Lihat ke Halaman Asli

Windya Aprista

Mahasiswa yang mencoba mencari pengalaman menulis.

Reog Ponorogo: Sebagai Media Penyebaran Islam di Ponorogo

Diperbarui: 16 April 2022   11:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber gambar : kompas.com)

Mendengar kota Ponorogo, pasti yang terlintas pertama kali dipikiran kita adalah kesenian Reog Ponorogo. Warisan budaya asli kota Ponorogo, Jawa Timur ini resmi menjadi warisan budaya tak benda Indonesia dan didaftarkan ke UNESCO pada 18 Februari 2022. Kesenian Reog Ponorogo mulai kembali dikenal masyarakat Indonesia sejak Malaysia mencoba mengklaimnya sebagai warisan budaya mereka yang mirip dengan Barongan Malaysia. Hal tersebut menghebohkan masyarakat Indonesia dan membuat kemarahan para seniman kesenian Reog.

Reog Ponorogo dibuat pertama kali oleh Raja Batarangin yaitu Prabu Klono Sewandono untuk memenuhi persyaratan dari puteri kerajaan Kediri yaitu Dewi Songgolangit agar bisa mempersuntingnya. Dewi Songgolangit meminta Prabu Klono Sewandono untuk membuat pertunjukkan yang belum pernah ada di dunia serta membawa binatang berkepala dan berbadan beda. Akhirnya Prabu Klono Sewandono berhasil mengabulkan syarat tersebut meskipun saingannya yaitu Singo Barong yang akhirnya dikalahkan dan diubah wujudnya menjadi seeokor hewan berbadan singa dan kepalanya terdapat burung merak. Kesenian Reog tidak hanya sebagai media hiburan, namun kesenian Reog juga menjadi media untuk menyebarkan agama Islam di Ponorogo.

Penyebaran agama Islam di Ponorogo dilakukan oleh Bathara Katong Adipati pertama Ponorogo yang juga merupakan murid dari Sunan Kalijaga. Kesenian Reog dipilih sebagai media dakwah karena sebagai kesenian asli dan mengakar untuk masyarakat Ponorogo. Mencampurkannya dengan musik gamelan yang nyaring sehingga dapat menarik perhatian masyarakat. Ketika masyarakat sudah mulai terkumpul, Bathara Katong pun memulai dakwahnya dengan menjelaskan tentang unsur-unsur Islam. Pengislaman masyarakat Ponorogo berjalan dengan lancar tanpa adanya peperangan, hal itu merujuk pada prinsip beliau yaitu Menang Tanpo Ngasorake (Menang Tanpa Merendahkan).

Hal lain yang menjadi alasan mudahnya menyebarkan Islam di Ponorogo adalah mulai terkikisnya kepercayaan Hindu-Budha sehingga masyarakat membutuhkan pegangan baru sehingga datangnya kepercayaan Islam yang dinilai baik dan mudah dipelajari menjadi daya tarik masyarakat Ponorogo untuk menganutnya.

Itulah sejarah kesenian Reog dalam penyebaran agama Islam di Ponorogo. Kesenian Reog adalah kesenian asli Indonesia yang wajib kita lestarikan. Kemegahan setiap pagelaran kesenian ini menjadi daya tarik bagi siapa saja yang melihatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline