Oleh. Purwalodra
Mempersiapkan sang penerus organisasi atawa melakukan sebuah kaderisasi merupakan hal yang sangat penting untuk kelangsungan hidup organisasi. Karena mempersiapkan pelanjut organisasi adalah inti dari perjuangan organisasi dalam mencapai Visi dan Misinya. Tanpa kaderisasi, organisasi akan sulit melanjutkan kelangsungan hidupnya. Organisasi akan kewalahan dan keruntuhan sebuah organisasi akan mudah diprediksi.
Ingat, bahwa fungsi dari proses kaderisasi adalah mempersiapkan calon-calon penerus organisasi, yang siap melanjutkan tongkat estafet perjuangan sebuah organisasi. Oleh, karena itu, kader sebuah organisasi adalah orang yang telah dilatih dan dipersiapkan sejak lama, dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga dia memiliki kemampuan yang di atas rata-rata orang pada umumnya. Bung Hatta pernah menyatakan kaderisasi dalam kerangka kebangsaan, "Bahwa kaderisasi sama artinya dengan menanam bibit. Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan, pemimpin pada masanya harus menanam."
Perspektif pada umumnya, bahwa kaderisasi organisasi dapat dipetakan menjadi dua pola umum. Pertama, pelaku kaderisasi (subyek). Dan kedua, sasaran kaderisasi (obyek). Untuk yang pertama, subyek atau pelaku kaderisasi dalam sebuah organisasi adalah individu atau sekelompok orang yang dipersonifikasikan dalam organisasi, kebijakan-kebijakannya yang perilakunya mengarah pada fungsi-fungsi regenerasi, dan memiliki kesinambungan tugas-tugas organisasi.
Sedangkan pola yang kedua, adalah obyek dari kaderisasi, dengan pengertian lain adalah individu-individu yang dipersiapkan dan dilatih untuk meneruskan visi dan misi organisasi. Sifat sebagai subyek dan obyek dari proses kaderisasi ini sejatinya harus memenuhi beberapa fondasi dasar dalam pembentukan dan pembinaan kader-kader organisasi yang handal, cerdas dan matang secara intelektual dan psikologis. Oleh karena itu, kaderisasi adalah sebuah proses yang berkesinambungan dan membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Sebagai subyek atau pelaku, dalam pengertian yang lebih jelas adalah seorang pemimpin. Bagi Bung Hatta, kaderisasi sama artinya dengan edukasi, pendidikan ?! Dimana, pendidikan tidak harus selalu diartikan sebagai pendidikan formal, atau dalam istilah Hatta "sekolah-sekolahan", melainkan dalam pengertian luas. Tugas pertama-tama seorang pemimpin adalah mendidik. Jadi, seorang pemimpin hendaklah seorang yang memiliki jiwa dan etos seorang pendidik.
Selanjutya, proses memimpin berarti menyelami perasaan dan pikiran orang yang dipimpinnya, serta memberi inspirasi dan membangun keberanian hati orang yang dipimpinnya agar mampu berkarya secara maksimal dalam lingkungan tugasnya. Sedangkan sebagai obyek dari proses kaderisasi, pada hakekatnya, seorang kader memiliki komitmen dan tanggung jawab untuk melanjutkan Visi dan Misi organisasi ke depan. Karena jatuh-bangunnya organisasi terletak pada sejauh mana komitmen dan keterlibatan mereka secara intens dalam dinamika organisasi, dan tanggung jawab mereka untuk melanjutkan perjuangan organisasi yang telah dirintis dan dilakukan oleh para pendahulu-pendahulunya. Jadi dari titik ini, maka proses kaderisasi akan berbeda dengan proses seleksi ?!!.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam hal kaderisasi adalah potensi dasar sang kader. Potensi dasar tersebut sesungguhnya telah dapat dibaca melalui perjalanan hidupnya dalam organisasi, atau bisa juga disebut sebagai track n record. Sejauhmana kecenderungannya terhadap problema-problema yang ada, baik di dalam di luar organisasi organisasai
Jadi jelas bahwa harus ada dasar berfikir atau filosofi kaderisasi yang yang diterapkan oleh setiap organisasi. Yakni, harus terus-menerus diupayakan untuk menemukan bibit-bibit unggul melalui sistem dan konsepsi kaderisasi dalam organisasi. Kader-kader yang potensial, setelah mereka memahami dan meyakini pandangan, konsepsi dan sistem yang telah diinternalisasikan, maka jiwa seorang kader akan terus terpacu untuk bekerja, berkarya dan berkreasi seoptimal mungkin. Mungkin, yang perlu kita pikirkan, yaitu format dan mekanisme yang komprehensif dan mapan, guna memunculkan kader-kader yang tidak hanya mempunyai kemampuan di bidang manajemen organisasi, tapi yang lebih penting adalah tetap berpegang pada komitmen sosial dengan segala dimensinya.
Pada akhirnya, proses kaderisasi akan sangat berbeda dengan proses seleksi. Proses kaderisasi memiliki rentang waktu yang relatif lama, sedangkan proses seleksi dapat dilakukan dalam waktu singkat, karena hanya berisi prosedur dan tahapan seleksi saja. Dan, perlu juga kita pahami bahwa sukses atau tidaknya sebuah organisasi dapat diukur dari kesuksesannya dalam proses kaderisasi seorang pemimpin yang di kembangkannya, dan kukan pada proses seleksinya. Karena, wujud dari keberlanjutan sebuah organisasi, adalah munculnya kader-kader yang memiliki kapabilitas dan komitmen terhadap dinamika organisasi di masa depan. Wallahu A'lamu Bishshawwab.
Bekasi, 12 Mei 2021.