didapatnya di lapangan.
Seorang wartawan sejati, yang menyajikan pemberitaan yang diliputnya bukan untuk kepentingan pengusaha/pejabat, tapi melainkan untuk kepentingan orang banyak, tentu tidak mempersoalkan tutupnya atau matinya surat kabar dia bekerja dengan alasan kehilangan pekerjaan. Tapi dia lebih merasa gusar karena tidak adanya tempatnya lagi untuk menyuarakan hati nurani rakyat yang diliputnya.