Lihat ke Halaman Asli

Wira D. Purwalodra (Second)

Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Mendirikan Loyalitas di Atas Rasa Takut?!

Diperbarui: 5 Juli 2023   13:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh. Purwalodra

Itulah yang dirasakan saat ini, oleh sebagian besar Karyawan pada perusahaan dimana saya bekerja. Perasaan takut dipecat yang berselimut loyalitas tinggi. Mereka bekerja sesuai jadwal yang memenjarakannya bertahun-tahun. Jangan bicara bahagia, ketenanganpun sulit diperoleh. Disiplinnya tidak membawanya pada produktivitas, apalagi kreativitas. Inilah sumber dari segala sumber penyakit bagi karyawan, bahkan penyakit organisasi secara keseluruhan. Kepatuhan dan ketaatan hanya sebagai model perilaku yang wajib ditunjukkan dihadapan pimpinan. Apakah mereka menjalani tirakat, mati sa'jroninmg urip ?!. Ternyata tidak juga. Mereka melakukan ini semua, karena takut tidak dihargai, takut diremehkan, takut tidak diakui, bahkan takut dipecat. Rasa takut inilah yang membuat para karyawan melaksanakan pekerjaan dengan loyalitas buta, sehingga kebutuhan hidup terus pas-pasan, selalu merasa kekurangan dan uang yang diterima tak cukup untuk kebutuhan sebulan.

Menurut Syaeful Karim, seorang intelektual muslim asal Garut, Jawa Barat,  Pembina Perguruan Spiritual Itsbatulyaqin, mengatakan bahwa ada 5 tujuan  yang menggerakkan manusia untuk bekerja memenuhi kebutuhannya, yaitu: Pertama, digerakkan oleh rasa bersalah; Kedua, digerakkan oleh kebencian dan kemarahan (ingin balas dendam); Ketiga, digerakkan oleh rasa takut, Keempat, digerakkan oleh keinginan menguasai materi; Kelima, digerakkan oleh kebutuan untuk diakui. 

Karyawan bekerja bukan didasari oleh keyakinanya, bahwa mereka sedang diperkerjakan oleh Allah, untuk menjadi kepanjangtanganan Allah, untuk menyampaikan cinta-kasih Allah kepada orang-orang yang membutuhkan keahliannya, di semesta ini. Sementara, yang ada dalam pikiran dan hati karyawan, hanyalah bekerja keras atas nama rasa takut, bukan atas nama Allah. Sehingga, mereka bekerja seperti robot yang tidak memiliki emphati terhadap sesama.

Syaeful Karim juga mengatakan, bahwa ketika seseorang bekerja atas nama Allah, maka ia memperoleh keberkahan hidup. Hidupnya tenang, bahagia dan berlimpah karunia. Gaji dan fasilitas lainnya adalah hadiah dari semesta. Seseorang yang bekerja karena uang, maka yang ia dapatkan hanya uang, sebentar ada, sebentar tidak ada. Bekerjalah karena Allah, jadilah pelayan Allah, dan seseorang tidak akan pernah lagi kekurangan apapun, termasuk uang. Seseorang yang sudah menjadi pelayan Allah, ia disebut dalam Al Qur'an, sebagai: ... Waman yattaqillaha yaj'al lahu makhroja ...., yakni: mereka adalah orang-orang yang bertakwa kepada Allah dengan sungguh-sungguh, dan ia akan diberi jalan keluar dalam segala urusan hidupnya. Oleh karena itu, loyallah kepada Allah SWT, yang memberi kita hidup, ilmu, pengalaman, rezeki dan segalanya yang kita butuhkan di alam semesta ini.

Penjelasan diatas boleh jadi akan sangat berat dilakukan, apabila kita tidak mengenal siapa Allah itu, dan bagaimana Allah bisa hadir disetiap nafas kita. Bagi orang awam seperti saya, menghadirkan Allah dalam setiap nafas merupakan tindakan yang tidak mudah, dan membutuhkan kesadaran dan pengabdian yang mendalam. Mungkin, beberapa langkah berikut ini dapat membimbing jalan kita untuk menghadirkan Allah, disetiap pikiran dan perbuatan kita:

  • Kita, sebaiknya dapat melatih dan menjaga kesadaran spiritual, agar kita dapat menyadari, bahwa Allah SWT senantiasa hadir dan menyaksikan setiap gerak-gerik kita. Berusahalah untuk selalu mengingat-Nya dan berpikir tentang-Nya dalam setiap nafas dan momen kehidupan kita.
  • Jadikan rasa syukur sebagai gaya hidup kita, karena dengan bersyukur kepada Allah atas segala hal, baik pada saat menerima nikmat dan cobaan yang diberikan. Mensyukuri apa yang terjadi saat ini, disini, pada diri kita sendiri, akan dapat menghadirkan Sang Maha segalanya dalam kehidupan kita.
  • Teruslah menjaga hati agar tetap bersih dari sifat-sifat negatif, seperti: sifat iri hati, dengki, dan kebencian. Gantilah sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat positif, seperti: kasih sayang, kedermawanan, dan memaafkan. Dengan memelihara kebersihan hati inilah, kita akan lebih mampu menghadirkan Allah dalam segala tindakan dan perbuatan kita.
  • Berserah dirilah kepada kehendak Allah, jadikan diri kita kepanjangtanganan Allah SWT, dan selalu mengingatkan diri kita, bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini adalah kehendak Allah. Menerima dan berserah diri kepada kehendak-Nya adalah cara yang kuat untuk menghadirkan Allah dalam setiap nafas kita.

Pada akhirnya, untuk dapat menjalankan langkah-langkah diatas, kita juga perlu seorang guru yang dapat membimbing arah hidup kita secara spiritual, karena menghadirkan Allah dalam setiap nafas, memerlukan latihan dan kesadaran yang berkesinambungan. Berusahalah untuk melakukannya dengan tulus dan ikhlas, dan dengan izin Allah, kita akan merasakan kedekatan yang lebih dalam dengan-Nya. Dari titik inilah, kita dapat mendirikan loyalitas kepada Allah SWT, bukan atas nama rasa takut ?!! Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 5 Juli 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline