Negeri Chao-Wa (jawa) dulunya disebut Negeri Shep’o. Negeri ini mempunyai empat kota besar , semuanya tidak mempunya dinding kota atau daerah pinggiran kota. Kapal2 dari Negara lain datang pertama2 di kota yang bernama Tu-pan (Tuban),kemudian kota kecil yg disebut desa baru, dan kemudian ke kota yang bernama Su-lu-ma-I (Surabaya), lalu menuju ke kota yang bernama Man-the-po-I (Majapahit) dimana sang raja tinggal.
Sebagai kotaraja, dindingnya terbuatdari batu bata, tingginya lebih dari tiga chang (setara 30 kaki 7 inci), kelilingnya lebih dari 200 paces (340 yard) dan di dalam tembok terdapat 2 lapis gerbang, sangat terjaga ketat dan bersih.
Konstruksi rumah raja adalah bersusun,masing2 3 atau 4 ‘chang’ tingginya, berlantai papan kayu dan dibeberkan tikar yang terbuat dari rotan atau dari alang2 (mungkin maksudnya pandan), dimana orang2 duduk bersila. Pada atapnya menggunakan sirap kayu keras yang disusunseperti ubin.
Rumah2 penduduknya menggunakan atap alang2 (jerami). Setiap keluarga mempunyai gudang penyimpanan yang dibuat dari batubata diatas tanah, yang tingginya sekitar 3 atau 4 ch’ih (48.9 inci), dimana mereka menyimpan harta benda keluarga, dan diatas gudang inilah mereka hidup,duduk dan tidur.
Tentang Pakaian sang Raja; tanpa tutup kepala, kalau tidak mengenakan mahkota berupa daun emas dan bunga; tanpa mengenakan jubah. Pada bagian bawah dikenakan 2 carik kain sutra yang berbordir. Ditambahkan rami dari sutra yang dilingkarkan pada pinggang sebagai ikat pinggang, dan pada ikat pinggang inilah diselipkan satu atau dua pisau pendek,yang disebut pu-la-t’ou (belati-Malay). Berjalan telanjang kaki, menunggang gajah atau naik kereta yang ditarik lembu jantan.
Pakaian Rakyat jelata; Pria tanpa penutupkepala, dan wanitanya bersanggul tusuk konde. Menggunakan pakaian pada tubuh bagian atas, dan kain pada bagian bawah. Para pria menyelipkan pu-la-t’ou (belati) pada ikat pinggangnya, dari anak laki2 berumur 3 tahun sampai kakek2 berumur ratusan tahun. Mereka semua mempunyai belati tersebut, yang seluruhnya terbuat dari baja dengan motif ukiranyang rumit tergambar halus. Bergagang emas atau cula badak atau “gigi gajah”(mungkin maksudnya gading) berukir gambaran bentuk manusia atau wajah setan,pengerjaannya begitu baik dan sangat ahli.
Masyarakat negeri ini, pria dan wanita,sangat mengistimewakan kepala mereka. Bila seseorang terpegang kepalanya, atau terjadi kesalahpahaman tentang uang dalam perdagangan, atau pertengkaran mulut ketika mabuk, seketika mereka akan menghunus pisaunya dan saling tikam. Yang kuat menang. Saat yang seorang mati tertikam, si penikam melarikan diri dan bersembunyi selama 3 hari, maka dia tidak kehilangan nyawanya. Tapi bila tertangkap saat pembunuhan terjadi, seketika itu juga dia ditikam sampai mati. (Dihukum mati dg ditikam).
Negeri Majapahit tidak mengenal hukuman cambuk untuk kesalahan besar atau kecil. Mereka mengikat kedua orang yang bersalah tersebut pada tangannya di punggung dengan tali rotan dan mengarak mereka sejauh beberapa paces, dan kemudian menikam pelanggar satu atau dua kali pada punggung (dimana terdapat rusuk melayang) yang mengakibatkan kematian seketika. Menurut tradisi setempat, tidak ada hari terlewat tanpa adanya pembunuhan; inisangat mengerikan.
Koin tembaga dari dinasti turun temurun digunakan secara umum.
Tu-pan (Tuban), orang asing menyebutnya’Tu-pan”, adalah sebuah wilayah yang dihuni lebih dari seribu keluarga, yang dipimpin oleh 2 pemuka (pejabat?) untuk memimpin. Kebanyakan berasal dari propinsi Kuang Tung dan daerah administrasi Chang Chou pada pusat wilayah, yang telah beremigrasi danmenetap di wilayah ini. Unggas, kambing, ikan dan sayuran sangat murah.
Pada gosong karang di laut terdapatlah sebuah telaga yang airnya segar dan dapat diminum, disebut sebagai ‘air suci’. Tradisi mencatat bahwa pada masa dinasti Yuan, kaisar memerintahkan jenderal Shi Pi dan Kao Hsing untuk menyerang She-p’o (jawa). Bulan berganti tetapi mereka tak bisa mendarat di pantai, air tawar persediaan di kapal sdh menipis habis, pasukan sudah kehilangan akal. Kedua jenderal memuja sorga dan berdoa; ‘Kami mengemban tugas kekaisaran untuk menyerang orang2 Barbar; Bila surga memihak kami, maka ijinkanlah sebuah sumber air muncul disini. Bila surga tak memihak kami, maka, janganlah muncul sumber itu’. Doa diakhiri, dan sebuah tombak dihujamkan dengan kuat diatas gosong karang tersebut, dan menggelegak sumber air pada tombak yang tertancap itu. Airnya tawar, semua minum dan selamatlah jiwanya. Pertolongan dari surga telah diberikan. Sumber air ini masih ada sampai hari ini. (hari dimana Ma Huan mencatat perjalanannya).