Lihat ke Halaman Asli

wishnu sukmantoro

Saya suka menulis dan fotografi. Suka menulis tentang politik, militer, humaniora, lingkungan dan kesehatan

Jokowi dan Kedaulatan Pangan

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1405843105973552932

Oleh Wishnu Sukmantoro

Nampaknya kemenangan Jokowi – JK tak terbendung dan eforia kemenangan meskipun kubu Jokowi meminta untuk tidak turun ke jalan alias di rumah saja dan bisa dipastikan diikuti pendukung – pendukungnya. Di masa pemerintahan Jokowi, ada satu masalah yang harus dituntaskan segera dalam 5 tahun ke depan, yaitu KEDAULATAN PANGAN. Banyak berita di tahun 2012 – 2013 dan kemudian diikuti dengan kampanye Capres, menyoroti secara tajam tentang kedaulatan pangan. Bagaimana mewujudkan kedaulatan pangan tersebut disaat kemandirian banyak produk pangan belum terwujud di Indonesia?

Kemandirian pangan adalah hal yang paling krusial di Indonesia terutama menjadi isu penting bertahun-tahun sejak orde lama – orde baru sampai periode reformasi termasuk dalam jargon swasembada beras yang menurut kalkulasi berbagai pihak pernah dicapai di Indonesia di masa Presiden Suharto tahun 1984. Swasembada beras sendiri tidak bertahan lama dan Indonesia kembali masuk dalam lubang ketergantungan terhadap impor bahan pangan dimulai dar terigu, beras sampai material hewani. Mengapa hal ini terjadi di saat banyak negara terutama negara – negara Asia Tenggara berupaya sekuat tenaga untuk swasembada produk pangan? Banyak aspek yang menjadi penyebab Indonesia tidak keluar dari lubang ketergantungan impor.

Pertama, Ketidak percayaan petani terhadap prospek (harapan) dan ketidakberpihakan banyak pihak termasuk implementasi dari regulasi terhadap pertanian. Di banyak wilayah pertanian yang notabene adalah menjadi milik petani, penjualan lahan-lahan pertanian untuk pemukiman, industri dan penggunaan lain menjadi hal yang umum dilakukan. Usaha pertanian identik dengan kaum marginal dan miskin sehingga secara psikologis memupus keinginan atau harapan generasi muda untuk bertani, pertanian yang mengandalkan alam juga sangat fluktuatif dan beresiko tinggi terhadap kerugian karena bencana alam, banjir, hama dan kekeringan dan porsi insentif desinfektifpun tidak berjalan untuk memberikan subsidi petani terhadap aspek kerugian apabila terkena bencana alam. Yang menarik lagi adalah seringkali petani dihadapkan permasalahan ketidak seimbangan cost (pengeluaran) dan benefit (keuntungan) yang dhasilkan dari pertanian terutama padi, palawija dan sayur-sayuran.

Kedua, regulasi yang merugikan petani, terutama regulasi daerah pasca otonomi daerah. Beberapa regulasi telah mendapat reaksi negatif dari masyarakat misalnya PP no 109 tahun 2012 tentang pertanian tembakau. Regulasi lainnya adalah PP no. 18 tahun 2010 tentang industri pertanian dan keberpihakan pemerintah kepada pertanian perusahaan bukan kepada pertanian rakyat. Akibat PP tersebut, saat ini sudah ada 33 perusahaan besar dalam antrean investasi untuk pertanian di Merauke. Investasi ini termasuk PMA yang mengancam petai-petani rakyat yang mengolah lahannya sendiri. Kemudian tentang perijinan untuk pengusahaan pertanian baik bagi perusahaan dan petani skala kecil masyarakat terutama bagi masyarakat petani yang menjadi beban apabila diterapkan.

Ketiga, infrastruktur dan penyuluh pertanian yang tidak memadai. Banyak petani mengeluhkan tentang infrastruktur yang tidak memadai terutama mengenai irigasi pertanian dan pengembangan waduk-waduk penampung air untuk pertanian. Petani-petani jagung di Kabupaten Garut, sampai akhir tahun 2012 mengeluhkan tentang irigasi yang tidak diperbaiki sejak 10 tahun lampau, dan kasus – kasus petani Garut ini juga dialami oleh ribuan petani diberbagai wilayah di Indonesia. Banyak pendapat menatakan bahwa masa orde baru justru infrastruktur pertanian lebih memadai dibandingkan saat ini. Kemudian, banyak petani terutama di wilayah-wilayah terpencil mengeluhkan tentang ketidak hadiran penyuluh-penyuluh pertanian. Penyuluh pertanian merupakan tulang punggung bagi masyarakat sebagai pendamping, pembimbing dan upaya transfer pengetahuan dan teknologi pertanian.

Keempat, alih teknologi pertanian kepada para petani di Indonesia. Alih teknologi pertanian adalah hal yang penting. Alih teknologi pertanian dihasilkan dari rangkaian riset terpadu tentang pertanian berkaitan dengan intentifikasi pertanian dan peningkatan kualitas produk pertanian. Pertambahan penduduk semakin tinggi dan persaingan produk pertanian dari negara-negara lain menyebabkan alih teknologi pertanian adalah hal yang krusial dilakukan. Teknologi pertanian saat ini adalah mengembangkan produk-produk pertanian yang ramah lingkungan dan berdasarkan pengetahuan lokal. Banyak varietas padi lokal yang teridentifikasi tetapi tidak dikembangkan kedalam produk unggulan selain itu upaya pemuliaan tanaman untuk intensifikasi pertanian dan ramah lingkungan belum optimal dikembangkan secara terintegrasi meskipun demikian organic farm sudah mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia.

Kelima, proteksi terhadap komoditas impor. Permasalahan pelik lainnya terhadap pertanian di Indonesia adalah mengenai perijinan impor komoditas pertanian terutama hortikultura. Catatan-catatan impor beras ke Indonesia adalah simpang siur antara komitmen dan realitas. Tahun 2012 dalam pemberitaan media Kompas tanggal 5 Januari 2012 melansir bahwa sepanjang tahun ini (2012), Pemerintah menargetkan untuk tidak mengimpor beras. Pemerintah bahkan mentargetkan surplus hingga 2 juta ton. Impor yang masuk selama tahun 2012 adalah sisa impor tahun 2011. Antaranews.com tanggal 28 Agustus 2012 memberitakan bahwa pemerintah Indonesia menandatangani kesepakatan untuk membeli beras dari Kamboja dengan volume 100.000 ton per tahun untuk jangka waktu lima tahun ke depan dan sebaliknya negeri bangsa Khmer itu akan mengimpor pupuk dan peralatan pertanian seperti traktor dan mesin penggiling gabah. Kesepakatan itu ditandatangani oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan dan Menteri Perdagangan Kamboja Cham Prasidh pada sela-sela Pertemuan ke-44 Menteri-Menteri Ekonomi ASEAN di Siem Reap, Kamboja. Dalam Tribunnews.com tanggal 16 Oktober 2012, pemerintah Indonesia memprediksi impor mencapai 400 ribu ton di tahun 2012. Tahun 2013, komitmen tidak mengimpor beras dicanangkan kembali dalam pemberitaan media harian Analisa dan Republika tanggal 7 Februari 2013. Yang menarik adalah upaya pemerintah membatasi impor bawang putih justru menimbulkan inflasi di bulan Februari 2013.

Kedaulatan Pangan

Konsepsi Serikat Petani Indonesia (SPI) adalah bahwa prinsip-prinsip kedaulatan pangan adalah kemandirian dalam mengembangkan pertanian dan berproduksi tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional. Terdapat tujuh prasyarat utama untuk menegakkan kedaulatan pangan menurut SPI, antara lain adalah: (1) Pembaruan Agraria; (2) Adanya hak akses rakyat terhadap pangan; (3) Penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan; (4) Pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan; (5) Pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi; (6) Melarang penggunaan pangan sebagai senjata; (7) Pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.

Konsep lain berkenaan dengan upaya mewujudkan kedaulatan pangan adalah melakukan reformasi agraria dengan melakukan pembatasan terhadap penggunaan lahan untuk budidaya dan akses yang lebih luas kepada masyarakat yang secara komunal dapat menggunakan lahan tersebut untuk pertanian dan melakukan intensifikasi. Catatan penting adalah reformasi agraria dilakukan secara konsisten terutama dalam implementasinya kepada masyarakat banyak. Selain itu, alih teknologi pertanian juga menjadi hal yang krusial dan konsistensi upaya pembatasan impor hortikultura meskipun masa era pasar bebas. Pembatasan dilakukan dalam regulasi pemerintah. Pembatasan impor di era globalisasi ini tidak hanya menjadi wacana dan implementasi di Indonesia tetapi juga di negara – negara maju sekalipun.  Pembatasan impor sekaligus menaikkan performa petani di Indonesia. Berbagai berita di bulan Februari 2013, Asosiasi Pengusaha ritel Indonesia (Aprindo) mengakui pembatasan impor produk hortikultura telah meningkatkan penjualan buah lokal sebesar 11%. Di pihak lain, pasokan produk hortikultura dari luar negeri justru menurun 32%. Peningkatan kualitas dan kuantitas pasar-pasar tradisional sebagai unit ritel terkecil adalah penting dilakukan. Peningkatan kualitas manajemen pasar tradisional dan upaya pelaku usaha ritel pasar tradisional untuk membatasi komoditas impor yang dijual dan lebih mengutamakan produk lokal adalah dapat dilakukan sebagai mekanisme mendorong kedaulatan pangan.

Reformasi agraria ini perlu diikuti terhadap reformasi birokrasi. Secara regulasi, sekurang-kurangnya 7 undang-undang yang tidak sinkron terhadap reformasi agraria yaitu UU tentang sumberdaya air, kelautan, pertambangan, hak masyarakat adat, dan undang undang kehutanan.Banyak peraturan yang masih berbenturan satu sama lain secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal, bila terdapat undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang yang lain maka salah satu harus dibatalkan. Sedangkan bila ada peraturan yang berbenturan secara vertikal antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Hal-hal yang harus dilakukan adalah koordinasi antar pejabat pemerintah sehingga tidak saling tumpang tindih kewenangan dan kebijakan. Reformasi birokrasi yang diperlukan untuk melakukan efisiensi dan pengoptimalan koordinasi antar lembaga. Reformasi birokrasi juga diarahkan dalam mendukung percepatan alih teknologi pertanian dan peningkatan kapasitas dan peran serta penyuluh pertanian di desa-desa binaannya.

Referensi

Anonymous, 2013. Bulog bertekat tidak impor beras tahun ini. Harian Analisa: Medan.

Hariyadi, P. 2012.Industri Pangan dalam Menunjang Kedaulatan Pangan. Di dalam “Merevolusi Revolusi Hijau”; Pemikiran Guru Besar. Editors: Poerwanto, et al. IPB. BOGOR. IPB Press. Hal 74-88.

Novi. 2013. Stok pangan 2013 tak impor beras. Jakarta: Bulog Watch.

Prihtiyani, E. 2012. Tahun Ini RI Tidak Impor Beras. Kompas: Jakarta.

Syafputri, E. (ed.). 2012. Indonesia impor beras Kamboja 100.000 ton/tahun. Antaranews: Jakarta.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline