Lihat ke Halaman Asli

Apa Kabar Para Penjarah pada Kerusuhan Mei 98?

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Jadi waktu itu mas, di Solo suasana mencekam. Saya nitip mobil saya di rumah temen saya. Eh malah ternyata rumah temen saya itu ada disekitar rumah-rumah orang, maaf, Cina, dan kabarnya mau diserang sama gerombolan. Makanya pagi-pagi setengah enam saya langsung ambil mobil saya terus saya titipkan ke tetangga saya. Kebetulan tetangga saya mau dititipi.

Pernah suatu malam saya kan iseng-iseng ngliat kondisi di jalan. Sepi banget. Yang lewat cuma tukang becak. Tukang becaknya pada mbawa TV, kulkas dan macem-macem mas. Itu barang hasil njarah di toko namanya toko Luwes.

Yang saya kasihan itu, ada tetangga depan rumah orang tiong hoa. Dia jualan material bangunan. Tokonya itu di depan, rumahnya ada di belakang tokonya. Pas waktu itu, malam-malam tokonya sudah habis di jarah. Lha kok ya tega-teganya si penjarah yang belum kebagian itu datang ke rumahnya nggedor-nggedor pintu. Pas dibukain, dia bilang ‘Aku durung oleh...’ (“aku belum dapat” --pen). Langsung barang-barang di dalam rumah itu dikeluarin semua. Dijarah, mas. Kalau itu aku ngliat sendiri, lha wong orang yang dijarah itu tetanggaku.”

Itu sepenggal ucapan seseorang yang saya temui di kereta api Sancaka Sore, Sabtu lalu. Dia orang Solo. Berawal dari obrolan basa-basi untuk menghilangkan bosan, topik pembicaraan beralih kepada kerusuhan Mei 98. Memang awalnya membicarakan topik hangat mengenai Pilpres dimana salah satu pilpresnya dituduh terlibat dalam kerusuhan itu. Berangkat dari topik tersebut, kami mulai beralih tentang situasi dan kondisi saat Mei 98 di kota Solo dan Jogja. Saya sendiri tidak lantas mengecek kebenaran cerita kenalan baru saya itu. Toh itu hanya obrolan ringan saja, dan memang nyatanya banyak bukti yang menunjukkan bahwa penjarahan itu terjadi.

Di sini, saya tidak sedang membicarakan capres yang dituduh terlibat pada kerusuhan tersebut lho. Mau terbukti atau tidak, silakan dibahas di tempat lain. Sekali lagi, saya tidak sedang membicarakan capres yang dituduh terlibat pada kerusuhan tersebut. Karenanya saya masukka tulisan ini ke kategori Sosbud, bukan Politik. Saya hanya ingin membicarakan tentang para penjarah yang melakukan penjarahan ketika kerusuhan itu terjadi, baik di Solo, Jakarta atau tempat lain. Terlepas pendapat sebagian orang bahwa penjarahan itu “dikompori” oleh oknum tertentu, faktanya memang ada masyarakat yang “terpancing” untuk ikut menjarah.

Saya penasaran dengan orang yang turut menjarah pada saat itu. Apa pun dalih yang digunakan sebagai dasar untuk menjarah, saya tetap penasaran bagaimana mereka menjalani sisa hidupnya. Saya penasaran, apa yang dia rasakan ketika dia melihat peringatan kerusuhan Mei 98 yang selalu diulang-ulang tiap tahun. Saya penasaran, apa yang dia rasakan bila mengingat perbuatannya turut menjarah atau bahkan turut melakukan intimidasi. Saya penasaran, bagaimana perasaannya jika suatu saat anaknya tahu bahwa bapak atau ibunya adalah seorang penjarah. Saya penasaran, apa yang akan dia sampaikan apabila membaca tulisan saya ini.

Sempat saya berkata kepada kenalan saya di kereta tersebut “Kira-kira gimana ya mas, mereka para penjarah itu menjalani hidupnya sekarang. Nyesel atau gimana ya?”.

“Ya kalau emang orangnya semi gali (preman --pen), yo paling nggak nyesel mas,” ujar dia.

Note:
Sekali lagi, saya tekankan bahwa artikel ini bukan artikel bertendensi kampanye pilpres.
Kalau ada komentar di comment box yang berbau kampanye, saya hapus.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline