Sepatu wanita model wedges yang dirancang pertama kali oleh Salvatore Ferragamo memang lebih memberikan perasaan aman, karena memiliki stabilitas yang tinggi. Dengan Sole sepatu selebar telapak kaki dan seluruh permukaannya menyentuh lantai membuat penggunanya merasa mantap setiap menjejakkan kaki mereka, khususnya pada permukaan yang rata.
Bandingkan dengan model Stiletto yang memiliki top heels, yaitu ujung tumit yang menapak ke lantai berdiameter kurang dari 1 cm (karena memang inilah salah satu batasan Stiletto) membuat penggunanya harus benar-benar melangkah secara ritmis dan cermat setiap menjejakkan kaki ke lantai. Perbedaan yang terasa adalah tuntutan untuk lebih menegangkan otot-otot pergelangan kaki. Wanita yang pada dasarnya cenderung memiliki kaki yang berbentuk O atau X harus lebih fokus pada pergelangan kaki mereka ketika menggunakan Stiletto.
Ketika Anda memakai sepatu model wedges, Anda nyaris tidak merasa hal itu. Sementara di satu sisi Anda tetap memperoleh efek untuk tampil lebih tinggi yang di dunia mode selalu diartikan juga sebagai lebih langsing yang notabene lebih cantik. Tetapi dalam pengertian fashion, memiliki badan yang tinggi bukan berarti cantik dan menarik. Kecantikan merupakan kesatuan yang optimal dari banyak variabel, dan sepatu hanyalah salah satu faktor yang terletak di “bawah”.
Meskipun ada beberapa alasan mengapa wanita memilih sepatu wedges, tetapi pada akhirnya akan selalu bermuara pada optimalisasi penampilan agar lebih cantik dan menarik. Sebagai sepatu jenis high heels, wedges memberikan efek tinggi pada tubuh pemakainya. Selain itu bagi wanita yang memiliki paha yang terlalu besar akan terkesan lebih ramping jika menggunakan wedges, karena kesan “besar di atas” akan terdistribusi ke bawah akibat sole wedges yang tinggi.
Alasan lain adalah memperoleh lebih banyak “keamanan” dalam menggunakan high heels, khususnya dibandingkan dengan model Stiletto sampai model Cone. Sehingga dengan memakai jenis sepatu dengan model wedges bukan saja lebih aman, tetapi juga akan merasa lebih nyaman. Alasan terakhir adalah bersifat umum yaitu mengikuti mode, meskipun didasarkan pada pertimbangan fungsi high heels sesungguhnya wanita yang memiliki tubuh tinggi tidak perlu lagi untuk memakai high heels.
Pada kenyataannya setiap sepatu wanita jenis high heels model terbaru selalu lebih dulu diperagakan oleh para model yang sudah memiliki tubuh setinggi 170 Cm. Dalam dunia mode sudah terlanjur berkembang mindset bahwa kecantikan selalu identik dengan wanita yang bertubuh tinggi. Upaya produsen menggeneralisir pasar ini kadang-kadang terdistorsi oleh produk mode sendiri.
Contoh riel adalah peragaan sepatu jenis high heels oleh model yang nota bene memiliki tubuh dengan ukuran yang sudah cukup tinggi. Padahal bukankah seharusnya sepatu jenis high heel diperagakan oleh para wanita bertubuh pendek, sehingga audiens bisa menilai secara obyektif proporsional sejauh mana efek yang diberikan high heels untuk menambah daya tarik dan kecantikan pemakainya ?
Hal itu nampaknya tak pernah dipermasalahkan, karena dalam pasar mode lebih banyak terdapat wanita yang menjadi konsumen awam alias kurang, atau bahkan tidak memiliki wawasan fashion. Sehingga setiap kali disuguhi mode terbaru langsung dikonsumsi. Akibatnya justru penampilan mereka tidak fashioned, tetapi terkesan kedodoran karena menjadi “korban model Wedges”.
Berbeda dengan para model, jika sepatu jenis high heels yang dipakai selalu nampak serasi dengan penampilan mereka di setiap fashion show, pada dasarnya karena mereka sendiri sudah tidak memerlukan lagi fungsi high heels. Efek high heels justru menambah nilai bagi tinggi tubuh para model. Jika mungkin terjadi efek distorsi, bukan masalah bagi mereka. Karena sesuai dengan profesi model dan didukung para perancang mode, mereka memiliki “sense of fashions” jauh di atas wanita yang bakal menjadi konsumen. Dengan mudah setiap distorsi yang mungkin timbul bisa ditepis dan disiasati.
Karena itu untuk mengkonsumsi setiap produk fashion bukan diperlukan hanya sekedar uang, tetapi lebih penting adalah pertimbangan dan strategi yang didasarkan pada kepekaan fashion. Pasar utama fashion adalah kalangan wanita, jika pasar ini buta fashion maka semua produk yang diberi label “model yang sedang ngetrend” akan ditelan pasar alias laris manis.
Sebaliknya produsen akan kesulitan untuk menembus pasar wanita yang sadar fashion. Karena meskipun sudah bermodal brand dan kualitas, pasar ini masih menuntut secara individual produk yang benar-benar sesuai dengan selera dan keinginan, sekaligus kebutuhan mereka. Hal ini tak sebatas produk sepatu wanita, tetapi juga seluruh produk fashion mulai dari kacamata sampai saputangan.