@Suara.com tanggal 23 Maret 2020 dimana SI (Self Isolation) atau SD (Social Distancing) tidak berjalan dengan semestinya di KRL (foto di atas)
Dalam tulisan sebelumnya yang berjudul Corona, perkuat surveillance dan aksi preventif (14/3/2020) https://www.kompasiana.com/wishnubio/5e6cb1dcd541df2e0d3ef062/corona-perkuat-surveillance-dan-aksi-preventif, ada tiga langkah besar penting untuk mengeliminir (mengurangi) sebaran virus corona (Covid -19) yaitu pertama, perkuat kesehatan diri untuk meningkatkan antibodi tubuh (sistem imunitas), sehingga tubuh dengan sendirinya memiliki daya tolak atau serang terhadap virus atau benda asing dalam tubuh.
Kedua, self isolation (terutama bagi penderita yang positif terkena virus tersebut) atau social distancing (upaya bagi masyarakat umum) yaitu "mengisolasi diri" dengan menjaga jarak dengan orang lain atau berdiam diri di rumah dalam jangka waktu tertentu.
Ketiga, memperkuat dukungan terhadap self isolation atau Social Distancing tersebut yaitu dengan dukungan perlengkapan diri misalnya dengan masker, upayakan menjaga jarak dengan orang lain atau tidak melakukan acara mengumpulkan orang lain atau menghindari penumpukan orang di dalam kendaraan umum bahkan pribadi.
Akhirnya Pemerintah Indonesia mengambil langkah yang relatif sebagai pilihan tepat, yaitu Self Isolation (SI) atau Social Distancing (SD). Kemudian, media juga menyitir komentar dan aksi pejabat pemerintahan dan juga para pakar dan pemerhati kesehatan masyarakat dengan memperkuat sistem imunitas dalam tubuh.
Dalam artikel penulis sebelumnya adalah mengenai perkuat surveillance (dari sisi pemerintah) dan dalam beberapa hari ini, pemerintah Indonesia juga mengambil langkah yang berani, yaitu memperkuat surveillance dengan melakukan pengadaan 1 - 2 juta rapid test untuk corona ini untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi dari kalangan masyarakat terutama estimasi pemerintah bahwa kemungkinan 300 ribu - 600 ribu orang berpotensi terpapar virus tersebut.
Artinya , pemerintah Indonesia siap - siap ambil resiko terburuk apabila 300 ribu - 600 ribu positif terkena corona dalam rapid test tersebut, meskipun secara statistik pertumbuhan penderita (real account) di media, puncaknya angka penderita yang diperkirakan di akhir bulan Maret - pertengahan April 2020, tidak mencapai sebanyak itu.
Bagaimana jika resiko terburuk terjadi? Apa dampaknya? dan mengapa hal itu terjadi?
Ayo kita ulas mengenai bagian ini, pertama, apabila resiko terburuk terjadi;
1. Periode pandemi menjadi panjang karena statistik estimasi puncaknya pada pertengahan April, tidak terjadi, angka penularan terus terjadi dan pertumbuhan terus meningkat bahkan sampai akhir pertengahan tahun bahkan akhir tahun.
2. Ada yang disebut multiple outbreak for the same pandemic. artinya gelombang penularan dan membeludaknya penderita itu bergelombang, mungkin puncak gelombang ada di pertengahan April kemudian turun, lalu meningkat lagi pada dua bulan berikutnya dan seterusnya mencapai ratusan ribu orang.