Dio, perokok sedang yang sedang berusaha mengendalikan emosinya. Dua tahun berlalu, usai perceraian papa dan mamanya, hidupnya kini diambang nestapa.
Tragedi kekerasan dalam rumah tangga yang tanpa sengaja Dio lihat dengan mata kepalanya sendiri. Membuatnya harus diopname selama beberapa hari dirumah sakit. Demam tinggi dan tangisan yang meraung memanggil "mama, ayo kita bersembunyi di kamar saja. Biar kita selamat"
Tak ada yang bisa dijelaskan dengan pasti saat kondisi tersebut terjadi. Adik perempuan dan kakak perempuan Dio, ikut menangis menyaksikan satu malam itu dengan penuh kesedihan.
.
Esok harinya
.
Semua terasa pedih. Bahkan luka menahun yang mama pendam sekitar 16 tahun berujung pada perpisahan yang tanpa diduga. Membuat dada makin sesak. Namun, kehidupan ini harus terus berjalan. Menjadi single parent. Menghidupi kebutuhan dan pendidikan ketiga anaknya. Adalah satu fokus yang mama tetap perjuangkan demi masa depan anak-anak.
Kondisi Dio semakin membaik. Tiga hari dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, membuatnya lebih baik dari sebelumnya.
Tak ada yang meminta sebuah perpisahan. Namun, karena suatu hal yang memang mama butuh kebahagiaan sebenarnya, perpisahan papa dan mama haruslah terjadi. Sah, cerai melaui jalur hukum. Melalui berbagai pertimbangan, yang tak mudah untuk dijelaskan dalam sehari.
Terkait nasib, Dio, adik dan kakanya memang tinggal bersama papanya sampai saat ini. Namun, urusan asuransi kesehatan, biaya pendidikan, kebutuhan makan dan lainnya, mamalah yang memenuhi itu semua. Ayah, seorang jobless.
Masa Remaja Dio
Dio mulai menujukkan sikap nakalnya. Berteman dengan lingkungan yang kurang mendukung, menjadikannya remaja yang cari perhatian. Menyibukkan diri dengan kegiatan yang ia suka. Ikut club basket, berteman dengan kakak kelas yang lebih tua diatasnya. Sering tidur di dalam kelas. Keluar masuk kelas di beberapa jam pelajaran. Serta menunjukkan sikap kurang fokus saat menerima pelajaran.