Lihat ke Halaman Asli

Arif Santoso

Hanya seorang pemuda yang menyukai sastra dan pendidikan.

Satu Pandang Literasi yang Agak Membosankan

Diperbarui: 11 November 2023   12:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Tertidur ketika membaca buku di perpustakaan. (Sumber: Pexels via Pixabay)

"...kegiatan membaca dan menulis ulang apa yang dibaca sebaiknya diajarkan sejak SD supaya terstimulus untuk mengingat pentingnya pengembangan ilmu, tidak hanya dari skripsi, tesis atau disertasi, atau jurnal-jurnal ilmiah."-- Judo Suwidji

Pertanyaan soal literasi secara definitif dan terstruktur, menurutku banyak sekali hal yang mesti digali. Kalaupun literasi disandingkan dengan kesusastraan, apalagi telah terpatenkan seperti itu, maka bagaimana dengan literasi yang lain? 

Apakah tidak relevan atau hanya sebatas pelengkap saja? Semestinya itu yang dibahas sebagai dasar kawula muda yang berperan sebagai pegiat literasi.

Sekilas kajian literasi tidak jauh dari baca-tulis, namun sepanjang yang saya temui beragam poin dari manusia seperti kemampuan berbicara, berbahasa, bersikap dan bersosial terdapat dalam lingkup literasi.

Contoh pertama, mengenai manajemen uang yang penting dibahas tapi tak pernah tuntas di sekolah. Kita sendiri belum mengetahui banyak tentang uang, apalagi disandingkan dengan kemajuan teknologi dan kondisi keuangan negeri ini menurutku cukup kompleks. 

Pasca pandemi menjadi persoalan, uang tidak terputar bahkan terputus dengan adanya iming-iming kosong yang menyengsarakan bahkan membunuh satu sama lain, sampai usaha-usaha tutup lebih rapat dan tidak berani buka lagi.

Hal seperti ini yang tidak terselesaikan di sekolah, makanya banyak ruang kolektif yang mempelajarinya, contoh satu kanal khusus dan media sosial yang banyak sekali membahas keuangan dan manajemennya, namun lagi-lagi tidak laku di pasar muda. Mengapa?

Contoh kedua, perputaran mindset generasi muda yang gila-gilaan teknologi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tren, fear of missing out dan kebutuhan primer. 

Hari ini teknologi menjadi utama, bahkan mengalahkan beberapa primary lainnya yang membuat generasi muda terkena mental health.

Akses informasi berpacu lebih cepat, dengan layanan fitur per menitnya yang tidak terkontrol. Banyak informasi yang masuk justru membuat kita kalang kabut, termasuk informasi yang kurang sesuai dan jauh dari kata membangun. Mengapa hal itu terjadi?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline