Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Wira Pratama

Seorang Mahasiswa yang tengah bekecimpung di program studi HI

Berdamai dengan Sistem Siber Indonesia

Diperbarui: 28 Februari 2023   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nama: Muhammad Wira Pratama

NIM: 07041281924053

Dosen Pengampuh : Nur Aslamiah Supli, BIAM., M.Sc 

Kejahatan siber bukanlah salah satu topik yang tak jarang ditemui pada waktu-waktu kini. Mari berpikir sejenak terlebih dahulu, bagaimana cara kita mencapai kedamaian apabila kita saja tidak menemukan keamanan dari hal tersebut yang bare minimum-nya saja menyangkut privasi individual. Akankah lebih baik 'pabila sebelum kita "terjun" ke topik ini, terlebih dahulu menyerap dengan hikmat sebuah pertanyaan, "Apa sih itu kejahatan siber?"

Kenapa Kejahatan Siber?

Secara umum, kejahatan siber merupakan sebuah kegiatan jahat yang banyak menggunakan komputer dan jaringan 'network' untuk menjalankannya (Moore, 2005). Berbicara tentang network, tentu hal ini menyangkut hal virtual dan tak perlu memerlukan banyak pergerakan pula dalam menjalankannya. Kejahatan siber banyak bentukannya, dari akses komputer tanpa autorisasi hingga meretas data yang dianggap privasi seorang individual ataupun kelompok. 

Singkatnya, apapun yang namanya merugikan dengan cara mencuri dapat dikatakan sebagai cyber-crime. Kerentanan keamanan privasi seseorang di zaman inilah yang membuat banyak orang yang galau akan kedamaiannya sendiri yang ditakutkan dapat mengancam hidup mereka. Seminar yang berlangsung di UI juga mengatakan hal yang sama, yakni pelaku dapat melakukannya tanpa terdeteksi dan sebagaimana di Indonesia, kerapkali data yang tercuri ialah data KTP. 

Bilamana di Indonesia, KTP merupakan hal krusial yang menyangkut data seseorang--yang bisa dipakai sebagai penjamin untuk melakukan apapun. Data KTP inilah yang kemudian dicuri dan disalahgunakan sebagai cara orang-orang mencuri pinjaman daring dan penipuan online pula, dilansir dari Bhakti Eko Nugroho, seorang Dosen Kriminologi FISIP UI. 

POLRI sendiri pun mengatakan sudah ada sebanyak 937 kasus hingga kini dan biasanya yang dirugikan ialah data pribadi yang menyangkut NIK, nomor telepon, ataupun preferensi pribadi yang seringkali dijual ke marketplace luar. Tak adil jika penulis tak membawa kasus yang terjadi di masa pandemi, yaitu kebocoran data EHAC dan bocornya data pelanggan tokopedia yang berisikan kata sandi dan nama yang terhitung esensial untuk zaman sekarang. Memang benar kejahatan siber takkan ada habis-habisnya, begitu juga dengan topik omongan kejahatan siber pula, mungkin memang sifatnya dinamis mengikuti zaman, sehingga terlihat "progresif" saja ... mungkin. 

Lalu apa ...?

Dengan segala penjelasan yang diungkap di bagian sebelumnya, kemudian apa sih yang sebaiknya kita lakukan? Karena tulisan ini berfokus banyak dalam kebocoran data dan kebetulan hal itu bukanlah hal yang sekali terjadi di Indonesia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline