Lihat ke Halaman Asli

Sibuk, Ya?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kamu kok jarang ke kampus?”

Bergeming, tidak bermaksud menjawab pertanyaanmu.

“Kok akhir-akhir ini kamu jarang main? Lagi sibuk sama skripsi, ya?”

Bergeming, lebih panjang, tidak bermaksud menjawab pertanyaanmu.

“Jangan marah-marah terus dong, emang salah aku apa sih?”

Aku menghela napas panjang pada kamu yang terus menghujaniku dengan pertanyaan, meskipun aku sudah sengaja duduk di tempat yang berbeda supaya tidak perlu susah-susah bertemu kamu. Dengan santainya kamu malah berpindah dan menghampiriku. Keberadaanmu mengganggu.

Eksistensimu saja merusak suasana hatiku.

Kau pikir kenapa aku susah-susah menahan diri untuk tidak pergi ke kampus? Ya, karena di kampus ada kamu. Aku lebih memilih tenggelam diantara literatur referensi tugas akhir, atau pergi ke kafe yang tidak akan pernah kamu datangi. Bahkan lebih baik mengunci diri daripada membiarkan isinya porak-poranda.

“Kok pertanyaanku enggak dijawab, sih?”

Dasar tidak peka. Dengan diamku saja tidak menjawab pertanyaanmu.

“Kamu tidak mengerjakan skripsimu? Mungkin sidangmu bisa dipercepat kalau kamu mengerjakannya sekarang.” Alih-alih aku memilih memintamu pergi.

“Kamu sibuk.”

“Aku tidak sibuk, hanya menyarankan yang baik untukmu,” jawabku.

Tanpa banyak kata, kamu bangkit dan pergi. Menyandang tas di bahu; kamu menuju perpustakaan...atau tempat lain. Yang pasti kamu menyingkirkan diri dari pandanganku.

Aku selalu begitu. Tidak pernah absen aku selalu menghindari keberadaanmu. Selalu kupalingkan wajahku agar kau tidak masuk ke otakku, meskipun kau selalu ada di sana. Sudah cukup kau porak-porandakan hati dan pikiranku.

Aku tidak butuh orang yang mau bercanda denganku, jika pada akhirnya kau lebih suka berbagi canda dengan orang lain. Tidak pernah sedetik pun menginginkan kau menemaniku di jalan pulang, jika kau lebih memilih menemani orang lain. Lebih baik kau tidak kenal aku, jika kau lebih bahagia mengenal orang lain.



Kamu benar. Aku terlalu sibuk melindungi rapuhnya aku, hingga lupa menyapamu. Selalu begitu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline