Sudah sering jalan-jalan ke Bandung, tapi belum pernah ke Museum Sri Baduga?
Wah, museum yang satu ini, tak boleh dilewatkan. Di museum ini, kita seperti diajak untuk merenungi sejenak tentang kehidupan nenek moyang kita, dan tradisi para leluhur yang pernah hidup di zamannya.
Museum ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Dr. Daoed Joesoef pada tanggal 5 Juli 1980. Lokasinya berada di Jl. BKR No. 185 Bandung, berseberangan dengan Tugu Bandung Lautan Api yang berada di tengah-tengah lapangan Tegallega, Bandung. Pada tahun 1990, museum ini diberi nama Sri Baduga, atau lengkapnya adalah Sri Baduga Maharaja, karena didasarkan pada keberadaan Raja Sunda yang memerintah pada tahun 1482-1521 di Tatar Sunda. Museum Sri Baduga merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
Di museum ini, para pengunjung bisa melihat gambaran peristiwa besar yang terjadi pada kala Plestosen (antara 3-10 juta tahun yang lalu), ketika pulau-pulau di Indonesia bagian barat membentuk satu daratan dengan Asia dan Australia. Akibat dari pembentukan daratan itu terjadi migrasi hewan purba, di antaranya Kerbau Purba (Bubalus Paleokerabau) yang ditemukan di Desa Sukadami Kabupaten Beksai. Sisa-sisa hewan purba lainnya ditemukan di Tambaksari, Kabupaten Ciamis, berupa fosil Stegodon, Fosil Taring Kuda Nil, Fosil Tanduk, dan Tulang Rusa. Ini menjadi bukti bahwa Jawa Barat telah dihuni manusia sejak zaman prasejarah.
Selain itu, ada juga catatan kecakapan tulis menulis pada masyarakat Sunda yang diawali sejak Abad ke-5 Masehi, melalui penemuan tulisan pada Prasasti Ciaruteun. Beberapa naskah kuno yang dipamerkan, antara lain Naskah Nabi Yusuf. Kemudian ada bukti tulisan dari naskah tertua yang berasal dari Abad ke-15 dan ke-16 Masehi dengan bahan daun lontar, kelapa, dan nipah. Tampilan bahasa dan tulisan terlihat berbeda-beda.
Setelah menikmati narasi kehidupan di Zaman Batu, pengunjung juga bisa mengenali tanda-tanda akulturasi budaya Sunda yang banyak dipengaruhi oleh budaya Cina dan Arab. Hal ini dapat dilihat dari keragaman busana pengantin sub kultur di Jawa Barat, karena adanya kondisi geografis, latar belakang sejarah, dan ekonomi masyarakat yang berbeda-beda.
Usai mencermati akar percampuran budaya, pengunjung masih diajak menapaki kenangan kehidupan masyarakat di masa lalu, melalui model perlengkapan rumah tangga, gambaran tradisi rakyat, peralatan mata pencaharian, termasuk permainan tradisional anak-anak. Koleksi masterpiece museum ini, di antaranya adalah bokor emas, dan topeng emas.
Museum Sri Baduga terbuka untuk kunjungan setiap hari Selasa hingga Minggu, dengan harga tiket Rp 3.000,- (untuk dewasa) dan Rp 2.000,- (untuk anak-anak). Museum ini memiliki tiga ruang pameran utama tetap, ruang pameran temporer, serta ruang perpustakaan berisi buku-buku sejarah dan kebudayaan Jawa Barat yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan penelitian. Terdapat pula ruang pertemuan berkapasitas 195 orang, area parkir yang luas, mushola, dan fasilitas free wifi.
Tim Peneliti DKV dari Universitas Indraprasta PGRI dengan dukungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), berkesempatan mengunjungi museum ini untuk mendesain media promosi wisata budaya Sunda, sebagai bentuk tri darma perguruan tinggi. Ayo, ke Museum Sri Baduga !