Lihat ke Halaman Asli

Iast Wiastuti

Menyenangi hal-hal yg beraktualisasi ke masyarakat

Pak Jokowi, Tolonglah Banten, Kasihan Rakyatnya

Diperbarui: 30 Maret 2023   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pelaksanaan Pemilu Serempak Pada tahun 2024 telah  berdampak pada manajemen pemerintahan  dan birokrasi di daerah. Banyaknya Pejabat dengan status pelaksana atau penjabat pasti berdampak pada loyalitas dan legasi pegawai/ASN yang berada di bawahnya, yang ujungnya berpengaruh pada pelayanan masyarakat.


Di beberapa daerah, hal ini mampu dilewati dan kembali normal setelah adaptasi dan melakukan reorganisasi dan konsolidasi. Ya, goyang dikit wajar, namun tidak di daerah tertentu. 

Salah satunya adalah di Provinsi Banten. Di Banten ini unik dan sangat komplek. Meski dekat dengan Jakarta yang notabene adalah Decision Maker, dan selemparan batu, namun kondisi birokrasinya memeprihatinkan dan seolah "diabaikan" oleh Jakarta.

Penunjukan Almuktabar Yang Kontroversial

Mulanya adalah penunjukan Sekretaris Daerah (Sekda Banten) Almuktabar.  Tidak seperti daerah lainnya, penunjukan Sekda ini membuat pucuk pimpinan di Banten harus dijalankan oleh Penjabat (Pj). 

Secara aturan sebetulnya tidak menyalahi aturan, namun  Track Record Almuktabar yang tidak begitu baik dengan birokrasi di Provinsi Banten menjadikan ia terbawa "dendam" pribadi terhadap eselon 2 yang ada di lingkungan provinsi Banten. Almuktabar sempat dikembalikan dan dipecat oleh Gubernur Wahidin Halim.

Sikapnya yang tidak kooperatif dan tidak mengayomi bawahannya diduga menjadi pemicu Wahidin Halim dan Andika Mengembalikan statusnya sebagai Widyaswara.  

Selama hampir setahun, (Mei 2021-2022) Banten dipimpin oleh Plt Sekda Muhtarom. Dalam periode tersebut mulai masuk pada jurang manajemen pemerintahan yang suram.

Semula saya menduga, Gubernur Wahidinlah biang keroknya, namun belakang saya menyimpulkan Al-Muktabar yang menjadi virus disharmoni tersebut. 

Sumber-sumber kepala OPD, pejabat yang memilih pensiun dini, stakeholder, seringkali mengkonfirmasi sosok Al-Muktabar yang "nyentrik", anti kritik dan mawa maneh (keras kepala -- tak menerima masukan). 

Bahkan saat Gubernur Wahidin Halim masih menjabat, Keegoan antara Sekda Al dan Gubernur Wahidin kerap terlihat dimata publik. Suatu etika birokrasi yang dilanggar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline