Oleh. Purwalodra
Dalam kehidupan, siapapun, dan dimanapun kita berada, persoalan curi-mencuri menghiasi perilaku kita sehari-hari, di kantor atau dimanapun kita bekerja. Mulai dari mencuri perhatian, mencuri kesempatan, mencuri start, bahkan mencuri hati seseorang. Mencuri memiliki konotasi yang kurang baik, bagi masyarakat tertentu, namun sering konotasi mencuri menjadi perbuatan mulia, karena sebagian orang pengennya harus dicuri dulu baru nyadar. He .. he .. he .. Nah, kalo nggak mau dicuri, berbuatlah selayaknya kita tak mau dicuri, apapun itu ... !!!. Mungkin, perilaku jujur dan apa adanya bisa mencegah orang mencuri apa yang kita miliki. Atau, bisa jadi kita harus melakukan aktivitas moral, agar perilaku curi-mencuri ini bisa dicegah.
Barangkali kita pernah membaca atau mendengar cerita Si Pitung dari Betawi, atau Robinhood dari Inggris. Mereka ini adalah pencuri-pencuri ulung yang berhati mulia. Mungkin Allah Swt mengirim pencuri-pencuri ini ke dunia untuk menyadarkan orang-orang yang kikir alias 'medit' terhadap harta miliknya. Mereka dihadirkan Allah untuk memberi pelajaran bagi orang-orang dzolim kepada sesama. Mereka perlu dipaksa untuk berderma, karena sebagian harta kita ada bagian untuk orang lain. Oleh karena itu, kita diwajibkan untuk berzakat, berinfaq atau bershadaqah.
Dalam tulisan ini, mungkin saya sedikit mau bicarain tentang bagaimana mencuri hati atasan kita ?. Boleh jadi, salah satu perilaku mencuri yang biasa kita lakukan sehari-hari di kantor adalah mencuri hati atasan. Hal ini lebih bagus daripada mencuri harta miliki perusahaan atau negara. Perilaku ini mungkin saja kita lakukan, karena atasan kita tak pernah memperhatikan bawahannya, sehingga bawahan mau-tidak-mau, harus mencurinya dari atasanya. Berbagai cara bisa dilakukan dengan cara konvensional maupun profesional. Mulai dari sikap dan perilaku menjilat, sampai dengan perbuatan mulia yang mampu melindungi harga diri kita sendiri.
Mencuri hati atasan, kenapa tidak ?. ini merupakan hal bisa yang dilakukan sebagian besar karyawan yang bisa dipanggil 'bawahan'. Sebagai contoh, sebut saja atasan saya bernama Ibu Sofiyati, dia memiliki sifat yang sebagian besar bisa dikatakan kurang baik, kalo gak mau saya sebut buruk. Kenapa bisa buruk ??? Menurut saya dan teman-teman yang menjadi bawahannya, ia sebagai atasan tidak konsisten, sukapamer, banyak bicara dan lain-lain. Ketidakkonsistenannya disebabkan karena setiap beliau memerintahkan sesuatu pasti beliau langgar sendiri. Sebagai contoh saja, "Jangan ada yang makan atau minum di dalam ruangan, karena bisa menyebabkan terkontaminasinya bahan baku produksi", tapi ternyata dia sendiri yang makan atau minum di ruangan. Ada lagi ketika dia bilang begini, "Kalian semua harus datang tepat pada waktunya. Kita masuk pukul 08.00 WIB, dan kalian harus sudah sampai ruangan pukul 07:30 WIB" tapi lagi-lagi ia yang melanggarnya, ia datang pada pukul 08.30 WIB dengan alasan macet.
Sifat pamer yang ia tunjukkan salah satunya antara lain, apapun yang dikenakannya selalu baru. Misalnya, yang paling sering ketika ia mengenakan kerudung baru, pasti dia menceritakannya ke orang-orang kalau kerudungnya itu baru. Padahal ketika beliau tidak menceritakannya pun kita semua sudah tahu, kerudungnya baru. Bahkan, ketika beliau beramal pasti dia akan bilang-bilang alias 'woro-woro' ke orang lain. Menurut saya sih, kalo kita ingin beramal 'mbok-iyao' disembunyikan dari penglihatan orang lain. Seiring dengan itu, atasan saya ini selalu banyak bicara, mungkin lebih tepatnya seperti pribahasa "tong kosong nyaring bunyinya". Mudah berjanji tanpa berfikir untuk menepati.
Di perusahaan kami, atasan saya hanya mengisi kartu stock saja, setau saya mengerjakan kartu stock pasti cuma butuh waktu 1 sampai 2 jam saja sehari. Saya tahu itu, karena saya pernah mengerjakan kartu stock tersebut. Ada satu yang paling ngeselin, tiap hari saya dan teman-teman selalu 'digeber' untuk bekerja melebihi target. Misalnya target 500 lot kita harus ngerjain 600 lot. Seharusnya menurut saya memberi tugas itu sesuai dengan kapasitas bawahannya.
Namun demikian, tidak semua sifat Bu Sofiyati buruk lhooo ...?!. Ada sisi positif yang bisa saya teladani. Sepertihalnya, ketegasannya dalam memerintah, tidak canggung untuk menegur bawahannya, dan selalu sempurna mengerjakan sesuatu.
Menurut hasil jajak pendapat yang dilakukan pada tahun 1996 oleh Gallup Organization, (sebuah firma konsultasi SDM di AS) perilaku atasan merupakan penyebab utama ketidak nyamanan suasana di tempat kerja. Secara garis besar, sebenarnya ada dua hal yang diharapkan bawahan dari atasannya, yaitu panduan keahlian dan kepemimpinan. Yuni Lasti F. seorang konsultan SDM dari EXPERD, menjelaskan setidaknya ada 10 kriteria dasar yang harus dimiliki seorang pimpinan yang efektif sekaligus dicintai bawahan yaitu : 1). Bersikap adil; 2). Mampu mendelegasikan tugas; 3).Mempercayai bawahannya; 4). Mau mendengarkan; 5). Berani mengambil tanggungjawab; 6). Tidak menerima semua pujian untuk dirinya sendiri; 7). Memberi teladan; 8). Mampu mengenali dan mengembangkan potensi bawahan; 9). Mampu memperjuangkan kepentingan bawahan; 10). Memberi tugas sesuai dengan kapasitas bawahan.
Tentu saja, ketika atasan kita sudah memiliki sifat-sifat diatas, kita tidak perlu lagi mencuri hati atasan kita. Kata 'mencuri' mungkin bisa kita ganti dengan bekerja secara profesional. Namun, apabila atasan kita tidak memiliki sifat-sifat tersebut, maka yang perlu kita lakukan dalam bekerja, antara lain : 1). Fokus pada pekerjaan; 2). Jangan pernah mengeluh; 3). Pertahankan mejakerja dalam kondisirapi; 4). Disiplin; 5). Sopan; 6). apa yang diperintahkan kita kerjakan dengan ikhlas dan sabar ; 7). Datang lebih awal; 8). Komunikatif; 9). Tidak perhitungan; dan 10). Tegas menjaga harga diri.
Nah ... dengan begitu kita mampu mencuri hati atasan dengan elegan, tanpa harus menjilat. Memang sih, kita butuh strategi yang tepat untuk mencuri perhatian atasan. Menjaga hubungan dan komunikasi yang baik dengan atasan memang bisa menjadi sarananya. Tak pernah terlambat dan selalu menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, kalo perlu melebihi target yang ditetapkan. Dengan begitu, kita bisa memperoleh perhatian atasan secara proporsional dan profesional. Wallahu A'lamu Bishshawwab.