Lihat ke Halaman Asli

Perempuan Pekerja Keras, Belajar Kehidupan dari Sosok Cucu Proklamator Puan Maharani

Diperbarui: 16 Februari 2017   14:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini bukanlah sebuah pembelaan, tapi hanya sekedar berbagai informasi yang semoga bisa diverifikasi. Seperti kita tahu, tugas Puan sebagai seorang Menteri sangatlah besar, terutama fungsi koordinasi sebagai Menko yang harus memastikan dan menyelaraskan pembangunan pada satu patron yang sudah ditentukan. Tugas Puan, yang paling puncak, adalah tercapainya kesejahteraan melalui program-program pembangunan untuk meningkatkan kemanusiaan dan kebudayaan.

Berdasarkan arahan Presiden di sidang kabinet paripurna pada 4 Januari 2017 lalu, pemerintah akan fokus kepada upaya pemerataan kesejahteraan dengan cara mengurangi angka kesenjangan (gini ratio). Upaya pemerataan kesejahteraan itu akan diwujudkan melalui empat program utama, yaitu redistribusi aset dan legalisasi tanah, penguatan akses permodalan untuk rakyat, perluasan keterampilan melalui program kejuruan dan vokasi, serta perluasan bantuan langsung melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Dari keempat program utama itu, Menko PMK meminta seluruh menteri dilingkup koordinasi Kemenko PMK untuk fokus pada tiga hal diantaranya mengurangi kesenjangan, revitalisasi vokasi, serta perluasan KIP dan KIS yang sekaligus akan menjadi tiga fokus utama bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Tahun 2017 ini.

Lalu sejauh mana kinerja Puan sebagai seorang Menteri selama ini? Tugas Puan Maharani untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan sosial, terbukti menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kalau kita membaca angka dan data (tentu bisa diverifikasi, apalagi sudah dimuat di media) tingkat kemiskinan tahun 2016 turun menjadi 10,8% dari sebelumnya sebesar 11,2% pada tahun 2015. Tingkat pengangguran pun turun menjadi 5,8% pada tahun 2016 dari sebelumnya 6,18% pada tahun 2015. Bahkan kata Johan Budi, angka pengangguran ini terendah sejak era reformasi (liputan6.com/24 Oktober 2016).

Artinya apa? Kecuali kita tetap mau nyinyir dan mengatakan data itu abal-abal, mungkin kita akan tetap ”bebal” meski kinerjanya jelas bisa dirasakan. Perluasan KIP dan KIS serta PKH, mulai dirasakan manfaatnya oleh banyak orang, terutama yang berada jauh di pelosok sana dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah. Toh, kalau kita amati, para pengamat yang begitu “cadas” mengkritik kerja Puan adalah mereka yang hidupnya mapan dan tak butuh dengan “kartu-kartu sakti”. Andai mereka penerima manfaat, tentu suaranya akan berbeda.

Artinya, setiap asumsi dan kritik yang berkembang itu bergantung dari kepentingan. Ini sudah teori umum. Karena kalau berbicara kinerja dan kerja, sangat tidak mungkin selama dua tahun lebih tak ada yang bisa dibanggakan. Itu saja.

Mari kita membuka mata untuk melihat lebih jeli bagaimana Puan Maharani bekerja. Kita tidak bisa mereduksi kerja seseorang hanya karena ia tidak membuat gebrakan yang “hebring” lalu dikonsumsi media sedemikian rupa. Tapi apapun, Puan telah menjalankan apa yang “digariskan” sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.⁠⁠⁠⁠

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline