artikel ini merupakan tanggapan untuk artikel :
http://m.kompasiana.com/post/read/647508/3/ingkar-jokowi-vs-ingkar-prabowo.html
yang hurufnya di blok tebal adalah tanggapan saya untuk postingan dari link : http://m.kompasiana.com/post/read/647508/3/ingkar-jokowi-vs-ingkar-prabowo.html
Pada artikel saya sebelumnya (Jokowi Presiden, Mungkin Memang Kehendak Yang Maha Kuasa), saya mencoba melihat dari sisi positif mengenai ikut majunya Jokowi dalam bursa capres 2014, meskipun yang bersangkutan seharusnya masih menjalani jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta sampai dengan tahun 2017.
Artikel saya itu jika dikaitkan dengan sebuah artikel yang saya buat 6 bulan sebelumnya, tepatnya pada 15 September 2013 (Akankah Jokowi Tak Sengaja Menjadi Presiden RI) bisa dijadikan semacam dasar pengetahuan mengenai latar belakang, kondisi dan kronologis memahami Jokowi, apa, bagaimana dan kenapa sampai Jokowi bisa menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan kemudian diberi mandat oleh PDIP untuk nyapres di Pilpres 2014 ini.
Sejak dari menjadi Walikota Solo sampai dengan menjadi Gubernur DKI Jakarta, kemudian diberi mandat sebagai capres dari PDIP, semuanya bukan bertolak dari inisiatif dan ambisi pribadi Jokowi, Jokowi tidak “menyodorkan dirinya” untuk itu, melainkan dia benar-benar menjadi demikian karena ditugaskan oleh partainya (murni panggilan tugas). Dari rekam jejaknya pun tidak ada satu pun bukti bahwa selama 7 tahun menjadi Walikota Solo dan hampir 2 tahun ini menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi telah memanfaatkan jabatannya itu untuk kepentingan pribadi (memperkayakan diri), keluarga, maupun partainya. Jokowi dan keluarganya juga tidak mempunyai perusahaan-perusahaan besar yang berpotensi untuk terjadinya konflik kepentingan jika dia kelak menjadi Presiden.
Namun, seperti yang sudah gampang ditebak sebelumnya, momen pendeklarasian Jokowi sebagai capres itu pun langsung direspon dan dimanfaatkan lawan-lawan politiknya, terutama kompetitor sesama capres dan para simpatisan mereka untuk digunakan sebagai senjata menghantam Jokowi. Apalagi kalau bukan tuduhan Jokowi sebagai kutu loncat, pembohong, pengkhianat, haus kuasa, gila kuasa, presiden boneka, dan seterusnya. Sempat ditayangkan pula iklan yang khusus dibuat sedemikian rupa, yang isinya memuat kumpulan janji-janji Jokowi untuk menyelesaikan aneka problem Jakarta dengan program-programnya, komitmen Jokowi untuk menyelesaikan tugas jabatannya, dan pernyataannya tidak tertarik maju dalam Pilpres 2014. Entah siapa yang membuat dan menyebarkan iklan itu, besar kemungkinan itu dari mereka yang merasa elektabilitasnya terancam dengan ikut bersaingnya Jokowi dalam bursa Pilpres 2014 ini.
(ok ok ok berarti jokowi presidennya partai dong?)
Murkanya Prabowo Subianto
Jokowi pun kemudian dibanding-bandingkan bakal capres terkuat kedua setelah Jokowi versi lembaga-lembaga survei, yakni Prabowo Subianto, yang juga adalah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Sebelum Jokowi masuk dalam bursa survei, Prabowo Subianto adalah capres terbesar elektalibitasnya. Tetapi, begitu nama Jokowi dimasukkan dalam survei, nama Prabowo langsung tergeser ke urutan kedua.
Karena ambisinya menjadi presiden sangat besar, tetapi rasa percaya dirinya yang tidak sebesar ambisinya itu, pengdeklarasian Jokowi sebagai capres dari PDIP itu membuat resah, dan kemudian mengumbar kemarahannya. Prabowo murka, sasarannya Jokowi.
(saya amati prabowo itu orangnya tidak pintar bersandiwara dan selalu bersikap apa adanya serta tegas jadi itu adalah hal yg lumrah”ada aksi sudah pasti ada reaksikan” kalau di katakan murka itu berlebihan,itu bukan murka tapi jengkel dan kecewa di hianati oleh teman koalisi,kalau anda jadi prabowo anda pasti akan kecewa dan marah juga kan?)
Saking geramnya Prabowo, dalam hampir setiap kali kampanyenya di Pileg 2014, dia melakukan serangan berupa sindiran-sindiran yang sangat tajam yang ditujukan kepada Jokowi. Sampai-sampai pakar komunikasi dari Universitas Indonesia, Tjipta Lesmana, menyebutkan Prabowo terlalu sadis dalam melontarkan kegusarannya itu. Beberapa pernyataan “sadis” Prabowo yang dilontarkan dalam bentuk sindiran kepada Jokowi itu antara lain (merdeka.com):
“Maaf, pemimpin di Jakarta lupa dengan rakyat. Sudah duduk lupa janji. Tapi rakyat Indonesia tidak mau dibohongi lagi. Rakyat Indonesia bukan orang-orang bodoh."
"Kita saat di militer dipimpin dengan keras, komandan kita cerewetnya tidak main-main. Mereka singa anak buahnya pun menjadi singa. Tapi kalau singa dipimpin kambing, nanti singanya bersuara kambing,"
Menyindir Jokowi sebagai capres boneka: “"Kalian mau dipimpin boneka-boneka? Mau punya presiden boneka?"
“Budaya mencla-mencle, plin-plan, budaya lain di hati lain di mulut. Tinggi gunung, seribu janji, dan janji tidak ditepati, kita tidak butuh pemimpin seperti itu."
Prabowo juga sempat membaca puisi yang menyindir Jokowi dan Megawati, bunyinya:
“Boleh berbohong asal santun
Boleh mencuri asal santun
Boleh korupsi asal santun
Boleh menipu rakyat asal santun
Boleh menjual negeri pada orang lain asal santun
Boleh merampok asal santun”
(kalau ini namanya PENEGASAN DAN PEMBERITAHUAN kepada para kader partai bahwa ini lah orang yang telah menghianati penjanjian koalisi bersama dan sudah pasti merupakan ancaman bagi partai.buktinya hal ini di lakukan pada saat kampanye akbar partai,bukan di televis,radio dan media elektronik lainnyakan? Apa yang di katakan oleh prabowo semua benar kok kalo dari versi pihak yang di rugikan ibarat pepatah tiongkok
“memelihara ayam,jadi burung,setelah punya sayap terbang dan menghilang”
Itu kan namanya tidak ingat budi,soal komentar sang profesor tjipta lesmana yang menyebut istilah sadis gua rasa itu sangat tidak beralasan dan gua rasa prof tjipta lesmana seharusnya sekolah lagi supaya ingat kembali ilmu-ilmu yang pernah di pelajarinya di kuliah supaya tidak salah lagi memberikan STATEMENT)
Demikianlah antara lain cara Prabowo menyerang Jokowi (dan Megawati). Khusus Megawati, Prabowo marah karena menganggap Megawati mengkhianati Perjanjian Batu Tulis yang pernah mereka tandatangani bersama ketika keduanya maju sebagai pasangan capres-cawapres di Pilpres 2009, yang pada poin ketujuhnya menyatakan Megawati berjanji untuk mendukung Prabowo sebagai capres di Pilpres 2014. Tentang hal ini silakan baca artikel saya yang berjudul Perspektif Hukum Perdata terhadap Perjanjian Batu Tulis.
(soal masalah perjanjian batu tulis “promise is promise” orang bijak berkata yang paling berat memegang AMANAH = JANJI kalau tidak sanggup di tetapi jangan berjanji itu kan namanya curang kemudian yang namanya janji yah janji tidak ada kan yang namanya setengah janji atau semi janji,jadi kesimpulannya yah HARUS di TEPATI)