Lihat ke Halaman Asli

Wisnu AJ

TERVERIFIKASI

Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Rendahnya Harga Diri Rupiah Dimata Dollar

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14274449361130747515

Harga diri rupiah, mata uang resmi Negara Republik Indonesia, semakin tahun mengalami kemerosotan, bila di banding dengan mata uang Negara asing, terutama dollar Amerika serikat (AS), mata uang rupiah nilai krusnya semakin anjlok, terjun bebas, dari Rp 10.000,-/dollar AS hingga tembus Rp 13.000,-/dollarnya.

Melonjaknya harga dollar di mata rupiah bukanlah hal yang sepele seperti yang banyak di bayangkan oleh orang. Turunnya nilai tukar rupiah berdampak kepada prekonomian masyarakat, dan naiknya harga harga bahan di pasaran, terutama bahan bakar minyak (BBM). Karena pasokan BBM ke negeri ini masih mengandalkan impor dari Negara luar.

Indonesia tidak saja mempunyai ketergantungan komoditi impor Mintak dan Gas (Migas), tapi melainkan juga mempunyai ketergantungan terhadap komoditi impor lainnya, seperti pangan, yang mencakup beras, ketan, gula, dan lain sebagainya, kemudian buah buahan, Indonesia masih mengandalkan buah buahan komoditi impor, termasuk barang barang elektronik lainnya.

Untuk memenuhi keputuhan pangan Indonesia masih mempunyai ketergantungan terhadap komoditi impor beras dari beberapa Negara tetangga, seperti Thailand, Miyanmar dan Filipina. Swasembada pangan dan beras yang di canangkan oleh pemerintah, nampaknya masih sebatas harapan yang entah kapan terujutnya.

Karena sampai saat ini pemerintah Indonesia, belum mampu untuk membatasi terjadinya alih pungsi lahan pertanian kepada lahan perkebunan. Kendala terhadap swasembada pangan dan beras ini, karena banyaknya lahan lahan pertanian yang di alih fungsikan oleh pemiliknya, dari lahan pertanian padi kepada lahan perkebunan kelapa sawit.

Perobahan perobahan aiih fungsi lahan ini, terjadi karena modal untuk pertanian menanam padi, memerlukan banyak mekanisme, mulai  dari bibit (gabah) yang harganya juga semakin hari semakin mahal, belum lagi harga pupuk dan sulitnya untuk mendapatkan pupuk bersubsidi bagi petani, sehingga para petani menjadi kesulitan untuk memupuk tanaman padinya. Dan setelah panen harga jual gabahnya anjlok. Maka untuk menghindari termakan modal inilah yang menyebabkan para petahi banyak yang mengalih fungsikan lahan pertaniannya menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.

Seluruh komoditi impor yang masuk kenegara Indonesia di beli dengan menggunakan mata uang dollar. Jika nilai krus dollar terus menekan harga rupiah, maka harga barang barang di pasaran akan melonjak naik tidak terkendali. Yang ironisnya yang sering terjadi kenaikan harga barang barang ini tidak saja terhadap barang barang impor, tapi melainkan imbasnya juga terjadi terhadap kenaikan barang barang local di tanah air.

Jatuh bangunnya nilai mata uang rupiah di mata dollar bukan baru kali ini terjadi, tapi melainkan telah berulang kali. Pada tahun 1997 kejatuhan nilai krus rupiah terhadap nilai dollar mengalami pada titik nadir. Dari nilai tukar Rp 20,000,-/dollar melonjak cukup draktis menjadi Rp 20.000,-/dollarnya.

Rupiah masa itu mengalami depresiasi yang menimbulkan kontraksi terhadap ekonomi. Perusahaan perusahaan yang berbasis resources impor banyak mengalami kebangkrutan, karena perusahaan perusahaan yang berbasis impor ini tidak mampu lagi untuk membeli barang barang impor untuk keperluannya, karena di sebabkan bahan bahan komoditi impor di pasaran harganya melonjak tajam, tidak terkendali.

Akibatnya perusahaan perusahaan ini terpaksa merumahkan kariyawannya dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jumlah penganguranpun bertambah, dan berdampak sistimatis terhadap timbulnya kejahatan yang membuat masyarakat tidak lagi merasa aman dan nyaman. Dan pada akhirnya berdampak kepada terhambatnya pertumbuhan ekonomi.

Kejatuhan nilai rupiah di mata dollar seharusnya jangan di pandang sebelah mata, karena pada intinya merosotnya nilai rupiah terhadap dollar mempunyai dampak dalam sendi sendi kehidupan dan prekonomian masyarakat. Sudah selayaknyalah pemerintah mencari akar masalah dalam hal melemahnya nilai rupiah terhadap dollar.

Harga Diri Bangsa :

Penurunan harga diri  rupiah juga berkaitan erat dengan harga diri bangsa di mata bangsa asing, karena bangsa ini mempunyai ketergantungan yang cukup besar terhadap barang komoditi impor. Terutama dalam hal BBM. Walaupun negeri ini kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) nya namun dalam hal pengelolannya belumlah maksimal.

BBM yang di hasilkan oleh tambang tambang minyak yang tersebar di seluruh nusantara terpaksa di ekspor keluar negeri untuk pengolahannya, kemudian setelah siap saji, BBM itu baru di impor kembali kedalam negeri, tentu dengan harga yang cukup tinggi berdasarkan nilai dollar.

Persoalan melemahnya nilai rupiah di sebabkan minimnya  komoditi ekspor yang dimiliki oleh Negara Indonesia, tidak sebanding dengan komoditi impor yang masuk kenegara Indonesia. Akibatnya suplai dollar lebih kecil masuk ke Negara Indonesia, dari pada dollar yang keluar dari dalam negeri.

Akibatnya terjadi  deficit neraca perdagangan, karena di picu tingginya nilai impor di bandingkan dengan nilai ekspor dalam negeri secara nasional. Dan akibatnya kemampuan  untuk membayar barang imporpun menjadi menurun.

Kemudian pada sisi lain melemahnya nilai tukar rupiah di mata dollar, juga di akibatkan tingginya beban hutang Indonesia terhadap Negara Negara maju. Akibat tingginya beban hutang yang di pikul oleh Negara Indonesia, membuat persediaan dollar setiap tahunnya menjadi menipis, karena pembayaran hutang hutang Indonesia juga di bayar dengan dollar.

Slain factor internal yang menjadikan nilai rupiah rendah terhadap nilai mata uang dollar, penyebab lain nya adalah, semakin membaiknya prekonomian Negara  Negara maju, terutama Negara AS.

Secara logikanya, dengan membaiknya prekonomian Negara Negara maju, tentu secara otomatis pula para investor akan mengalihkan investasinya dari Negara Negara berkembang kepada Negara Negara maju. Karena lebih aman ber-imvestasi di Negara Negara maju ketimbang di Negara Negara berkembang.

Memutus Mata Rantai Impor :

Untuk mengembalikan harga diri rupiah yang semakin hari semakin buram, kepada harga diri rupiah yang lebih cemerlang. Sudah saatnya pemerintah Jokowi Dodo (Jokowi) untuk memutus mata rantai impor. Terutama dalam hal BBM dan pangan.

Pengelolaan Minyak dari tambang tambang minyak milik Indonesia, sebaiknya di olah di dalam negeri kemudian di pasarkan di dalam negeri untuk kebutuhan masyarakat. Bukankah negeri ini memiliki SDM yang berkualitas. Pengelolaan minyak sudah seharusnya di lakukan di dalam negeri oleh anak bangsa yang memiliki SDM yang trampil.

Kemudian swasembada pangan dan beras, seperti yang di wacanakan oleh pemerintah, harus secepatnya di realisasikan. Pemerintah harus memberikan perhatian terhadap para petani,  dan memberi  kemudahan kepada para petani untuk mendapatkan gabah dan pupuk. Hal ini perlu di lakukan oleh pemerintah, agar para petani tidak lagi kesulitan untuk mendapatkan gabah dan pupuk. Maka dengan demikian Indonesia tidak lagi mempunyai ketergantungan terhadap komoditi impor pangan dan beras.

Apa yang di katakan oleh Bung Karno Presiden Pertama Indonesia bahwa negeri ini adalah “ Negeri Ratna Mutu Manikam, Tata Tentram Tata Raharja “ yang memiliki SDA yang melipah ruah. Hanya saja nampaknya sampai saat ini pemerintah belum memaknai apa yang pernah di katakan oleh Bung Karno itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline