Oleh. Purwalodra
Kata ‘Tau Gitu’ menurut Mario Teguh, merupakan kata penyesalan atas apa yang kita perbuat pada masa lalu, yang saat ini kita sadari sebagai sebuah kesalahan. Sadar bahwa apa yang dilakukan dulu merupakan kesalahan, maka penyesalan hari ini merupakan langkah awal untuk bisa melakukan ‘move-on’. Kata ‘move-on’ ini merupakan sebuah istilah yang kurang lebih ‘bergerak-maju’, atau bergerak untuk melupakan apa yang telah lalu dan mencoba menatap masa depan dengan kacamata yang lebih baik.
Sebuah penyesalan bisa terjadi pada setiap orang, di setiap kondisi, baik laki-laki maupun perempuan. Menyesal itu adalah akibat dari apa yang kita pikir suatu kebenaran, ternyata salah. Dan, apa yang kita lakukan itu benar, ternyata juga salah. Lalu kita menyesali apa yang telah kita pikirkan dan perbuat itu.
Sikap untuk menyesali pikiran dan perbuatan yang telah berlalu, adalah sikap yang wajar dan harus ada di setiap orang yang ingin berubah menjadi lebih baik. Tanpa penyesalan, hidup kita tidak akan ada perubahan. Dan, orang yang tidak pernah menyesal dalam hidupnya, tidak akan pernah mengalami perubahan. Oleh karena itu, menyesalah !?. Dari titik ini, kita bisa melahirkan beberapa pertanyaan, mengapa kita gagal menata hidup sesuai pikiran kita ? Mengapa kita gagal membangun hubungan yang baik dengan orang lain ? Mengapa kita menghancurkan diri kita sendiri?. Dan, seterusnya .... !?
Sesungguhnya, semua peristiwa yang kita alami di dunia ini merupakan pembuktian, bahwa hidup kita sejak awal memiliki tujuannya sendiri, meskipun dalam perjalannya, kita hanya bisa melihat sebagian kecil dari tujuan itu. Mengapa kita belajar dan menimba ilmu di dunia ini ? Tidak lain dan tidak bukan, hanya untuk memberi bekal kepda kita sendiri dalam menemukan tujuan hidup kita masing-masing. Dari tujuan hidup yang kita temukan di sudut-sudut pengalaman kita itulah, maka kita akan mengetahui pola, irama, dan tema-tema hidup yang kita jalani sehari-hari. Sehingga, kita bisa menjalani hidup dengan damai, jernih, dan merima apa adanya.
Penting juga kita ingat, bahwa ketika kita gagal mengatasi tugas hidup di dunia ini, maka di masa yang akan datang kita akan mengalami hal yang sama pula. Cara kerjanya, adalah kita akan dihadapkan dengan masalah itu, dalam berbagai bentuk, sampai kita bersedia menanganinya dan berikhtiar seefektif mungkin. Kadang-kadang kita mengira, bahwa dengan menghindari suatu masalah hidup, lalu kita akan terbebas dari masalah-masalah itu lagi ?!. Ternyata tidak. Kita akan tetap mengalami masalah yang sama, terus-menerus, sebelum kita mau dan mampu mengatasi masalah itu. Kita akan terus-menerus terjebak pada masalah yang sama, ketika kita menghindari masalah tersebut. Oleh karena itu, setiap persoalan hidup kita, mau-tidak-mau atau suka-tidak-suka, harus kita hadapi dan atasi masalahnya sesuai kemampuan kita, selebihnya hanya Tuhan yang akan menyelesaikannya. Kita hanya dituntut untuk mau dan mampu bertanggungjawab, ... gethooo lhoo ?!!!. Jadi prinsipnya adalah atasi sekarang atasi lain kali ?!.
Kita selalu tidak pernah tahu, ending atau akhir, dari apa yang kita pikirkan atau perbuat hari ini. Maka wajar, jika kelak apa yangkita pikir dan perbuat itu ternyata tidak benar, lalu kita menyesal. Karena, penyesalan adalah pengakuan bahwa kita adalah manusia yang punya khilaf dan salah, dihadapan Allah Swt. Kita sering tertipu oleh pikiran kita sendiri, dan sering pula kita dipimpin oleh pikiran kita dan kemudian menyesatkannya.
Kadang-kadang kita menyadari, bahwa pikiran manusia dilumurin oleh banyak racun. Akibatnya, pikiran kita tak lagi mampu melihat keadaan secara tepat. Pikiran kita pun tidak bisa bersikap menanggapi keadaan dengan tepat. Racun ini berkembang dari kesalahan berpikir yang diajarkan kepada kita, lalu berkembang menjadi kebiasaan, sekaligus bagian dari kepribadian kita sendiri. Racun pertama adalah kesalahan berpikir mendasar soal waktu. Kita percaya, bahwa masa lalu itu ada. Akhirnya, banyak orang terjebak pada masa lalu. Dan, kita hidup di dalam penderitaan, akibat kenangan atas masa lalu yang gelap, yang sebenarnya sudah tidak ada.
Kemudian, banyak orang juga yakin, bahwa masa depan itu ada. Akhirnya, mereka sibuk bekerja, guna menata masa depan. Orang yang pikirannya terus berayun di antara masa lalu dan masa depan akan terus hidup dalam penyesalan masa lalu, dan ketakutan akan masa depan. Pikirannya dipenuhi ketegangan dan penderitaan. Padahal, masa depan ada di hari ini, saat ini kita sedang membangun masa depan.
Racun pada pikiran kita berikutnya, adalah pikiran curiga dan prasangka. Pikiran curiga berarti pikiran yang selalu melihat dunia dari sisinya yang paling jelek. Pikiran curiga lalu menghasilkan prasangka. Orang pun tidak lagi dapat melihat dunia apa adanya, tetapi selalu dengan kaca mata curiga dan prasangka. Pendek kata, ia selalu melihat dunia dan orang lain sebagai musuh yang mengancam dirinya. Curiga dan prasangka membuat kita membenci orang lain. Kita tak merasa ragu membuat orang lain menderita, selama kebutuhan kita terpenuhi. Curiga dan prasangka juga membuat kita menjadi tak peduli dengan penderitaan orang lain. Curiga dan prasangka adalah akar dari kebencian dan konflik yang melanda begitu banyak bagian dunia sekarang ini.
Kemudian, setelah kita memahami bahwa di dalam pikiran kita memiliki racun-racun kehidupan, kita juga perlu memahami, bahwa dalam hidup yang kita jalani itu ada paradoks-paradoks kehidupan yang menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Karena sejatinya, kenyataan hidup ini adalah paradoks. Segala kebenaran yang ada di muka bumi ini selalu mengambil bentuk paradoks. Paradoks adalah dua hal yang berbeda, tetapi benar dalam keutuhannya. Ia menolak untuk membagi dunia ke dalam kelompok-kelompok. Paradoks memberi ruang untuk ketidakmasukakalan. Ia melihat segala yang bertentangan sebagai sama dan utuh di dalam kebenarannya. Inilah hukum yang mengendalikan seluruh kenyataan yang ada.