Lihat ke Halaman Asli

Windy Garini

Pembelajar Sejati Sepanjang Hayat

Sesi Coaching Remaja Membuka Ruang Nyaman di Masa Pandemi

Diperbarui: 2 Juli 2021   06:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Komunitas Guru Belajar Pangkalpinang

Perubahan besar di dunia sedang terjadi dalam 2 tahun terakhir ini dan hal ini disebabkan terjadinya penularan virus Covid 19 secara meluas. Perubahan yang terjadi di semua bidang termasuk didalamnya yang tak dapat dipungkiri adalah bidang kesehatan. Di masa pandemik ini angka kasus Covid 19 semakin meningkat tiap harinya. Baik kasus yang menimpa orang dengan gejala maupun tanpa gejala yang ditunjukkan.

Selama ini kasus yang sering dilaporkan dalam media massa maupun online llebih banyak angka kasus dampak secara fisik yang dialami masyarakat. Untuk kasus yang menimbulkan dampak secara psikis sangat jarang dilaporkan dan diketahui secara luas. Sehingga dapat dikatakan angka kesehatan psikis atau kesehatan mental/jiwa ibarat fenomena gunung es. Menurut Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa, disebutkan bahwa Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut dapat menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mempu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. (Pusdatin Kemenkes.id)

Pandemi COVID-19 berdampak pada sebagian besar aktivitas masyarakat termasuk pada kelompok terkecil yaitu keluarga dan anak. Perubahan aktivitas sehari-hari pada anak dan remaja ini tidak hanya berdampak pada aspek fisik mereka saja, namun juga pada aspek kesehatan jiwa karena perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam waktu yang cukup cepat.

Menurut Dr.dr.Fidiansjah, SpKJ., MPH selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan di Media Center Gugus Tugas Nasional, Gedung BNPB Jakarta, Senin (20/7/2020) memaparkan data dari Wahana Visi Indonesia tentang Studi Penilaian Cepat Dampak COVID-19 dan Pengaruhnya Terhadap Anak Indonesia. (P2P.Kemenkes.go.id) Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidakmerataan akses terhadap fasilitas pendukung untuk pembelajaran daring maupun luring yang dialami pada anak yang sudah masuk usia sekolah.

Sebanyak 68 persen anak dapat mengakses terhadap fasilitas pendukung selama masa pembelajaran namun juga terdapat 32 persen anak bahkan tidak mendapatkan program belajar dalam bentuk apapun. Dampaknya anak harus mempunyai sistem belajar sendiri dan dampaknya 37 persen anak tidak bisa mengatur waktu belajar, lalu 30 persen anak kesulitan memahami pelajaran, bahkan 21 persen anak tidak memahami instruksi guru, jelas dr.Fidiansjah. Fenomena ini tentunya diperoleh setelah Kemdikbud melalui keputusan bersama (SKB) Empat Menteri yang telah diterbitkan tanggal 7 Agustus 2020, untuk menyesuaikan kebijakan pembelajaran di era pandemi saat ini.

Selain itu, sekolah diberi fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa di masa pandemi, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait kurikulum pada masa darurat. (https://gtk.kemdikbud.go.id/). Kebijakan ini berlaku di semua tingkat pendidikan. Adapun sistem pembelajaran yang dapat dilakukan sekolah adalah Pembelajaran Jarak Jauh Daring maupun Luring.

Dengan sistem pembelajaran seperti ini jika tidak dipersiapkan secara tepat dan baik oleh sekolah tentunya akan menimbulkan permasalahan serius terutama yang menyangkut kesehatan jiwa siswa. Dalam hal ini sekolah seyogyanya memiliki program dan kegiatan yang terencana secara cermat dalam rangka mempersiapkan pembelajaran secara daring maupun luring. Dan program ini disusun setelah sekolah memiliki data yang cukup yang diperoleh dari siswa maupun orangtua. Data ini bisa didapat melalui disebarkannya instrumen atau assesmen kebutuhan siswa dan orangtua dalam rangka pelaksanaan pembelajaran jarak jauh daring maupun luring.

Banyak aspek data yang bisa diperoleh selain kesiapan sarana dan fasilitas yang dimiliki, kesiapan mental siswa dalam menghadapi pembelajaran yang tentunya menjadi aktivitas yang sangat berbeda dari biasanya yang secara tatap muka. Juga data mengenai kesiapan orangtua dalam mendampingi anak selama belajar dari rumah (BDR). Karena bukan tidak mungkin banyak orangtua tidak memilki kemampuan dalam penggunaan android maupun laptop yang mungkin akan lebih banyak digunakan siswa dalam PJJ daring atau BDR. Hal ini menjadi kesulitan tersendiri bagi orangtua dan bukan tidak mungkin menimbulkan tekanan psikis dan merasa bersalah karena tidak bisa secara maksimal membantu anaknya dalam belajar. Dan keadaan ini akan membawa dampak buruk pula kepada siswa tentunya saat di rumah. Dimana angka kekerasan secara psikis dan fisik yang dialami anak di rumah terus meningkat, salah satunya disebabkan ketidaksiapan orangtua dalam mendampingi anak belajar dari rumah.

Program lain yang bisa dilaksanakan adalah perlunya sosialisasi mengenai sistem pembelajaran jarak jauh atau BDR kepada orangtua. Paling tidak orangtua memahami guru membutuhkan dukungan materil dan moril yang utama agar pendidikan dan pembelajaran bisa berjalan lancar dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Tentunya di sini Paguyuban Orangtua dan komunikasi via WA grup Orangtua akan sangat membantu guru dan orangtua jika ternyata dalam perjalanannya pembelajaran jarak jauh menemui kendala. Dalam hal ini dibutuhkan sosok guru yang harus siap melayani dan sabar menjawab pertanyaaan dan keluhan juga mungkin masukan dari orangtua. Terutama saat mereka harus mendampingi belajar anaknya di rumah. Jika memungkinkan, Guru Bimbingan Konseling bisa dilibatkan dalam kegiatan ini. Guru Bimbingan Konseling dengan kompetensi sosial dan profesionalnya tentunya akan sangat membantu sekolah memberikan layanan konsultasi bagi orangtua yang memiliki masalah dengan anaknya.

Program lain yang bisa dilakukan juga adalah sebelum pembelajaran jarak jauh dimulai setiap harinya, setiap guru memastikan kesiapan mental siswanya untuk mengikuti pembelajaran pada hari itu. Dengan sapaan yang hangat dan tulus melalui grup WA kelas tentunya akan memberikan semangat tersendiri pada siswa bahwa gurunya sangat perduli dengan kondisi mental pribadinya. Begitu juga guru memang diharapkan lebih bersabar dalam melayani setiap pertanyaan siswa karena sangat dimungkinkan siswa banyak mengalami kendala dalam pembelajaran jarak jauh.

Banyak keluhan yang disampaikan siswa mengenai pembelajaran jarak jauh, diantaranya materi yang sulit dimengerti jika diberikan lewat WA atau Aplikasi LMS (Learning Management System) seperti salah satunya Google Class Room. Siswa merasa tidak leluasa bertanya jika ada materi yang tidak dipahaminya. Belum lagi siswa mengalami keluhan banyaknya tugas yang diberikan tanpa penjelasan yang bisa dimengerti siswa. Di sini memang sangat dibutuhkan komunikasi yang instens antara guru dan siswa. Paling tidak dengan siswa bisa menyampaikan keluhannya secara leluasa dan ditanggapi secara positif, siswa memiliki ketenangan secara psikologis dan emosional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline