Lihat ke Halaman Asli

Rinduku yang Picik

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

katamu pagi itu:
"ketuk-ketuk hujan membangunkanku
seperti nada rindu bertalu-talu"

bukan, bukan hujan yang membangunkanmu
hanya ringkih piluku yang merintik
menabuh-nabuh gendang telingamu
:rinduku memang picik

lalu kau berujar:
"kamukah? yang setia berpendar di bening
embun bergelayut di pucuk-pucuk ilalang
ataukah wangi yang kucecap dalam
setiap cangkir coklat panas?

kali ini aku tak ingin salah lagi."

ahh! kiranya, harapmu terlalu dangkal,
tak ingin kumenjelma pendar yang bias
selewat lalu menguap terpapar mentari
tidak juga semilir hasrat yang mewangi
lalu lenyap bersama kepul yang misteri

aku ingin menjelma angin,
yang tak henti bersaksi
pada putaran semesta
pada langkah langkah
pada segala

abdi setia pada titah langit
mengarak awan untuk menetaskan hujan
membelai raga untuk menguapkan peluh
mengisi ruang di setiap penjuru ruang
untukmu, hingga putaran waktu berlalu

...

#curhat bersama, antara aku dan dia yang merindu :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline