Lihat ke Halaman Asli

Ahli Gender: Kriteria Calon Pemimpin yang Tidak Berpoligami Menjadi Syarat Penting

Diperbarui: 17 Oktober 2020   08:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Spanduk Anti-Poligami pada Pilkada Tangerang Selatan | dokpri

Poligami selalu menarik diperbincangkan oleh masyarakat dari berbagai latar belakang, baik kaya maupun miskin, rakyat jelata maupun pejabat, bahkan pendukung (pro) maupun penentang (kontra). Apalagi dalam masa-masa pilkada seperti sekarang ini.

Pada masa pilkada, masyarakat pada umumnya, khusunya perempuan, akan lebih kritis kepada calon-calon kepala daerah mana yang melakukan praktik poligami. Ditambah lagi jika kita berbicara soal ketahanan keluarga yang banyak menjadi jargon calon-calon pemimpin daerah.

Menurut Anita Dhewy, Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan tahun 2018, secara garis besar dapat dikatakan bahwa kita sekarang berada dalam era keterbukaan dan teknologi. Situasi ini sedikit banyak berpengaruh terhadap kecenderungan perempuan untuk menentukan pilihan dalam pilkada dan/atau pilpres.

"Hal ini memungkinkan masuknya pertimbangan politik yang bijak, dalam arti bukan berdasarkan pada aspek primordial, seperti agama, suku, etnis, daerah, dkk atau orang juga menyebutnya sebagai politik yang rasional, dalam menentukan calon pemimpin," ujar Anita.

Anita juga mengatakan, meluasnya isu feminisme dan berkembangnya kesadaran atas hak-hak perempuan sedikit banyak juga berpengaruh terhadap perempuan dalam menentukan pilihan politiknya.  Kriteria calon pemimpin yang tidak berpoligami, tidak melakukan KDRT, tidak terlibat tindak kekerasan terhadap perempuan menjadi persyaratan yang dipandang penting oleh sebagian perempuan.

Pada pilakada 2020 kali ini, ada Benyamin Davnie calon Wali Kota Tangerang Selatan yang kabarnya melakukan praktik poligami kemudian menjadi bahan perbincangan masyarakat Tangsel. Pada sewaktu ia masih menjabat sebagai wakil Wali Kota Tangerang Selatan, pria dengan sapaan Ben ini pun banyak mengisi acara bertemakan ketahanan keluarga, yang mana kedua hal tersebut sangat bertolak belakang.


Hal ini tentunya menjadi perhatian banyak perempuan di Tangsel. Menurut Nia Sarinastiti, Marketing & Communication Director, Inclusion & Diversity Lead Accenture Indonesia, penting bagi perempuan untuk mencari informasi yang tepat tentang calon pemimpin yang akan ia pilih.

"Bagi yang terpapar informasi, sebagian besar memperoleh informasi dari media sosial. Sedangkan kita semua tahu bahwa apa yang ada di media sosial belum tentu adalah hal yang benar sehingga mereka harus 'melek politik' dan tidak mudah diarahkan ke kepentingan partai atau individual tertentu," ujar Nia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline