Dari Riskesdas, Stroke adalah penyebab kematian nomor satu di Indonesia, berdasar penelitian kami di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Data kejadian stroke adalah sbb:
1). Untuk melihat prevalensi (angka kejadian) stroke bisa dilihat di Hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang disenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, sbb.:
· Telah terjadi peningkatan prevvalensi stroke (dengan kriteria didiagnosis oleh tenaga kesehatan) dari 8,3 per 1000 pada Riskesdas 2007 menjadi 12,1 per 100 pada Riskesdas 2013 (Untuk stroke responden 15 tahun ke atas)
· Prevalensi stroke menurut kelompok umur adalah sbb. Umur 15-24 th (0,2 per seribu), umur 25-34 tahun (0,6 per seribu), umur 35-44 tahun (2,5 per seribu), umur 45-54 tahun (10,4 per seribu), umur 55-64 tahun (24 per seribu), umur 65-74 tahun (33,2 per seribu) dan umur > 75 tahun (43, 1 per seribu)
SELAIN ITU Panderitaan Pasca Stroke dan Alzheimer membuat banyak penderita dan keluarganya berputus asa karenanya. Sebuah artikel terbaru di LA kali bercerita tentang pencarian seorang suami untuk menemukan pengobatan untuk penyakit istrinya Alzheimer. Ini adalah sebuah cerita bahwa wartawan tsb kenal dan mendukung para pasien yang berani atau orang-orang yang dicintai yang tidak akan menerima nihilisme dari suatu perbaikan medis. Wartawan tersebut akhirnya menemukan seorang dokter bersedia untuk melakukan pengobatan yang revolusioner di luar kebiasaan.
Artikel itu sendiri setidaknya tidak merupakan curhat, Justru tulisan itu cenderung ke nada yang netral, tetapi artikel tersebut cenderung untuk menanamkan dalam masyarakat sikap yang sangat ontraproduktif terhadap ilmu pengetahuan dan obat-obatan. Dan tentu membuka hati untuk menerima pengobatan controversial yang terbuti menyembuhkan peny akkit yang tidak sembuh-sembuh
Cerita ini berkisah Dr Edward Tobinick dan praktek etanercept perispinal (Etanercept) untuk daftar panjang dan tampaknya tumbuh dari kondisi. Etanercept adalah obat yang disetujui FDA untuk pengobatan rheumatoid arthritis yang parah. Cara kerjanya adalah dengan menghambat tumor necrosis factor (TNF), yang merupakan kelompok sitokin yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan kematian sel. Etanercept, oleh karena itu, dapat menjadi obat anti-inflamasi yang kuat. Tobinick menggunakan Etanercept bagi banyak indikasi off-label , salah satunya adalah penyakit Alzheimer,dan Stroke serta penyakit2 defisiensi neuology.
Observasi dr Tobinick pada 629 pasien ( 617 stroke dan 12 TBI/ Trumatic Brain Injury) menyimpulkan danya perbaikan yang signifikan terhadap 629 pasien2 ini.
Geiffith University, saat ini melakukan Clinical Trial untuk jenis obat ini untuk stroke disini dan Alzheimer disini atas bantuan dan dorongan dana pemerintah Australia.
Bila pemerintah Australia begitu peduli meringankan masyarakat dengan pengobatan yang mahal ini, kapan kira2 di Negara ini ada pejabat yang peduli kepada rakyat seperti ini ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H