Oleh. Wira D. Purwalodra
Mengasuh anak usia prasekolah merupakan sebuah petualangan yang penuh warna dan tantangan. Di usia ini, anak-anak bagaikan spons yang menyerap segala sesuatu di sekitarnya, termasuk cara kita berkomunikasi dengan mereka. Dalam konteks komunikasi dengan anak prasekolah, penting bagi orang tua dan pengasuh untuk mengadopsi pendekatan yang positif, sebagaimana yang dianjurkan dalam ajaran Islam dan didukung oleh teori psikologi modern serta ilmu komunikasi. Mengarahkan percakapan dengan cara yang inspiratif dan membangun akan membantu anak-anak mengembangkan kepercayaan diri, rasa tanggung jawab, dan pemahaman yang lebih dalam tentang dunia di sekitarnya.
Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang terkenal dengan teorinya tentang perkembangan kognitif, menekankan bahwa pada usia prasekolah, anak-anak berada dalam fase pra-operasional. Mereka mulai mengembangkan kemampuan imajinasi dan simbolik, meski belum memahami logika secara penuh. Ini adalah momen di mana cara kita berbicara dengan mereka memainkan peran penting dalam menentukan pola pikir dan perilaku mereka nanti. Dalam Islam, komunikasi yang baik juga sangat dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." Nabi memberikan teladan untuk berbicara yang baik, lembut, dan penuh kasih sayang, terutama kepada anak-anak.
Ketika kita berbicara dengan anak prasekolah, penting untuk menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Anak-anak pada usia ini belum dapat menangkap makna dari kalimat yang terlalu rumit atau abstrak. Seperti yang disampaikan oleh Lev Vygotsky, seorang psikolog Rusia, interaksi sosial memainkan peran fundamental dalam perkembangan kognitif anak. Komunikasi yang efektif tidak hanya melibatkan kata-kata yang diucapkan, tetapi juga bagaimana kita menyampaikan pesan tersebut melalui intonasi, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh. Ini selaras dengan tata komunikasi dalam Islam, di mana pentingnya menjaga nada suara dan ekspresi untuk menciptakan suasana percakapan yang harmonis.
Menggunakan pendekatan positif dalam komunikasi memerlukan ketulusan hati dan kesabaran. Carl Rogers, psikolog humanistik terkemuka, mengajarkan pentingnya empati dan kondisi positif tanpa syarat dalam interaksi dengan orang lain. Dua prinsip ini sangat relevan dalam interaksi kita dengan anak-anak, memberikan mereka ruang untuk mengekspresikan diri tanpa merasa takut salah. Dalam perspektif Islam, kesabaran dan kebaikan adalah nilai-nilai utama yang harus dimiliki setiap orang tua. Mengajari anak-anak dengan cara yang lembut dan penuh kasih akan menjadikannya pribadi yang lebih baik, karena mereka belajar dari contoh dan teladan langsung.
Memberikan anak ruang untuk berbicara dan mendengarkan dengan seksama juga sangat penting. Menurut Paul Watzlawick, seorang komunikator terkemuka, komunikasi tidak dapat dihindari dan selalu bersifat timbal balik. Ini menunjukkan bahwa setiap tindakan atau respons kita terhadap anak akan mendapat reaksi dari mereka. Mendengarkan dengan aktif bukan saja tentang mendengar kata-kata mereka, tetapi juga memahami perasaan yang ingin mereka sampaikan. Ketika anak merasa didengarkan, mereka akan lebih terbuka dan belajar untuk mengungkapkan pemikiran serta perasaan mereka dengan cara yang sehat.
Pujian juga merupakan aspek penting dalam komunikasi positif. Alfie Kohn, seorang penulis dan pembelajar progresif, menekankan bahwa jenis pujian yang kita berikan dapat berdampak besar pada motivasi anak. Pujian yang berfokus pada usaha dan proses, bukan hasil akhir, akan membantu anak mengembangkan mentalitas bertumbuh. Kandungan pujian semacam ini sejalan dengan ajaran Islam, yang mendorong manusia untuk melakukan yang terbaik dan memperbaiki diri, terlepas dari hasil yang dicapai.
Penting untuk diingat bahwa komunikasi negatif, seperti mengkritik atau memarahi dengan keras, dapat memiliki efek jangka panjang yang merugikan pada perkembangan anak. Dalam teori psikologi perilaku, BF Skinner menunjukkan bahwa penguatan positif lebih efektif daripada hukuman dalam mempengaruhi perilaku anak. Ini secara tidak langsung tercermin dalam ajaran Islam, di mana memberikan nasehat haruslah dilakukan dengan hikmah dan cara yang baik, bukan dengan kekerasan atau kemarahan.