Kemarin, tepatnya tanggal 20 Mei 2014, merupakan hari yang paling bersejarah bagi siswa-siswi SMA/SMK, karena pada hari itu merupakan pengumuman kelulusan setelah mereka melaksanakan UN yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dari sekian ribu siswa-siswi yang mengikuti UN ada yang dinyatakan lulus namun banyak juga yang harus mengikuti ujian ulang karena mereka tidak mencapai target nilai yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Itulah kehidupan, ada suka untuk sebagian orang, dan duka untuk sebagian yang lainnya. Namun intinya, ada hikmah di setiap apapun yang kita terima, baik buruknya, pahit dan manisnya. Membahas tentang siswa yang dinyatakan lulus, tentunya hal ini merupakan hal yang sangat membahagiakan bagi mereka.
Namun sungguh sangat disayangkan sekali, moment bersejarah yang seharusnya disyukuri dengan hal-hal yang positif, malah mereka merayakan kelulusannya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Anehnya lagi, hal ini seakan diwariskan dari generasi terdahulu sampai generasi sekarang, bahkangenerasi yang akan datang, apabila tidak ditanggulangi dari sekarang.
Budaya corat-coret yang dilakukan siswa seakan menjadi hal yang wajib dilakukan, sebagai rasa syukur karena mereka lulus dari UN. Parahnya lagi, seakan pihak sekolah melakukan pembiaran akan hal ini. Hal ini ditandai dengan terus berulangnya kegiatan tersebut tanpa ada upaya apapun dari pihak sekolah untuk mencegahnya. Seharusnya untuk mencegah hal ini terjadi, dapat dilakukan dengan cara tidak melakukan pengumuman secara langsung kepada siswa di sekolah. Tetapi dapat dilakukan dengan cara mengirim surat langsung kepada pihak orang tua masing-masing siswa tentang lulus atau tidaknya anak-anaknya. Tentu hal ini dapat meminimalisir budaya corat-coret di kalangan pelajar.
Selain itu, peran pemerintah dan media sosial seperti televisi pun sangat diharapkan. Dari pihak pemerintah, dapat lebih tegas, misalnya dengan ancaman bahwa yang melakukan perbuatan demikian ijazahnya tidak akan diberikan atau ditahan. Hal ini dilakukan untuk membuat efek jera, supaya tidak melakukan hal yang tidak bermanfaat ini.
Tidak hanya corat-coret pakaian sekolah, jembatan, tiang listrik dan sarana-sarana umum lainnya pun menjadi sasaran para pelajar untuk meluapkan kebahagiaanya. Parahnya lagi, mereka melakukan konvoi motor dan hal ini sangat mengganggu ketertiban dan kenyamanan berlalu lintas untuk pengguna jalan lainnya.
Padahal, kalau para pelajar ini mau berempati, masih banyak teman mereka yang tidak seberuntung mereka yang lulus ujian. Bahkan dari mereka ada yang sampai depresi karena harus menerima kenyataan yang begitu pahit.
Wajar kalau kita berbahagia karena mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, tetapi alangkah indahnya apabila meluapkan kebahagiaan itu dengan hal-hal yang positif. Memang tidak semua siswa-siswi yang lulus melakukan hal yang demikian. Tetapi hal ini tetap harus menjadi perhatian kita semua. Baik kita selaku orang tua, guru dan juga pemerintah.
Selalu mengarahkan mereka ke hal yang positif, meski hal sekecil apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H