Suratno warga Pintu Rime Gayo berada di tengah perkebunan cabe yang seharusnya siap panen. Di tangannya tergenggam dua batang petasan. Kebunnya, kebun tetangganya Gundala dan Amin, sejak beberapa hari belakangan ini diobrak-abrik oleh kawanan Gajah liar. Petasan yang dia genggam adalah satu-satunya jenis "Senjata" yang mereka punya untuk mempertahankan diri kalau kebetulan dalam perjalanan pulang dari kebun atau ketika dia sedang di dalam rumah, didatangi kawanan Gajah. Hewan besar ini tidak menyukai suara petasan.
Ini adalah konflik ke sekian kali yang terjadi antara manusia yang membuka kebun di Pintu Rime Gayo, dengan hewan bertubuh besar yang terganggu habitatnya ini.
Sejak 2012, nyaris setiap tahun, tiap kali Gajah datang ke desa ini selalu ada korban yang meregang nyawa.
Pada tahun 2012 ada Hamdani alias Cek Gu (42) yang kritis karena dianiaya hewan yang oleh orang Aceh dipanggil dengan nama kehormatan Po Meurah. Pahanya tertembus gading. Dua hari berselang. M Syarif (60) meninggal dunia setelah diserang kawanan Gajah yang tidak sengaja berpapasan dengannya di jalan.
Tahun 2013, tidak ada korban amukan Gajah, tapi bukan berarti serangan berakhir. Tahun 2014, amukan Gajah kembali memakan korban. Pada hari Rabu, 6 Agustus 2014, seorang warga bernama Firmansyah, tewas diamuk hewan berbelalai ini. Dan dia bukanlah korban terakhir, hampir empat bulan berselang sang Po Meurah kembali mengamuk dan kali ini Hasan Basri yang menjadi korban, tewak karena diinjak-injak kawanan gajah.
Satu warga yang kritis dan tiga anak manusia kehilangan nyawa ternyata belum cukup untuk membuat para pengambil kebijakan untuk menemukan solusi yang bisa menjaga keselamatan Warga Negara Indonesia dari amukan hewan dilindungi ini.
Tahun 2015, hewan darat terbesar di Sumatera ini datang kembali dan kini nasib tragis harus dialami oleh Husna (35) tewas dengan tubuh tercabik di depan mata suaminya, Fadli dan anak lelaki, Mudewali (4) yang terlepas dari gendongan.
Kepada saya Gundala dan M.Amien, dua warga Pintu Rime Gayo yang ikut mengevakuasi jenazah almarhumah mengatakan. Setelah tubuh ibu beranak 3 ini diangkut dengan ambulans. Mereka masih menemukan beberapa organ dalam perempuan ini berceceran di tanah dalam keadaan hancur.
Pasca kejadian itu, sempat ada perhatian besar dari pemerintah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Tapi solusi permanen belum juga ditemukan.
Kemarin Senin, 26 Desember 2016, kami mendapat informasi bahwa Gajah kembali mendatangi Pintu Rime Gayo. Saya bersama pemimpin redaksi LG.co, Khalisuddin ditemani dua wartawan LG.co, Dharmawan dan Feriyanto serta Yus, kontributor MNC Group segera berangkat ke lokasi.
Di sana warga menunjukkan kepada kami, rumah-rumah yang dihancurkan gajah serta batang-batang pisang yang roboh dan bagian dalamnya dimakan gajah serta kebun cabe siap panen yang berantakan sehabis dilintasi rombongan gajah.
Menurut penuturan Gundala, dulu mereka memang sempat diberikan alat untuk memonitor keberadaan Gajah yang sudah dipasangi GPS Collar, tapi sekarang baterai yang terpasang di alat itu sudah habis dan akibatnya pergerakan sang Gajah tak lagi terdeteksi.