Lihat ke Halaman Asli

Canda Tawa Dalam Demokrasi dan Utopia

Diperbarui: 24 Januari 2021   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Tak semua hal harus disampaikan dengan serius, komunikasi dengan canda hasilnya bisa maknyus, amat banyak perkara yang dihadapi sehari-hari bolelah kita memberi jeda pada diri sendiri, agar urat syaraf sesekali mengendur, apa tidak cape tiap hari terus bertempur, apalagi  jika berperang hanya untuk orang lain, buat apa ngotot sampai tiap hari bersitungkin. Jika dibelakang layar para elit bisa tertawa-tawa mengapa tidak sesekali kita mentertawakan mereka? . 

Kekuasaan yang sempurna hanyalah sebuah utopia, pandanglah kilau mahkota dengan biasa-biasa saja, menjadi penting sesekali mentertawakan kekuasaan, segala yang tak bisa ditertawakan biasanya mengerikan, jika kita masih bebas tertawa tanda demokrasi masih berjalan seperti biasa, dengan sikap jenaka kita bisa melemaskan banyak hal siasat untuk bertahan hidup ditengah kondisi terjal.

Lewat lelucon kita longgarkan posisi masing-masing agar bisa saling mendekat walaupun situasi genting, fanatisme sudah lama jadi musuh besar lelucon canda adalah antitesis kebencian berbau mercon. Jangan sampai politik membunuh selerah humor kita, dengan tertawa kita masih bisa menjadi warga, rakyat bukanlah perlengkap sirkus perebutan tahta, konstituen bukan anggota fans club yang tergila-gila.

Salam Demokrasi,Salam Supremasi Sipil.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline