Lihat ke Halaman Asli

Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai

Diperbarui: 21 Agustus 2023   02:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

       Rokok adalah salah satu hasil produksi dari tanaman tembakau. Industri rokok semakin hari semakin berkembang karena banyaknya permintaan konsumen. Perkembangan industri rokok dapat dilihat dari munculnya banyak varian cita rasa baru yang menjadi daya tarik bagi penikmat rokok. Dengan munculnya hal tersebut maka kebiasaan merokok semakin meningkat. Di negara berkembang, konsumsi rokok terus meningkat. Sementara di negara maju kebiasaan merokok menurun. Menurut penelitian, di Indonesia terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah perokok terutama pada kaum remaja (Sirait, Pradono, & Toruan, 2002). Regulasi rokok dapat memberikan masukan terhadap penerimaan negara. Penjualan rokok di Indonesia telah dikenai pemberlakuan pembayaran pajak. Pajak rokok sendiri yakni pungutan cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah yang berwenang. Tujuan dari pungutan ini untuk melindungi masyarakat dari bahaya narkoba dan cara ini terbilang efektif karena adanya penurunan prevalensi penyakit yang disebabkan oleh rokok di berbagai negara. Pajak rokok sendiri telah diatur dalam undang-undang PDRD yang telah disahkan pada 18 Agustus 2008. Tetapi pajak rokok ini baru diberlakukan pada tahun 2014.

       Pajak rokok serta bea cukai yang dipungut oleh pemerintah nantinya akan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Manfaat dari pungutan pajak ini banyak salah satunya untuk pembiayaan kesehatan. Pajak rokok sendiri digunakan untuk penyediaan smoking area dan pembangunan fasilitas kesehatan. Selain itu, pajak rokok juga digunakan untuk pendanaan pelayanan kesehatan. Hal tersebut telah diatur pada Permenkes No. 40 Tahun 2016 dan Permenkes No. 53 Tahun 2017 tentang petunjuk pelaksanaan teknis penggunaan pajak rokok untuk pendanaan pelayanan kesehatan masyarakat. Pada pasal 31 ayat 1 UU PDRD juga dijelaskan bahwa 50% pajak rokok dipakai untuk mendanai fasilitas kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. Penegakan hukum ini umumnya digunakan untuk biaya operasional pemberantasan rokok ilegal. Penegakan hukum lainnya berkaitan dengan peraturan larangan merokok di area tertentu, seperti rumah sakit dan sekolahan. Selain digunakan untuk kepentingan tersebut, pajak rokok juga dialokasikan sebagai dana untuk iklan ataupun kegiatan masyarakat mengenai bahaya rokok. Besaran pajak rokok yakni 10% dari cukai rokok. Pajak rokok ini nantinya akan menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD). 

       Saya berpendapat bahwasannya dengan adanya pajak rokok dapat membantu perekonomian negara karena memberi pemasukan yang sangat besar. Per tahun 2022 saja, cukai hasil tembakau mencapai Rp198,02 Triliun rupiah. Dengan angka pemasukan sebesar itu dapat membantu menggerakkan perekonomian negara. Hal ini lah yang menyebabkan pemerintah menindak tegas penjualan rokok ilegal. Pemerintah tidak segan untuk memusnahkan semua rokok yang dijual secara ilegal. Tindakan tersebut dilakukan agar rokok ilegal yang ditemukan tidak dijual kembali. Rokok ilegal sendiri dapat merugikan pendapatan negara. Di tahun 2022, penjualan rokok ilegal mampu meningkatkan kerugian pendapatan negara sebanyak Rp548 Triliun. Kerugian tahun ini sebanyak 5,5% dibanding tahun 2020 yakni 4,9%. Itu artinya penyelundupan rokok ilegal semakin meningkat dan merugikan negara.

       Sejalan dengan pendapat saya maka langkah yang harus kita lakukan adalah menolak penjualan rokok ilegal yang dapat mengurangi pendapatan negara. Penjualan rokok ilegal hanya menjadi beban negara dan tidak memberikan pendanaan apapun bagi Indonesia. Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk menjaga kesehatan masyarakat nya dan juga memelihara serta melakukan pengecekan berkala terkait fasilitas kesehatan yang ada. Dengan demikian, pendanaan untuk keperluan tersebut perlu lebih ditingkatkan dan lebih diperhatikan kembali. 

DAFTAR PUSTAKA

Ispriarso, Budi. (2018). Diakses dari https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/download/19273/14070

Manullang, dkk. (2023). Diakses dari 

https://wnj.westscience-press.com/index.php/jhhws/article/download/231/171

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline