Lihat ke Halaman Asli

Wira Yaqin Pelas

Mahasiswa Universitas Syiah Kuala

Cegah Pernikahan Usia Dini: Tugas Kohati yang Terabaikan

Diperbarui: 11 Februari 2023   14:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Risma (bukan nama sebenarnya) menangis melihat teman-temannya bersekolah sementara ia sibuk mengurus bayinya yang berusia 2 bulan. Risma menikah muda karena faktor pergaulan bebas sejak SMP. Dan dia bukan satu-satunya siswa yang merasakan itu.

Baru-baru ini 54 anak di Aceh Besar mengajukan dispensasi nikah. Kasus terbanyak karena hamil di luar nikah. Kita ketahui bersama, berdasarkan UU terbaru (2019) tentang batas usia pernikahan, baik laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun. Itu artinya mereka yang mengajukan masih di bawah 19 tahun.

Dan kasus yang terjadi di Aceh Besar, Aceh, bukan satu-satunya. Ketua Pengadilan Agama Kota Baubau Makbul Bakari dalam pernyataan di media Kendari, Jumat (10/2/2023) sebagaimana dirilis antaranews, mengatakan 46 orang anak di bawah umur di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, mengajukan permintaan dispensasi kawin melalui pihak pengadilan agama setempat sepanjang 2022.

Data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, angka permohonan dispensasi kawin (diska) di Provinsi Jawa Timur pada 2022 mencapai 15.212 kasus.

Kasus-kasus di atas perlu mendapat perhatian khusus. Mengingat usia mereka masih usia sekolah. Selain itu, usia pernikahan di bawah umur memiiki dampak negatif. Misalnya mengalami depresi dan gangguan mental, sebagaimana dilaporkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melaporkan sebanyak 53 persen pelaku usia dini mengalaminya.

Bukan hanya itu, kehamilan resiko tinggi serta kematian ketika melahirkan. Secara umum dapat dikatakan, pernikahan usia memiliki dampak negatif. Lalu bagaimana Islam memandang usia pernikahan di bawah umur.

Dalam Al-Qur'an tidak dijelaskan secara rinci mengenai batas usia pernikahan, namun  Al-Qur'an menjelaskan secara umum mengenai kapan seseorang bisa dinikahkan, seperti dalam Surah An-Nisa yang artinya berbunyi : "Dan ujilah anak yatimmu itu sampai mereka cukup umur untuk kawin, kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya." (QS. Al-Nis [4]: 6)

Ayar ini menjadi dalil. Bila dikaitkan dengan UU pernikahan tahun 2019, usia 19 tahun sebagai batas minimal, maka Islam dan hukum negara tidak bertentangan. Namun saling melengkapi. Dan berkaca dari dampak negatif pernikahan usia di bawah umur, maka perlu regulasi yang tegas. Selain edukasi secara terorganisir dan terstruktur serta massif agar tidak terjadi nikah di usia dini.

Sejauh ini, dampak negatif (mudharat) pernikahan usia dini belum teraktualisasi dan tersosialisasi secara optimal. Karenanya, pemerintah sebaiknya mengajak komponen sipil, mahasiswa, LSM untuk ikut bergerak. Dengan demikian, usaha pencegahan dapat dilakukan lebih maksimal.

Menurut pandangan saya, kohati, kelompok perempuan cerdas harus lebih aktif mengedukasi. Kegiatan sosialisasi dampak negatif pernikahan usia dini masih kurang. Bila perlu, kohati menjadi garda terdepan menyuarakan apalagi perempuan menjadi objek dalam pernikahan usia dini.

Perempuan yang paling dirugikan dari pernikahan usia dini. Kerap disalahkan, dipandang rendah, hingga resiko kematian karena hamil di usia muda. Semoga kohati tidak lagi mengabaikan tugas mulia ini, sebagai insan beriman dan berilmu, harus mengimplementasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yakin usaha sampai




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline