Berita wafatnya Wimar Witoelar pada 19 Mei 2021, sontak membuat banyak orang merasa terkenang akan sosoknya. Tak terkecuali saya. Ada kenangan kecil yang terlintas, namun momennya cukup berarti.
Tahun 1995, saya teringat dihubungi oleh Hani Hasjim, sesama alumni dari Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, yang saat itu menjabat sebagai Managing Director di PT. Intermatrix Bina Indonesia. Perusahaan yang membidani Program Talk Show Perspektif untuk SCTV di mana Wimar Witoelar sebagai Executive Producer sekaligus Host-nya.
Hani Hasjim saat itu menanyakan kepada saya selaku Editor di Penerbit Yayasan Obor Indonesia yang dipimpin oleh sastrawan Mochtar Lubis, apakah bisa membantu mengomunikasikan rencana penerbitan Buku Perspektif. Buku tersebut berisi transkrip perbincangan yang pernah ditayangkan setiap minggu di Program Perspektif di SCTV sejak tahun 1994, untuk disajikan sebagai buku bacaan yang tampil seadanya, tanpa pengeditan, namun tetap enak dibaca serta dapat menambah wawasan masyarakat.
Permintaan itu, tentu saja langsung saya komunikasikan dengan Ibu Kartini Nurdin selaku Direktur Operasional di Yayasan Obor Indonesia, yang kemudian disambut hangat pula oleh Mochtar Lubis.
Sejak ditayangkan tahun 1994, Program Perspektif yang dipandu oleh Wimar Witoelar memang langsung menarik perhatian pemirsa. Di masa itu, acara televisi tidak banyak menampilkan program dialog langsung, sehingga kehadiran Perspektif dianggap membawa angin segar sebagai tontonan televisi yang kritis dan mencerdaskan penonton. Banyak orang menantikan perbincangan Wimar Witoelar dengan para bintang tamunya, yang merupakan para tokoh dan figur publik dari berbagai kalangan untuk berbicara dengan bebas tentang isu-isu sosial, politik, budaya, dan lain-lain.
Saya terkenang dengan penerbitan Buku "Perspektif bersama Wimar Witoelar", karena saya menjadi bagian dari tim persiapan penerbitannya. Selama hampir satu bulan, tim persiapan bekerja ekstra memeriksa materi dari model transkrip televisi diolah menjadi naskah untuk buku.
Selama proses persiapan penerbitan buku tersebut, saya sering bertemu dengan Pak Wimar di kantornya di daerah Fatmawati, atau kadang kami melakukan diskusi sambil makan siang. Pak Wimar, bersama tim yang dikoordinir Hani Hasjim bekerja dengan sangat teliti dan hati-hati, karena isi dari buku merepresentasikan pemikiran dari banyak tokoh yang bisa berdampak pada persepsi masyarakat. Untuk itu kami melakukan seleksi transkrip perbincangan, dipilih yang terbaik.
Di antara hari-hari persiapan Buku Perspektif pertama yang fenomenal tersebut, saya teringat, momen-momen pertemuan dengannya. Ada saja cerita lucu dari Pak Wimar. Pengalamannya ke berbagai tempat dan negara menghadirkan banyak kisah yang dapat dibagi sebagai senda gurau. Tak ada hari diskusi tanpa tertawa bersama Pak Wimar. Mungkin begitulah cara Pak Wimar memandang segala sesuatunya dengan ringan, sehingga hal-hal yang terasa berat dapat diselesaikan dengan relaks.
Almarhum Mochtar Lubis pun memanggilnya "Si Gondrong" sebagai panggilan kesayangannya. Dalam kata pengantarnya di buku tersebut, beliau mengatakan bahwa Wimar Witoelar memiliki sikap "agent provocateur". Sosok yang sangat manis dan lemah lembut, "sehingga teman bersilat lidahnya selalu merasa tenang, comfortable, dan santai. Inilah kemahiran dan kekuatan pendekatan Wimar Witoelar. Perspektifnya tidak membuat orang jadi marah dan ingin turun ke jalan, tetapi sebaliknya mendorong orang untuk ikut berpikir dan mencari pemahaman".
Buku "Perspektif Bersama Wimar Witoelar" terbit di tahun 1995 dengan tebal 636 halaman. Buku ini memuat dialog 44 tokoh bersama Wimar Witoelar. Buku itu laku keras dan menjadi buku yang enak dibaca sambil minum teh atau kopi. Bahkan sejumlah pemikiran-pemikiran tokoh yang termuat dalam buku tersebut, hingga saat ini masih cukup relevan untuk dijadikan acuan kebijakan.