[caption caption="Begrount/Fhoto.www.lensaindonesia.com"][/caption]Kasus tertangkap tangannya tiga orang hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Sumatera Utara, yakni Torifeni Iriyanto Putro yang juga Kepala PTUN Sumatera Utara, serta Amir Fauzi dan Dermawan Ginting, serta Panitra Sekretaris PTUN Sumut Syamsir Yusfan dan seorang pengacara dari kantor hukum OC.Kaligis M.Yagari Bhastara.a.k.a Gery oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU) baru baru ini. Menambah panjangnya daftar hakim di Indonesia yang terlibat suap dan korupsi.
Menurut berita yang di lansir oleh beberapa media terbitan Sumut, menyebutkan kasus tertangkap tangannya hakim PTUN dan Panitra Sekretaris PTUN Sumut, karena di duga telah menerima suap yang di berikan oleh seorang pengacara dari kantor hukum OC.Kaligis selaku kuasa hukum Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) Ahmad Fuad yang telah di tetapkan oleh Kejaksaan Agung sebagai tersangka dugaan korupsi terhadap Dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemprovsu Tahun 2012 – 2014.
Atas pernyataan tersangka yang diberikan oleh Kejaksaan Agung, maka Ahmad Fuad melakukan gugatan terhadap Kejagung ke PTUN. Yang kemudian PTUN Sumut menerima sebahagian dari gugatan yang di sampaikan oleh Ahmad Fuad, dengan keputusan bawa penetapan Ahmad Fuad sebagai tersangka tidak syah secara hukum. Apakah keputusan PTUN Sumut yang memenangkan Ahmad Fuad, karena adanya suap yang di berikan oleh sang pengacara kepada Hakim PTUN yang menyidangkan perkara itu? Belum terungkap dengan jelas.
Terungkapnya para hakim yang terlibat korupsi, tentu melahirkan preseden buruk bagi Lembaga Kehakiman. Kepercayaan masyarakat terhadap benteng terakhir keadilan itu akan menjadi luntur. Betapa tidak, pangadilan yang selama ini sebagai tempat untuk mencari keadilan, ternyata tidak memberikan rasa keadilan. Sebab ternyata di pengadilan hukum dapat untuk diperjual belikan. Semboyan “ Hukum Harus Ditegakkan Sekalipun Langit Akan Runtuh” ternyata hanya merupakan livservis belaka, bagi orang orang yang sedang mencari keadilan.
Hakim sebagai manusia setengah dewa, karena mereka adalah wakil Tuhan dimuka bumi untuk memberikan keadilan, bagi orang orang yang mencari keadilan, ternyata mereka telah menyalah gunakan wewenang dan kekuasaannya ketika mengetok palu di meja hijau. Akibatnya tak jarang pula keputusan yang di berikan oleh seorang hakim mencedrai rasa keadilan masyarakat yang mencari keadilan.
Sebagai wakil Tuhan dimuka bumi, seharusnya mereka tidak terkalahkan oleh bisikan bisikan setan yang menyesatkan, tapi malah kebalikan nya, para wakil Tuhan ini menyerah kalah dengan bisikan bisikan setan, sehingga mereka tak kuasa untuk menahan diri dari hawa nafsunya. Sehingga membuat mereka terperosok kedalam lembah kehinaan di duniawi.
Contohlah Umar Bin Khatab, ketika beliau menajadi Khalifah, Umar berlaku adil kepada siapapun. Dalam memutus perkara hukum Umar tidak pernah berpihak. Umar tetap menyalahkan yang salah, sekalipun itu dari kelompoknya, istri dan anaknya. Dan sebaliknya Umar akan berpihak kepada yang benar, sekalipun kebenaran itu datangnya dari kelompok kaum Jahudi. Bagi Umar keadilan adalah hak semua orang, tampa terkecuali, dari kaum manapun dia berasal. Keadilan tidak memandang Suku Agama dan Ras. Apa lagi yang namanya Rial Rupiah, Ringgit dan Dollar.
Walaupun tidak semua hakim di negeri ini yang berprilaku buruk seperti yang tertangkap tangan oleh KPK, karena masih banyak lagi hakim hakim di negeri khatulistiwa ini yang mempunyai moral yang baik. Akan tetapi yang terungkap hari ini cukup mencoreng lembaga kehakiman. Kini kita sedang menunggu murka yang akan diturunkan oleh tuhan kepada hakim hakim yang nakal, yang notabene adalah wakil tuhan dimuka bumi yang telah melakukan korupsi. Dan yang telah menyalah gunakan wewenang serta kekuasaannya.
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H