Lihat ke Halaman Asli

Wira D. Purwalodra (Second)

Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Ketika Hidup Menjadi Proses Pembelajaran?

Diperbarui: 5 April 2016   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Purwalodra

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kata ‘belajar’ sepertinya hanya milik anak muda saja. Sekan hanya anak mudalah yang berhak dan wajib untuk menuntut ilmu atawa belajar. Bagi yang lanjut usia seperti saya, kata ‘belajar’ sepertinya tidak cocok lagi, itupun kata anak muda ?!. Padahal kita diperintahkan oleh Agama untuk terus belajar dari usia anak-anak sampai nafas kita berada di tenggorokan, alias sampai kematian menjemput kita.

Kita semua menyadari, bahwa salah satu bagian terpenting dari sebuah proses pendidikan adalah pembelajaran. Namun, apa sebenarnya dari arti belajar itu ? Belajar adalah menyerap informasi tentang berbagai hal. Bahkan, dari permainan pun, bisa kita jadikan sebagai proses belajar guna menambah informasi di dalam diri kita.

Namun, belajar tidak hanya menyerap informasi. Pikiran kita pun aktif menerima dan mengolah berbagai data menjadi informasi. Dan, informasi yang dikelola tersebut kemudian berubah menjadi pengetahuan. Dari pengetahuan inilah, kita lalu belajar untuk bertindak dan membuat keputusan, untuk hidup kita sehari-hari. Proses dialektik antara mengambil keputusan dengan proses belajar ini akan tercipta kualitas hidup yang terus-menerus mengalami perubahan.

Belajar juga berarti meningkatkan ketrampilan. Dari informasi yang kita peroleh itu, lalu kita bisa memiliki suatu kemampuan tertentu. Dengan kemampuan itulah, kita bisa bekerja, guna menunjang hidup, dan mengembangkan diri kita sendiri. Belajar dalam arti menerima dan mengolah informasi agar menjadi tindakan yang sistematis dan rasional, akan menjadi bagian penting dari kehidupan kita.

Belajar adalah upaya untuk melestarikan kehidupan itu sendiri. Melestarikan kehidupan itu juga berarti berbuat baik dengan ilmu yang kita miliki. Melestarikan kehidupan juga berarti sedapat mungkin mengurangi penderitaan yang ada di sekitar kita. Berbuat baik disini juga harus dipahami dalam arti luas. Tentu saja, kita bukan hanya sekedar memberi uang untuk mendapat pahala, tetapi merupakan dorongan alami dari dalam batin untuk bertindak sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi.

Ketika kita terus berusaha melestarikan kehidupan, kita akan kembali menemukan arah. Kita akan kembali menemukan makna di dalam hidup kita. Secara perlahan tapi pasti, kita akan melihat jalan pulang untuk melampaui segala bentuk kecemasan dan penderitaan di dalam hidup ini.

Pada titik inilah, proses belajar tidak lagi persoalan menghafal fakta, atau membangun kebiasaan, melainkan bagimana membangunkan kesadaran diri kita sebagai manusia. Kesadaran mengubah cara kita dalam melihat dunia. Dan dengan itu, kesadaran mengubah seluruh diri kita untuk mampu menjadi manusia yang bebas, bermartabat, sekaligus aktif membangun dunia dengan kebebasan kita.

Kita tidak lagi menjadi bank informasi, yang hanya pandai menyerap dan membagi-bagikan informasi belaka. Kita juga tidak lagi menjadi robot-robot hasil bentukan lingkungan sosial kita melalui proses pembiasaan yang dilakukan secara rutin dan sistematik, sehingga menjadi pribadi yang tak mampu berpikir kritis, apalagi mengubah dunia ke arah yang lebih baik.

Membangun kesadaran berarti menolak untuk tunduk pada satu atau dua pola pembelajaran yang seringkali menjadi penjara jiwa kita sendiri, melainkan melihat realitas apa adanya dengan segala rasa yang ada di dalam eksistensi diri kita sebagai manusia, lalu bertindak atas dasar rasa serta kebebasan itu.

Pribadi yang mirip bank informasi dan robot-robot patuh ini,  tidak akan membawa peradaban ke arah keagungannya, melainkan justru merusaknya. Ketika hal ini terjadi, buahnya ada dua, yakni kecemasan dan penderitaan. Kita merasa cemas atas apa yang akan terjadi di masa depan. Kecemasan itu melahirkan tegangan dan penderitaan di dalam diri kita. Pada tingkat yang ekstrem, kita jatuh ke dalam depresi, dan bahkan bunuh diri. Pada titik inilah kita menyadari pentingnya belajar hingga azal menjemput kita. Kita menjadikan pengalaman hidup sebagai proses pembelajaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline