Lihat ke Halaman Asli

Pemilukada Melalui DPRD: Inkonstitusional!

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) langsung yang telah melahirkan kepala-kepala daerah seperti Joko Widodo, Risma, Basuki T. Purnama, Ridwan Kamil, dan lain-lainnya berada di ujung tanduk. Pada masa-masa akhir jabatannya, DPR RI Periode 2009-2014 merencanakan perubahan Pemilukada langsung tersebut menjadi Pemilihan melalui DPRD dalam RUU tentang Pemilukada maupun Perubahan atas UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Mungkin bagi Pemerintah cq Kementerian Dalam Negeri dan Anggota DPR periode 2009-2014 yang tinggal hitungan hari tesebut hanya permasalahan preferensi kebijakan semata, namun bagi segenap rakyat itulah esensi dari kedaulatan rakyat yang juga adalah pasal causa prima dalam UUD 1945.

Adalah fakta bahwa penyelenggaraan keseluruhan Pemilukada di seluruh Indonesia akan menghabiskan anggaran yang amat besar karena meliputi sekitar 545 Pemilukada. Juga fakta bahwa ratusan Kepala Daerah terpilih dari Pemilukada langsung kemudian tersangkut kasus korupsi. Namun, juga fakta Pemilihan Umum (Pileg dan Piplres) menghabiskan anggaran Rp 16 triliun atau sejak 2004, tidak kurang 3000 anggota DPRDterjerat masalah hukum. Lalu dengan rasionalitas yang sama, apakah Pilpres selanjutnya akan dipilih oleh MPR RI atau Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) DPR dan DPRD dilakukan melalui penunjukkan saja?

Kedaulatan di tangan rakyat, demikian prinsip mendasar kehidupan negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang disuratkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Prinsip tersebut kemudian menjadi dasar dalam perumusan berbagai ketentuan konstitusi lainnya termasuk di antaranya perihal pemilihan kepemimpinan nasional ataupun daerah sebagaimana diatur sekurang-kurangnya dalam Pasal 18A ataupun 22E bahwa pemilihan berbagai pejabat negara dilakukan oleh rakyat secara langsung atau demokratis, umum, bebas dan rahasia.

Berdasarkan Pasal 22E UUD 1945 bahwa yang disebut sebagai Pemilihan Umum, adalah pemilihan yang dilaksanakan secara langsung hanya untuk memilih Anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden, dan Anggota DPRD. Sedangkan pemilihan Kepala Daerah seperti Gubernur, Bupati, dan Walikota berdasarkan Pasal 18 ayat (4) "dipilih secara demokratis" artinya dapat juga  dilaksanakan secara tidak langsung. Pemaknaan "dipilih secara demokratis" dengan pemilihan tidak langsung dapat saja dibenarkan secara semantik, sebagai opsi pemaknaan lain selain pemaknaan pemilihan langsung yang sudah secara tersurat dinyatakan UUD 1945. Namun pemaknaan tersebut juga tidak dapat dilepaskan dari konteks kedaulatan rakyat, sistem kekuasaan ataupun pemerintahan. Bahkan dalam hubungannya dengan DPRD, juga tidak dapat dilepaskan dari fungsi dan susunan kedudukan konstitusional dari DPRD itu sendiri.

Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang dibagi atas provinsi, kabupaten dan kota yang mempunyai  pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut otonomi dan tugas pembantuan. Artinya Kepala Pemerintahan daerah bukanlah sub-ordinasi dari kepala pemerintahan pusat (Presiden). Dan ketika dalam realitas konstitusional, seorang Presiden dipilih secara langsung sebagai amanat dari kedaulatan rakyat, maka tidak ada pemaknaan lain dari bahwa pemilihan demokratis kepala daerah dilakukan juga secara langsung.

Sedangkan Pasal 20A UUD 1945 ditegaskan bahwa fungsi DPR yang juga dapat dianalogikan secara konstitusional dengan DPR pada tingkat Daerah (DPRD) adalah kepada fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Realitasnya tentu tidak dapat disamakan dengan fungsi DPRD sebelum amandemen UUD1945. Pasca amandemen UUD 1945, fungsi konstitusional DPR (DPRD) tersebut kemudian diterjemahkan lebih lanjut ke dalam kewenangan konstitusional DPRD (tanpa kewenangan elektoral untuk memilih Kepala Daerah) di dalam UU tentang (Susunan Kedudukan=Susduk) MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahkan termasuk dalam UU Susduk  terakhir yaitu UU No. 17 tahun 2014, atau yang dikenal dengan UU MD3 yang baru diundangkan tanggal 5 Agustus 2014. Artinya DPRD  tidak mempunyai kewenangan konstitusional untuk memilih Kepala Daerah. Sehingga wacana penyelenggaraan pemilukada melalui DPRD adalah inkonstitusional !

Dalam materi permohonan gugatan uji materi Lalu Ranggalawe, seorang Anggota DPRD Kab. Lombok Tengah tentang calon perseorangan dalam Pemilukada terhadap UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tanggal 5 Februari 2007.  Disebutkan bahwa frasa "dipilih secara demokratis" dalam Pasal 18A ayat (4) UUD 1945 bukan hanya dimaknai pada pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara semata, tetapi juga harus ada jaminan pada saat penjaringan dan penetapan calon. Oleh karenanya masyarakat harus mendapatkan akses yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam mengusung pasangan calon. Artinya bahwa Pemilukada langsung bukan saja menjamin kedaulatan rakyat untuk memilih namun juga berkesempatan untuk dipilih bahkan berpartisipasi secara langsung dalam setiap tahapan Pemilukada. Dengan alasan konstitusional itu pula, MK kemudian memutuskan seorang calon perseorangan dapat ikut dalam Pemilukada bahkan berlaku untuk seluruh Indonesia termasuk daerah-daerah memiliki keistimewaan seperti di Aceh dan Papua.

Pemilukada langsung merupakan antitesa dari pemilukada melalui DPRD  yang sebelumnya nyata-nyata telah memarjinalkan rakyat daerah dari proses pembangunan di daerahnya. Partisipasi rakyat hampir-hampir diharamkan. Dalam kurun 10 tahun terakhir pelaksanaan Pilpres ataupun Pemilukada langsung, telah melahirkan kesadaran politik baru rakyat yang tidak pernah terjadi pada masa sebelumnya. Memang, masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki dalam penyelenggaraan Pemilukada langsung, namun lebih substantif dibutuhkan reformasi partai politik. Karena pemilihan langsung atau tidak, nyata masih dominannya peran partai politik. Pemilukada langsung bukan semata soal cara, tetapi itulah esensi kedaulatan di tangan rakyat, bukan wakil rakyat!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline