Lihat ke Halaman Asli

Malam Pergantian Tahun

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dingin malam di tengah hamparan pepohonan rindang dikala malam pergantian tahun. Dibawah langit sedikit mendung aku dan teman-teman ku sedang meratapi nasib. Tiduran ditengah jalan dalam perjalanan menuju Pantai Riung yang berada di Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan yang sangat melelahkan. Dengan menggunakan sepeda motor kami melaju dengan penuh semangat.

Pada waktu itu, kami berencana untuk mengisi malam tahun baru di Pantai Riung. Malam peragntian tahun 2013 menuju 2014. Segala persiapan sudah didapati. Dan kami melaju sekitar pukul satu saing. Saat sampai pada perbatasan kabupaten Ende, kami terpaksa berhenti karena hujan. Ada yang membawa mantol hujan ada yang tidak membawa, termasuk aku. Namun, kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan walau hujan mengguyur bumi cukup deras. Tidak lama kemudian, hujan berhenti, langit kembali cerah.

Sebelum menuju Riung, kami singgah di sebuah perkampungan adat, kampung adat Bena. Perkampungan yang berada di kaki gunung Inerie. Perkampungan yang masih menggunakan bangunan lama. Bangunan(rumah) yang masih asli. Saat memasuki kampung tersebut serasa berada pada zaman kuno, khususnya megalitikum. Sebuah fenomena yang menarik ditengah-tengah angan-angan kosong gemerlap kota.

Kami berhenti dan parkir motor. Dan siap untuk mendokumentasikan moment-moment bersejarah di tempat yang bersejarah ini. Aku sempat berbincang lansung dengan penduduk disitu. Dan yang aku dapatkan adalah yang tinggal disitu terdapat sembilan suku. Dan yang tinggal dsitu kebanyakan ketua adat dan kelurga. Sedangkan anggota suku bisa tinggal luar kampung.

Setelah merasa cukup berada ditempat yang begitu memenjakan mata dan imajinasi itu, kami melanjutkan perjalanan menuju Kota Bajawa untuk sholat maghrib. Kota yang lumayan sepi, bila dibandingkan dengan Ende. Kami Sholat maghrib di tengah kota. Dan tepat di depan masjid ada gereja. Suatu pemadangan yang unik. Itulah kehidupan di Flores. Seperti di Ende, tingkat toleransi cukup tinggi. Setelah sholat maghrib, kami melanjutkan untuk makan malam.

Kami menikmati makan dengan lahap, karena memang sangat lapar. Ada yang memesan dua jenis makanan dan ada juga yang memesan sampai tiga jenis makanan. Kami benar-benar lapar. Setelah makan, kami mengisi bahan bakar. Setelah mengisi bahan bakar kami benar-benar melakukan perjalanan yang panjang dan melelahkan.

Sepanjang jalan, harus mendaki dan menurun berbelok-belok dengan dikelilingi hutan cukup lebat. Sampai kami harus berhenti dua kali untuk istirahat. Tiduran ditengah jalan yang kosong melompong. Kami serasa bodoh dan gila karna hal ini. Melakukan perjalanan ditengah malam. Istirahart yang pertama kami berada di tangah hutan, hanya sepi saja. Dan istirahat yang kedua kami benar-benar berada ditengah hutan.

Yang bisa kami lakukan adalah tiduran ditengah jalan, dibawah langit sedikit mendung, dtengah hutan, ditemani suara jangkrik yang saling menyahut. Dan sesekali kami mendengar letusan petasan, walau hanya samar-samar, antara suara petasan dengan geledek. Kami benar-benar capek dan sedikti putus asa. Setelah sekian lama berkendara, Pantai Riung itu tak terlihatjuga. Seakan-akan tempat yang kami tuju itu hanyalah sebuah dongeng belaka.

Kami juga mengomel-ngomel, marah-marah pada diri sendiri. Jangan kan pantainya, bau pantainya saja tidak tercium. Kami tidak menyangka bahwa perjalanannya akan begitu panjang dan melelahkan aseperti ini. Tidak ada dalam benak kami akan seperti ini sebelumnya. Yang kami kira bahwa tempat yang kami tuju adalah sebuah kawasan wisata yang terkenal. Riung, pantai dengan tujuh belas pulau. Sebuah kawasan wisata yang wajib dikunjungi bila menyambangi Flores.

Lelah tubuh dan pikiran melanda kami semua. Seolah kami adalah penganggur yang tiada tempat untuk berlabuh. Sepeda motor yang berjejer pun bila dapat bicara pasti akan mengeluh. Untumg saja mereka benda mati, coba kalau benda hidup. Aku tidak bisa membayangkan, mereka akan pulang sendiri dan meninggalkan kami. Tidak patuh pada tuannya. Mereka meninggalkan tuannya karena memaksakan kehendak.

Lalu, disela-sela istirahat, salah seorang teman, Tarom, mulai gelisah dan mengajak untuk segera pergi melanjutkan perjalanan. Dia merasakan tidak nyaman karena sesuatu hal.Entahlah, apa itu. Tapi kurasa, penghuni ditempat kami istirahat tersebut tidak suka dengan kehadiran kami. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan yang masih panjang. Dan akhirnya, kami sampai juga ditempat tujuan, setelah melakukan perjalanan selama tiga setengah jam. Itu juga belum sampai di tempat tujuan. Masih di kawasan perumahan.

Akhirnya kami disambut oleh teman-teman SM3T yang bertugas di Ngada, khususnya Riung. Setelah berbincang-bincang dan istirahat, kami ternyata juga mendapat undangan dari penduduk sekitar untuk makan malam. Orang Jawa juga. Namun, karena kami terlalu lelah, tidak semua yang ikut, hanya tiga orang, saya, dan dua orang teman saya. Sedangkan yang lainnya menuju penginapan.

Kami disuguhi makanan yang sebenarnya sangat enak. Gulai ayam, ikan bakar. Namun, selera jadi pudar gara-gara melihat ikan bakar yang tidak besih, masih berdarah. Ihhhhh, jadi ga selera. Setelah makan, dan ngobrol cukup lama, kami memutuskan untuk segera istirahat. Pamitan sama yang punya rumah dan teman-teman Ngada. Itu sekitar pukul 3 dinihari. Dan aku bersama dua temanku baru isitirahat, dan harus menemui temat tidur yang kurang nyaman. Kami baru tidur jam 4 dinihari.

Belum lama untuk memejamkan mata, aku sudah dibangunkan oleh teman untuk segera menuju Pantai Riung. Aku sedikit malas, karena memang masing ngantuk dan capek. Aku membaringkan tubuhku lagi, menunggu saat-saat yang tepat untuk bangkit dari tidurku. Setelah merasa cukup, aku bangun, dan kami segera bergegas pergi menuju pantai tetap dengan menggunkan sepeda motor. Tidak jauh dari penginapan. Hanya sekitar 1 kilometer saja.

Setelah sampai di pantai, kami mengelilingi pulau dengan menggunakan kapal sewaan. Sebuah pemandangan yang begitu memanjakan mata. Laut yang indah, dunia bawah laut yang terlihat begitu damai dan tentram. Selama perjalanan laut itu, tak kuasa mulut terus berucap syukur karena bisa menyaksikan dan merasakan indahnya ciptaan Tuhan. Itulah, betapa besar dan maha kuasanya ALLAH SWT.

Kami berhenti di salah satu pulau nan indah. Eksotisme alam Riung dengan air lautnya yang indah membawa diri ini melepas sejenak penat hidup. Tertawa, bercanda, bersama teman-teman, serta foto-foto yang akan menjadi album sejarah di masa mendatang. Dalam sejarah, tidak hanya manusia saja yang bisa berbicara, benda mati, termasuk foto, juga bisa berbicara dan menyampaikan pesan. Menyampaikan memori masa lalu. Foto juga bisa menjadi wadah untuk menmbus ruang dan waktu. Maka, jangan segan-seganlah untuk memiliki jiwa narsis dari paham narsisme.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline