Lihat ke Halaman Asli

Khilafah Ideologi Kelompok?

Diperbarui: 11 Januari 2016   06:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya heran kenapa masih ada ustadz atau ustadzah yang beranggapan bahwa khilafah adalah ideologi kelompok, apalagi orang awam masih banyak yang beranggapan seperti itu. Padalah jumhur ulama menyetujui khilafah wajib ditegakkan oleh umat muslim (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/08/25/ulama-empat-mazhab-mewajibkan-khilafah). 

Dari tausyiah di radio MQFM dalam acara Manajemen Qolbu Pagi, saya mendengar penceramah mengatakan bahwa "penerapan khilafah itu wajib karena hukum hudud, seperti qishaash, rajam, cambuk, & mati itu hanya dapat dilakukan oleh penguasa yang sah, dikarenakan kita bukan yang berkuasa & penguasa saat ini tidak menerapkannya maka kita tidak dapat menerapkan hukum tersebut". Terdengar pasrah dengan penguasa saat ini, bukan dari beliau saja saya mendengar pernyataan yang terkesan pasrah kepada pemerintahan yang ada namun ada ustadz & kiyai lain juga, sehingga menimbulkan pertanyaan dalam diri saya atas pernyataan seperti itu, "lantas kenapa kita tidak berjuang untuk menjadi penguasa atau melakukan amar ma'ruf nahi munkar kepada penguasa saat ini untuk menerapkan syariat Islam?". Hukum tersebut berasal dari Allah & hanya Allah yang berhak menetapkan hukum (QS. Al-Anam: 57), sudah seharusnya kita umat muslim berjuang menerapkannya. Jika tidak, bukankah kita berarti tidak patuh pada Allah & Rasul-Nya serta mengingkari (karena tidak mau atau tidak berusaha menerapkannya) ayat-ayat Qur'an tentangnya?

"Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Baqarah: 229).

"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Maidah: 50). 

Saya juga dulu awam sekali tentang khilafah karena saya dulu juga termasuk awam dalam perkara agama, walaupun muslim dari lahir :'(. Dalam pikiran saya dulu "ini yang salah sistem" ketika mengamati permasalahan politik, sosial, ekonomi, & hukum negeri ini yang rasanya makin kacau balau. Maka, ketika saya mulai proses hijrah dan mencari ilmu agama barulah 'ngeuh' bahwa Islam ini sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan kita bukan perkara ibadah saja. Pikir saya pun "masa hal yang sederhana seperti masuk kamar mandi Islam mengaturnya, sementara perkara yang kompleks seperti bersosial, berekonomi, berpolitik, & bernegara Islam tidak mengaturnya". Oleh karenanya, saya ingin mencari tahu bagaimana Islam mengatur semuanya sesuai dengan yang Rasulullah Muhammad shallahu 'alaihi wasallam contohkan. Dan ketika tahu ada kelompok yang memperjuangkan penerapan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan 'Islam kaaffah', saya langsung merapat "oh...ada toh yang memperjuangkan penerapan Islam secara menyeluruh", pikirku :D. Ya...inilah buah hasil penerapan sistem kapitalisme dengan sekulerismenya yang memisahkan agama & kehidupan (negara), agama hanya urusan pribadi sehingga banyak orang yang tidak paham agamanya, bukan hanya muslim saya rasa tapi penganut agama lain pun sama.

Tapi, ternyata tidak semua muslim berpikir seperti saya dan menyambut hangat seruan berjuang menegakkan khilafah. Negeri ini mayoritas muslim, tapi aneh sekali banyak muslim yang malah menolak penerapan Islam dalam bentuk negara. Namun, saya yakin orang baik & orang yang menggunakan akalnya untuk berpikir, pasti tidak akan menolak penegakkan sistem khilafah yang dicontohkan Nabi Muhammad shallahu 'alaihi wasallam karena beliau diutus dengan membawa ajaran Islam adalah untuk menjadi rahmatan lil 'alamiin (QS. Al-Anbiya: 107). Keheranan saya pun sama seperti yang diungkapkan seorang politisi senior dari PDIP yaitu Effendi Simbolon yang beragam Kristen Protestan (http://hizbut-tahrir.or.id/2015/04/16/effendi-simbolon-mengherankan-ada-umat-islam-menolak-syariah-islam/). 

Tahukah kenapa tidak semua orang, bahkan tidak semua umat muslim sendiri belum menerima penegakkan khilafah? Catatan Jubir HTI, H. M. Ismail Yusnanto dalam Al-Wa'ie edisi April 2015 mengatakan "Salah satu penghambat perubahan menuju kehidupan Islami yang hakiki adalah keadaan masyarakat yang mayoritas masih berpikir di Level 1 atau Level 2. Masyarakat semacam ini mudah sekali terkecoh pencitraan seorang tokoh produk media massa yang di era sekarang ini memang memainkan peranan yang sangat penting. Ketika dikecewakan oleh pemimpinnya, masyarakat seperti ini juga tidak otomatis langsung bisa berpikir dengan Level 3. Oleh karena itu, penting sekali terus mengedukasi umat agar taraf berpikirnya meningkat ke Level 3. Penanaman Islam sebagai mabda (ideologi) di tengah-tengah umat menjadi mutlak adanya karena hanya melalui cara ini kesadaran Level 3 bisa diwujudkan. Insya Allah." 

Di level pertama, memandang dengan perspektif teknis. Misalnya, para ekonom memandang persoalan ekonomi terjadi karena lemahnya fundamental ekonomi, hutang luar negeri yang luar biasa besar, defisit neraca transaksi, dan sebagainya. Karena itu solusi yang keluar dari perspektif ini, diantaranya: tingkatkan ekspor, restrukturisasi hutang, dan sebagainya. Ketika semua solusi teknis sudah ditempuh, sementara persoalan tak kunjung selesai, orang kemudian berpikir pada level berikutnya. Sebutlah perspektif politisi. Di level ini berbagai persoalan tadi dipandang bukan sekedar masalah teknis ekonomi, tetapi lebih karena masalah politik, yakni berkuasanya rezim yang korup dengan tatanan yang tidak demokratis. Karena itu, menurut mereka harus dilakukan proses demokratisasi di segala bidang hingga pergantian rezim. Itu pun sudah berulang terjadi. Jadi, ketika berbagai persoalan tak juga kunjung selesai, ujungnya selalu pergantian rezim dan ternyata persoalan tetap saja bertumpuk sekalipun saat ini dipimpin oleh rezim yang katanya 'merakyat'. 

Ini menunjukkan bahwa solusi di Level 1 dan Level 2 tidaklah mencukupi. Sayang, pada umumnya orang berpikir hanya sampai pada Level 2. Orang lupa, bahwa sesederhana dan semerakyat seperti apapun, presiden tidak bisa memimpin negara ini dan mengambil keputusan-keputusan sekehendak hatinya. Ia harus patuh pada peraturan perundangan yang ada. Bahkan juga harus berbagi porsi kekuasaan dengan pihak legislatif dan yudikatif, serta harus pula memperhatikan partai-partai pendukung. Belum lagi mungkin harus memperhatikan kepentingan negara-negara besar tertentu yang telah memberikan dukungan kepada dia. 

Pada umumnya masyarakat melupakan satu lagi level yang paling vital dalam ikhtiar menyelesaikan persoalan. Inilah level 3. Sebutlah sebagai perspektif ideologis. Dalam perspektif ini, semua persoalan yang ada dipandang bukan semata-mata karena faktor politis apalagi sekedar teknis, tetapi lebih karena faktor ideologis; yakni penerapan sistem dan ideologi sekularisme-kapitalisme-liberal yang memang sudah cacat sejak awal dan bersifat self-destructive. Dalam Islam, cara pandang Level 3 ini mempunyai landasan yang sangat kokoh. Islam dengan akidah dan syariahnya jika diterapkan pasti akan membawa rahmat atau kebaikan bagi seluruh alam (rahmatan lil 'aalamiin). Jika ini diabaikan, maka pasti akan menimbulkan kerusakan atau fasad. Karena itu, dalam perspektif ini sesungguhnya berbagai persoalan tadi merupakan fasad yang ditimbulkan karena penyimpangan terhadap aturan Islam. Hubungan antara penyimpangan tindakan manusia dari ajaran Islam dan fasad disebutkan dengan gamblang dalam Al-Qur'an yang artinya "Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia" (QS. Ar-Rum: 41). 

Oleh karenanya, memahami Islam sebagai agama yang sempurna -yang mengatur seluruh aspek kehidupan kita- dan sebagai mabda (ideologi) adalah sangat penting. Pemahaman inilah yang akan membuat kita menerima & berusaha menerapkan seluruh aturan Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad shallahu 'alaihi wasallam, termasuk mendirikan negara Islam dengan satu kepemimpinan bagi umat yaitu menegakkan Khilafah Rasyidah 'ala minhaj an-nubuwwah. Dan telah jelaslah bahwa khilafah ini bukan ideologi kelompok, melainkan dari ideologi Islam sehingga kewajiban dalam menegakkannya pun adalah kewajiban semua umat muslim bukan kewajiban kelompok. 

Wallahu 'alam bishshawab.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline