Oleh Wisnu Wisaksono Pemerhati Penempatan PMI
Peraturan BP2MI no 9 tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI, pada dasarnya membebaskan PMI (dalam 10 jenis jabatan) dari 14 item biaya penempatan, 12 item biaya ditanggung Pengguna/User, dan 2 item biaya ditanggung Pemerintah. Yang ditanggung Pengguna adalah biaya tiket berangkat, tiket pulang, visa kerja, legalisasi PK (Perjanjian Kerja), Jasa P3MI, Penggantian Paspor, SKCK, BPJS, Medikal dan Psiko Test, Medikal Tes Tambahan di negara tujuan, Transpor lokal dari daerah asal ke Embarkasi, dan Akomodasi selama menunggu pemberangkatan. Sedangkan yang ditanggung Pemerintah adalah biaya Pelatihan dan biaya Sertifikasi Kompetensi Kerja.
Niat mulia dari pembebasan biaya penempatan PMI tersebut dilatar belakangi oleh terjadinya praktek biaya berlebih {over charging} terhadap PMI oleh oknum P3MI di masa lalu, serta memenuhi amanat pasal 30 UU 18/2017 , yang diilhami oleh Konvensi ILO no 181 pasal 7. Terbitnya Peraturan BP2MI no 9/2020 sekaligus mencabut Peraturan Kepala BNP2TKI no 22/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembiayaan Penempatan TKI ke Luar Negeri Melalui Kredit Usaha Rakyat TKI , serta membatalkan Peraturan BP2MI no 2 /2020 tentang Biaya Penempatan PMI. Pembiayaan Penempatan TKI ke Luar Negeri Melalui Kredit Usaha Rakyat TKI , serta membatalkan Peraturan BP2MI no 2 /2020 tentang Biaya Penempatan PMI.
A. Taksiran Kasar Besarnya Penghematan Devisa
- PMI ke Singapore
CS ke Singapore diatur oleh Kepmenaker 588/2012. Penghematan devisa yang terjadi dengan terbitnya Peraturan BP2MI 9/2020 adalah hilangnya biaya yang seharusnya ditanggung PMI, meliputi biaya Medikal dan Psikotes (Rp 950 ribu) , Tiket pesawat (Rp 1,450 juta), BPJS (Rp 400 ribu) , Airport tax dan handling (Rp 300 ribu), Penggantian Paspor (Rp 255 ribu), dan Jasa P3MI sebesar Rp 3,150 juta . Juga hilangnya biaya Fee Agency Singapore sebesar 2 bulan Gaji ( Sin $ 1200 = Rp 12 juta ) . Maka akan diperoleh total penghematan devisa tiap PMI sebesar Rp. 18.255.000. Jika digunakan asumsi bahwa jumlah penempatan PMI adalah kurang lebih sama dengan data tahun 2019, yakni sebanyak 16.383 PMI, maka diperoleh angka kasar penghematan devisanya adalah sebesar Rp 300 Milyar setahun.
Dengan asumsi bahwa PMI yang berangkat secara unprosedural sebanyak 3 kali lebih banyak daripada yang procedural, maka total penghematan devisa PMI ke Singapur adalah sekurangnya 4 kali Rp 300 milyar = Rp 1,2 Triliun per tahun.
- PMI ke Hongkong
CS ke Hongkong diatur oleh Kepmenaker 98/2012.. Penghematan devisa yang terjadi dengan terbitnya Peraturan BP2MI 9/2020 adalah hilangnya biaya yang seharusnya ditanggung PMI, meliputi biaya Medikal dan Psikotes (Rp 950 ribu) , Tiket pesawat (Rp 4 juta), BPJS (Rp 400 ribu) , Airport tax dan handling (Rp 300 ribu), Penggantian Paspor (Rp 255 ribu), dan Jasa P3MI sebesar Rp 4.114.000 . Juga hilangnya biaya Fee Agency Hong Kong sebesar 10 % Gaji pertama Rp 411.400 Maka akan diperoleh total penghematan devisa tiap PMI sebesar Rp. 10.430.000. Jika digunakan asumsi bahwa jumlah penempatan PMI adalah kurang lebih sama dengan data tahun 2019, yakni sebanyak 59.248 PMI, maka diperoleh angka kasar penghematan devisanya adalah sebesar Rp 620 Milyar setahun.
- PMI ke Taiwan
- Sektor informal
- CS ke Taiwan sektor informal diatur oleh Kepmenaker 296/2012.. Penghematan devisa yang terjadi dengan terbitnya Peraturan BP2MI 9/2020 adalah hilangnya biaya yang seharusnya ditanggung PMI, meliputi biaya Medikal dan Psikotes (Rp 1.150.000) , Tiket pesawat (Rp 3 juta), BPJS (Rp 520 ribu) , Airport tax dan handling (Rp 150 ribu), Penggantian Paspor (Rp 110 ribu), dan Jasa P3MI sebesar Rp 4.752.000. Visa kerja Rp 725 ribu. Juga hilangnya biaya Fee Agency Taiwan sebesar NT 60.00 = Rp 30 juta Maka akan diperoleh total penghematan devisa tiap PMI sebesar Rp. 40.407.000. Jika digunakan asumsi bahwa jumlah penempatan PMI adalah kurang lebih sama dengan data tahun 2019 sektor informal, yakni sebanyak 80 % dari 68.281 PMI, maka diperoleh angka kasar penghematan devisanya adalah sekurangnya sebesar Rp 2,2 Trilun setahun.
- Sektor formal
- CS ke Taiwan sektor formal diatur oleh Kepmenaker 295/2012. Penghematan devisa yang terjadi dengan terbitnya Peraturan BP2MI 9/2020 adalah hilangnya biaya yang seharusnya ditanggung PMI, meliputi biaya Medikal dan Psikotes (Rp 1.150.000) , Tiket pesawat (Rp 3 juta), BPJS (Rp 520 ribu) , Airport tax dan handling (Rp 150 ribu), Penggantian Paspor (Rp 110 ribu), dan Jasa P3MI sebesar Rp 5.714.000 Visa kerja Rp 725 ribu. Biaya promosi dan rekrutmen/job order Rp 13.150.000. Juga hilangnya biaya Fee Agency Taiwan sebesar NT 60.00 = Rp 30 juta Maka akan diperoleh total penghematan devisa tiap PMI sebesar Rp. 54.519.000. Jika digunakan asumsi bahwa jumlah penempatan PMI adalah kurang lebih sama dengan data tahun 2019 sektor formal, yakni sebanyak 20 % dari 68.281 PMI, maka diperoleh angka kasar penghematan devisanya adalah sekurangnya sebesar Rp 750 Milyar setahun.
- Jadi total penghematan devisa dari PMI ke Taiwan baik sektor informal maupun sektor formal sekurangnya sebesar Rp 3 triliun.
- Dengan mempertimbangkan keseluruhan PMI yang berangkat ke singapura, hongkong, Taiwan, maka taksiran kasar penghematan devisa yang disebabkan terbitnya Peraturan Kepala BP2MI no 9/2020 adalah sekurangnya sebesar Rp 4,8 Triliun per tahun.
- B. Analisis Untung Dan Rugi nya Peraturan BP2MI no 9/2020
- 1.Keuntungannya
- a. kebijakan pembebasan biaya bagi penempatan PMI melalui peraturan BP2MI no 9/2020 adalah menghasilkan penghematan devisa sekurangnya sebesar Rp 4,8 Triliun per tahun nya.
- b.kebijakan ini menjalankan amanat pasal 30 ayat 1 uu 18/2017, sehingga Nampak konsistensi antara peraturan perundangan dengan pelaksanaannya.
- c. di mata pergaulan internasional, Indonesia juga mendapatkan pengakuan/penghargaan karena menerapkan konvensi ILO no 181/1997.
- 2. Kerugiannya
- a. terdapat kemungkinan besar penolakan dari negara tujuan penempatan seperti Taiwan, dan singapura. Kalau pemerintah tidak pandai menjalankan diplomasi ketenagakerjaannya kepada Taiwan dan singapur maka kemungkinan besar akan kehilangan pasar kerja di kedua negara tersebut, yakni akan hilang lowongan pekerjaan sebanyak sekurangnya 115 ribu lowongan pekerjaan. Dari hongkong diperkirakan akan kehilangan lowongan pekerjaan bagi para CPMI yang baru pertama kali berangkat, diperkirakan sebesar 20 % dari total PMI yang ada di hongkong. Jadi diperkirakan akan kehilangan 15 ribu lowongan pekerjaan.
- Dengan demikian seandainya tidak ada negara tujuan penempatan yang baru maka akan terdapat pengangguran baru yang disebabkan tidak bisa bekerja ke 3 negara tersebut (singapura, hong kong, Taiwan) sebanyak 130 ribu pengangguran. Jika dihitung dengan Patokan angka berdasarkan data tahun 2019, maka kehilangan devisa dari PMI yang gagal berangkat ke singapur 16.383 PMI x $sin 600 x Rp 10.000 x 12 bulan = Rp 1,2 Milya. Hanya berlaku bagi PMI Prosedural ke singapur. Karena yang unprosedural tidak akan terpengaruh oleh kebijakan pembebasan biaya penempatan, alias akan jalan terus, jadi tidak di perhitungkan kerugiannya. Untuk PMI yang gagal berangkat ke Hong kong akan kehilangan devisa sebanyak 59.248 PMI x $hk 4.130 x Rp 1.700 x 12 bulan = Rp 500 Milyar. Dari PMI Taiwan yang gagal berangkat sektor informal sebanyak 80 % x 68.281 PMI x Nt 17.000 x Rp 500 x 12 bulan = Rp 5,6 Triliun, dan dari sektor formal yang gagal berangkat sebesar 20 % x 68.281 PMI x Nt 21.000 x Rp 500 x 12 bulan= Rp 1,8 Triliun. Total keseluruhan hilangnya devisa karena 130 ribu PMI gagal berangkat adalah sekurangnya sebesar Rp 7,9 Triliun. Jadi dapat dibayangkan yang akan di hemat devisa karena penerapan peraturan pembebasan biaya PMI adalah sebesar Rp 4,8 Triliun, akan tetapi kehilangan devisa karena 130 ribu PMI tidak bisa berangkat adalah sebesar Rp 7,9 Triliun. Alias merugi.
- b. Seandainya pun berhasil dipaksakan penerapan peraturan BP2MI no 9/2020 kepada negara tujuan maka perlu dipikirkan agar tidak terjadi kesan majikan sudah membeli PMI dengan membayar biaya yang mahal tersebut. Artinya jangan sampai timbul kesan bahwa PMI bisa diperlakukan semena-mena oleh pihak majikan.
- c. Pemerintah dipaksa harus bekerja keras dan cepat untuk menyelesaikan masalah penganggaran biaya pelatihan dan sertifikasi nya bagi PMI, yang mana hingga kini masih belum jelas benar solusi penyelesaiannya. Apakah betul pemerintah dapat melaksanakan amanat uu 18/2017 pasal 39 40 41 42 ? bagaimana kita bisa membayangkan, Seandainya pemerintah berhasil menekan ketiga negara tersebut (singapur, hongkong, Taiwan), sementara yang menjadi kewajiban di dalam negeri tidak diselesaikan? Wallahualam bishawab..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H