Stunting kerap menjadi fokus serius bagi banyak pihak. Berbagai upaya pencegahan turut dilakukan agar dapat menekan peluang balita terkena stunting. Hal ini dikarenakan dampak dari stunting seringnya tidak dialami secara langsung tapi terjadi seiring dengan bertambahnya usia si anak. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko seorang balita terkena stunting seperti melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa puding yang mengandung bahan makanan bergizi.
Puding menjadi salah satu makanan kesukaan anak kecil. Rasa yang manis dan tampilan menarik membuat anak kecil cenderung memilih puding untuk dikonsumsi dibanding makanan yang lain. Terlebih disekitar kita banyak bahan bergizi yang dapat diolah menjadi puding tanpa menghilangkan kadar manfaatnya. Bahan yang digunakan dalam pembuatan puding dapat memberikan nutrisi yang mencegah balita agar tidak mengalami stunting.
Pemilihan bahan puding sebagai PMT biasanya ditentukan dari ketersediaan atau kemudahan akses terhadap bahan pembuatan utamanya. Bahan ini bisa berupa buah naga, jagung, ataupun daun kelor. Namun, daun kelor lebih sering digunakan sebagai bahan pembuatan puding dibanding jagung dan buah naga karena nutrisinya yang lebih tinggi dibandingkan keduanya. Tekstur yang dihasilkan juga lembut dan mudah menyatu pada puding sehingga membuat daun kelor lebih sering dipilih dalam menghasilkan puding yang enak dan bergizi.
Selain ketersediaan dan kemudahan akses terhadap bahan pembuatan puding, diperlukan juga sosialisasi terhadap ibu-ibu yang memiliki balita agar mengetahui cara yang tepat dalam mengolah bahannya. Alasan utama dilakukannya sosialisasi adalah untuk menghasilkan rasa puding yang enak sehingga balita berkeinginan untuk memakannya. Pengolahan yang tidak tepat memungkinkan puding memiliki rasa pahit yang ditimbulkan dari daun kelor. Akan tetapi, rasa pahit dalam daun kelor dapat disiasati dengan cara olah yang tepat. Pembuatan dan pemberian puding yang sudah dimodifikasi bahan utamanya ini diharapkan sebagai upaya dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.
Saat ini angka stunting masih berada dalam kategori tinggi. Pada tahun 2022, balita yang mengalami stunting berada di angka 21,6% yang mana angka ini melampaui angka standar yang telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO). Stunting sendiri termasuk masalah kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti asupan gizi bayi yang tidak tercukupi, kondisi ekonomi, gizi ibu saat hamil, maupun faktor yang lain. Stunting adalah gangguan pada balita yang menyebabkan tinggi badan lebih rendah dibandingkan dengan balita seusianya. Dampak terkena stunting juga bermacam-macam meliputi terjadinya gangguan dalam perkembangan otak, kemampuan belajar yang rendah, hingga berisiko terkena penyakit jangka panjang, seperti diabetes. Oleh sebab itu, dengan adanya PMT berupa puding diharapkan dapat efektif dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.
Sumber:
Ihsan, Nurhayati, Y. and Nahdhah (2023). Efektifitas Penegakan Hukum Terhadap Tingginya Angka Stunting Di Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Penegakan Hukum Indonesia, 4(2), pp.129–150. doi:https://doi.org/10.51749/jphi.v4i2.103.
Martony, O. (2023). Stunting di Indonesia: Tantangan dan Solusi di Era Modern. Journal of Telenursing (JOTING), 5(2), pp.1734–1745. doi:https://doi.org/10.31539/joting.v5i2.6930.
Sri Widiyanti, D., Fauzi, R. and Afarona, A. (2021). Penanggulangan Masalah Stunting Balita Melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Puding Kelor di Desa Kutogirang. Jurnal Pengabdian Siliwangi, 7(2). doi:https://doi.org/10.37058/jsppm.v7i2.3511.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H