Oleh. Purwalodra
[caption id="attachment_410392" align="alignright" width="300" caption="Foto koleksi pribadi"][/caption]
Sebenarnya tidak ada satupun manusia yang paham tentang kehidupan ini. Jalan hidup manusia yang begitu rumit, tidak akan mampu dipahami oleh manusia itu sendiri, tanpa ia mengenal siapa dirinya, untuk apa ia hidup dan mau kemana setelah kehidupan ini berakhir. Pada saat manusia berada di muka bumi ini apa yang ia inginkan untuk menjadi ?. Pertanyaan ini, sampai hari ini, masih terus ditelusuri jawabannya. Sehingga kita, kemudian, mencoba memahami hidup ini dengan pikiran kita yang sangat terbatas, dan mencoba merasakan bahwa apa yang kita pikirkan itu benar adanya, lantas meyakininya tanpa sikap kritis terhadapnya.
Bahkan, Grup Band Dream Theater yang terkenal dengan salah satu lagunya yang berjudul Spirit Carries On. Kalimat-kalimat pertama di dalam lagu itu amatlah menyentuh. Bunyinya begini : darimana kita berasal? Mengapa kita ada disini? Kemana kita pergi, setelah kita mati ?. Ini adalah pertanyaan-pertanyaan dasar yang dimiliki setiap orang. Pikiran manusia berusaha menjawabnya. Namun, jawaban itu tidak cukup, karena manusia berubah, dan ia membutuhkan jawaban baru atas situasi hidupnya.
Terkadang, kita berada di atas, kita merasa senang, dan mungkin saja bisa sombong. Namun, terkadang, kita berada di bawah, merasa menderita dan tertindas. Maka dari itu, mestinya kita tidak perlu untuk mengeluh atas keadaan itu. Ketika kita menderita dan tertindas, kita harus ingat bahwa roda terus bergerak dan kita akan segera mengalami kesenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya juga benar, bahwa ketika kita mengalami kesenangan, kita harus bersiap akan kesdihan yang menanti di depan mata. Itulah roda kesenangan dan roda takdir bagi setiap manusia. Ini juga merupakan prinsip dari 'ketidakabadian' dunia yang fana.
Untuk bisa menjalani ketidakabadian ini, kita sudah semestinya bersyukur atas semua yang telah kita jalani dalam hidup ini. Pengalaman hidup kita adalah pelajaran, sekaligus sebagai guru yang baik. Kita harus tetap belajar melihat ke belakang dan kemudian menyadari, bahwa kesenangan dan kesedihan pada hakekatnya sama dan saling melengkapi. Karena, kebahagiaan dan penderitaan di dunia ini juga tidak abadi, jadi sudah semestinya kebahagiaan dan penderitaan itu kita hargai kehadirannya. Kita tidak akan mungkin merasakan kondisi yang menyenangkan dan bahagia, jika kita tak pernah mengalami kesedihan dan penderitaan. Begitu pula sebaliknya.
Hekekatnya, kebahagiaan dan penderitaan yang sesungguhnya itu tidak berada di luar manusia, misalnya pada benda-benda, uang atau kekuasaan, tetapi justru berada di dalam diri pribadi kita sebagai manusia. Hanya kita yang dapat menemukan dan merengkuhnya. Tidak ada orang lain yang bisa mengambil kebahagiaan dan penderitaan yang kita genggam.
Kebahagiaan dan penderitaan tak lebih dari sebuah pilihan bebas yang dimiliki manusia. Hanya manusianya saja yang mau atau tidak memilihnya. Dengan kebebasan ini, manusia memilih kebahagiaan atau penderitaan. Dengan kebebasan ini, manusia juga memilih, apakah ia akan mengambil keputusan yang tepat, atau tidak. Kebebasan bisa menjadi sumber kebaikan dan kemuliaan manusia, sekaligus bisa juga menjadi sumber kejahatan dan penderitaan yang amat besar.
Dari semua ini, kita juga perlu belajar satu hal, bahwa kita harus menerima kehidupan apa adanya, tanpa penilaian baik atau buruk, benar atau salah. Baik atau buruk, benar atau salah, adalah satu paket dari hal yang sama. Kemampuan untuk tidak lagi memilih antara baik atau buruk, benar atau salah, dan sakit atau sehat adalah tanda dari kebebasan diri. Dengan kebebasan diri semacam ini, orang bisa menjalani semua hal dengan ketenangan batin serta kedamaian hati.
Hal lain yang perlu juga dipikirkan adalah, bahwa kita perlu berjuang di dunia ini untuk mengurangi segala bentuk penderitaan, sambil tetap sadar, bahwa sampai tingkat tertentu, penderitaan tidak mungkin dihilangkan. Kita perlu berjuang di dunia ini untuk melawan segala bentuk kejahatan, namun sambil tetap sadar, bahwa sampai pada tahap tertentu, kejahatan tidak bisa dilenyapkan. Kita juga perlu sadar, bahwa sampai pada batas tertentu, penderitaan diperlukan untuk mencapai kebahagiaan, dan bahwa kejahatan, juga sampai pada batas tertentu, diperlukan untuk hadirnya kebaikan.
Dengan kesadaran ini, kita bisa sampai pada pemahaman yang mendasar, bahwa segalanya adalah satu. Perbedaan adalah sesuatu yang dibuat oleh pikiran kita. Ia tidak nyata. Ia hanya ilusi yang mengaburkan pandangan kita pada kenyataan dan kehidupan itu sendiri.